Ratusan Artefak Sitaan Tentara Belanda saat Perang Puputan Badung (1906) Dipulangkan ke Indonesia
Dipamerkan di Museum Nasional Indonesia 15 Oktober-31 Desember
Untuk pemulangan ke Bali, sayangnya Bali masih belum memiliki sarana memadai untuk menyimpan dan memamerkan benda-benda bersejarah warisan leluhur itu
DENPASAR, NusaBali
Ratusan artefak yang disita tentara Belanda saat Perang Puputan Badung (1906) telah dipulangkan ke Indonesia, salah satunya keris Puputan Badung. Benda-benda bersejarah itu akan disimpan dan dipamerkan di Museum Nasional Indonesia (MNI) Jakarta mulai 15 Oktober sampai 31 Desember 2024. Tak hanya berasal dari Puri Denpasar pasca Puputan Badung, koleksi benda rampasan berupa keris dan tombak yang direpatriasi juga berasal dari sejumlah puri di Kabupaten Tabanan.
Di antara objek-objek dalam foto terdapat senjata seperti keris dan tombak, koin, perhiasan, hingga daun pintu gerbang Puri Tabanan. –IST
Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Provinsi Bali, I Gede Arya Sugiartha mengatakan kedatangan benda cagar budaya Indonesia khususnya dari Bali merupakan hal yang membahagiakan. Masyarakat akan lebih mudah melihat dan mempelajari sejarah melalui artefak-artefak tersebut. Namun sayang Bali belum memiliki sarana memadai untuk menyimpan dan memamerkan benda warisan leluhur tersebut.
Kadisbud Provinsi Bali, I Gede Arya Sugiartha. –SURYADI
Mantan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini mengungkapkan, Pemprov Bali memiliki Museum Bali namun dengan ruang yang masih sangat terbatas. “Kita tempat belum ada,” ujar Arya Sugiartha. Pada tahun 2023 lalu, satu keris yang dijarah tentara Belanda saat Puputan Klungkung (1908) juga telah dipulangkan ke Indonesia, namun masih tersimpan rapi di MNI. Kedatangn keris tersebut bersama sejumlah lukisan para seniman dari Komunitas Pita Maha Ubud.
Untuk lukisan-lukusan tersebut, Pemprov Bali telah mengajukan permintaan pemulangan ke Bali.
Lukisan-lukisan dari seniman Walter Spies dan Rudolf Bonnet yang merupakan pendiri Komunitas Pita Maha, rencananya akan disimpan di Museum Puri Lukisan yang didirikan oleh komunitas tersebut tahun 1956. “Tapi sampai sekarang kita belum mendapat jawaban,” ungkap Arya Sugiartha. Repatriasi artefak yang disimpan Belanda ini merupakan bagian dari kerja sama kebudayaan Indonesia dan Belanda yang diinisiasi melalui Nota Kesepahaman (MoU) pada tahun 2017. Dengan tujuan tidak hanya memulangkan artefak-artefak penting, tetapi juga memperdalam pemahaman mengenai sejarah peradaban Nusantara.
Kepulangan koleksi hasil repatriasi akan menjadi bagian dari salah satu program utama MNI Buka Kembali, Pameran Repatriasi. Pameran ini tidak hanya menjadi kesempatan untuk melihat langsung artefak-artefak bersejarah yang telah kembali ke Tanah Air tetapi juga menjadi ajang pembelajaran dan apresiasi terhadap perjuangan dan kerja keras Indonesia dalam memulihkan warisan budaya. "Kepulangan benda-benda cagar budaya ini dan penyajiannya pada Pameran Repatriasi dan tata pamer MNI nantinya akan memberikan kesempatan bagi publik untuk mempelajari sejarah dan nilai-nilai penting dari warisan budaya sebagai bagian dari penguatan karakter bangsa untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.
Beberapa koleksi Repatriasi 2024 yang akan turut dipamerkan pada Pameran Repatriasi pertama antara lain adalah Arca Bhairawa dan Nandi Candi Singosari dari abad ke-13 Masehi,” ujar Penanggung Jawab Unit Museum Nasional Indonesia, Ni Luh Putu Chandra Dewi.
Untuk diketahui Pemerintah Belanda memulangkan 288 benda bersejarah yang dulu dijarah dari wilayah Nusantara di masa kolonial. Sebagian benda-benda itu diyakini peninggalan Kerajaan Singasari (Malang, Jawa Timur) dan Kerajaan Badung (Bali). Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek, Hilmar Farid, mengatakan pengembalian 288 benda bersejarah itu adalah bagian agenda repatriasi yang telah disetujui melalui kesepakatan pemerintah Indonesia dan Belanda pada 2017.
Nantinya seluruh koleksi itu akan dikelola oleh Indonesia Heritage Agency dan dipamerkan kepada publik di Museum Nasional Indonesia (MNI) pada 15 Oktober 2024. Beberapa artefak hasil repatriasi meliputi berbagai benda dari koleksi perang Puputan Badung yang diambil selama intervensi Belanda di Bali pada tahun 1906. Untuk benda bersejarah dari Kerajaan Badung dan puri di Tabanan, berupa koin emas, berbagai macam perhiasan, keris, hingga daun pintu gerbang Puri Tabanan. Hilmar Farid mengatakan Kesepakatan pengembalian ratusan koleksi itu diawali kerja sama intensif antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda. Dua negara disebutnya juga sudah menggelar studi provenans (meneliti sumber atau asal-usul kepemilikan temuan arkeologi) yang mendalam untuk memastikan keaslian dan asal-usul setiap benda.
Hilmar menekankan pentingnya upaya tersebut dalam pemulihan dan pelestarian identitas nasional. "Pengembalian ini adalah bagian dari agenda repatriasi yang telah disetujui melalui nota kesepahaman atau (MoU) yang ditandatangani oleh kedua negara pada tahun 2017," ucapnya dalam keterangan resmi seperti dilansir Antara.
Ia melanjutkan, proses tersebut diawali dengan penandatanganan kesepakatan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda Eppo Egbert Willem Bruins di Wereldmuseum, Amsterdam, yang juga dihadiri oleh Duta Besar RI untuk Belanda, Mayerfas. Kemendikbudristek telah menyusun serangkaian program khusus sebagai komitmen repatriasi, mencakup konservasi dan penelitian berkelanjutan yang akan dilakukan oleh para ahli. 7 a
1
Komentar