Kontroversi Sewakan Tanah di Desa Adat Bugbug Kembali Mencuat
AMLAPURA, NusaBali.com - Polemik terkait penyewaan tanah di Desa Adat Bugbug, Karangasem, kembali memanas setelah terungkap adanya penyewaan lahan tambahan seluas 1 hektare tanpa sepengetahuan krama desa.
Gede Putra Arnawa, Ketua Tim 9 Gema Shanti, menyebut kontroversi ini terungkap dalam pemeriksaan saksi dari pihak Prajuru Desa Adat Bugbug di Pengadilan Negeri Amlapura, Karangasem, dalam perkara perdata No. 255/Pdt.G/2023/PN.Amp. Perkara tersebut melibatkan gugatan I Nyoman Jelantik melawan Nyoman Purwa Ngurah Arsana, Kelian Desa Adat Bugbug.
“Pada sidang pemeriksaan saksi tergugat, ternyata di tahun 2023 ditemukan penyewaan lahan tambahan 1 hektare yang tidak diketahui oleh Penyarikan Desa,” ungkap Gede Putra Arnawa kepada awak media, Minggu (29/9/2024). Penyewaan ini menambah konflik setelah sebelumnya telah ada penyewaan 2 hektare lahan di Njung Awit yang sekarang menjadi Neano Resort.
Menanggapi hal ini, krama Desa Adat Bugbug telah menggelar rapat pada Jumat, 27 September 2024, dan memutuskan untuk mengadakan Paruman Krama Desa pada Rabu, 9 Oktober 2024. "Rapat ini akan membahas kembali masalah sewa tanah desa yang diduga dilakukan tanpa persetujuan seluruh krama," ujar Arnawa.
Di sisi lain, Kuasa Hukum Penggugat, Ida Bagus Putu Agung, menegaskan bahwa penggugat berhak menghadirkan krama desa di persidangan. “Sebagai perwakilan krama, penggugat memiliki hak penuh untuk menggugat penyewaan lahan yang dilakukan tanpa persetujuan komunal," jelasnya.
Penyewaan tanah ini dinilai cacat hukum oleh sebagian krama, termasuk I Ketut Wirnata, yang telah melaporkan Nyoman Purwa Ngurah Arsana ke Polda Bali atas dugaan penyerebotan tanah. "Sewa menyewa tanah adat tanpa persetujuan komunal adalah pelanggaran awig-awig desa," pungkas Wirnata.
Di sisi lain, Gede Ngurah, Kuasa Hukum pihak Kelian Desa Adat Bugbug, menyatakan bahwa penyewaan lahan tersebut sudah sesuai dengan mekanisme yang berlaku. "Proses pengambilan kebijakan penyewaan lahan sudah melalui Paruman Nayaka Desa dan disepakati bersama Prajuru Desa Adat dalam Paruman Prajuru Dulun Desa," jelasnya.
Namun, banyak warga merasa tidak dilibatkan secara langsung dalam proses ini. Hotmaruli Pardomuan Andreas, yang juga menjadi bagian dari tim kuasa hukum, mengatakan, "Harusnya sesuai awig-awig, semua krama harus mengetahui dan menyepakati penyewaan tanah ini, karena ini adalah kesepakatan secara komunal."
Persoalan ini memicu protes dari warga, termasuk aksi yang dilakukan kubu pro dan kontra di Pengadilan Negeri Amlapura pada 13 Desember 2023.
Sebelumnya, dikonfirmasi terpisah, Purwa Arsana mengaku laporan pidana dan perdata itu sebagai laporan pemaksaan kehendak dan akhirnya akan berakhir dengan laporan balik adanya laporan palsu dan pencemaran nama baik. Karena itulah, Purwa Arsana akan melaporkan balik pelapor.
"Ya saya akan laporkan balik pencemaran nama baik dan laporan palsu karena apa dasar mereka melaporkan saya nyerobot, sedangkan tanah itu milik Desa Adat Bugbug sesuai dengan bukti sertifikat terlampir seluas 23 hektare yang disewakan baru 2 hektare dan atas persetujuan Prajuru Dulun Desa sesuai dengan bukti berita acara persetujuan sewa menyewa," kata Purwa Arsna mengklarifikasi.
1
Komentar