Jokowi Belum Bisa Penuhi Kebutuhan Lapangan Kerja RI
JAKARTA, NusaBali - Dalam sepuluh tahun kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah banyak berkontribusi terhadap kemajuan perekonomian Indonesia, termasuk dengan mencetak lapangan pekerjaan baru.
Meski begitu, Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Perekonomian Edy Priyono mengatakan jumlah lapangan pekerjaan yang berhasil dicetak pemerintahan Jokowi masih belum cukup memenuhi kebutuhan lapangan kerja masyarakat.
Ia mengatakan selama Jokowi menjabat sebagai presiden, rata-rata hanya tercipta 2 juta lapangan pekerjaan per tahun. Padahal angka angkatan kerja baru di Indonesia setiap tahun rata-rata mencapai 2,5 juta orang. Ada defisit antara lapangan kerja dengan pencari kerja.
"Ini juga terkait dengan apa yang terjadi di pasar kerja. Lapangan kerja yang tercipta setiap tahun hanya sekitar 2 juta, itu tidak cukup, benar. Karena jumlah angkatan kerja baru di kita itu rata-rata setiap tahun 2,5 juta," jelas Edy dalam seminar 'Evaluasi Satu Dekade Pemerintahan Jokowi', seperti dilansir detikcom, Kamis (3/10).
Artinya setiap tahun, Indonesia kelebihan sekitar 500 ribu orang. Walaupun menurut Edy, kondisi ini dapat menciptakan berbagai masalah baru, namun uniknya kelebihan jumlah tenaga kerja baru tiap tahun ini tidak lantas membuat jumlah pengangguran di Indonesia meningkat.
Sebab menurutnya banyak pekerja yang tidak berhasil mendapat lapangan kerja di sektor formal, beralih ke sektor informal. Semisal membuka usaha kecil-kecilan (UMKM), menjadi pekerja lepas/freelance, hingga menjadi pekerja keluarga yang tidak dibayar (unpaid family worker).
Secara rinci dalam data yang dipaparkan Edy, untuk penyerapan tenaga kerja pada periode pertama pemerintahan Jokowi (2014-2019) masih didominasi oleh pekerja formal sebanyak 11,23 juta orang dan di sektor informal sebanyak 4,48 juta.
Namun memasuki periode kedua (2019-2023) jumlah serapan tenaga kerja di RI malah didominasi pekerja informal. Dalam hal ini penyerapan tenaga kerja formal hanya sebesar 3,66 juta orang dan tenaga kerja informal sebesar 12,18 juta orang.
"Jadi setiap tahun tuh ada 2,5 juta (orang) pencari kerja baru. Jadi kalau kita tidak menghasilkan lapangan kerja baru di atas itu, akan ada masalah," tegasnya.
"Masalah di Indonesia itu tidak hanya atau tidak selalu tercermin di dalam angka pengangguran. Karena kalau angka pengangguran kita baik-baik saja, tapi lebih tercermin di sini, yaitu dominasi sektor informal," jelas Edy lagi.
Edy memaparkan tingginya serapan tenaga kerja informal yang kian mendominasi hingga hampir 60% dari total pasar tenaga kerja Indonesia ini juga bisa menjadi masalah baru. Terlebih jika dilihat dari sisi kesejahteraan para pekerja.
Sebab menurutnya rata-rata pendapatan para pekerja informal di Indonesia masih sangat rendah, yakni hanya Rp 1,7 juta per bulan. Mengingat mayoritas pekerja RI ini didominasi oleh pekerja sektor informal, artinya banyak pekerja masih memiliki pendapatan yang sangat kecil.
"Sekitar 60% dari pekerja kita saat ini adalah pekerja di sektor informal dengan penghasilan sangat terbatas, rata-rata ya. Memang ada pekerja informal yang sejahtera ya ada," ucapnya.
"Kita terlalu besar, 60% dari pekerja kita adalah pekerja informal dengan rata-rata penghasilan hanya Rp 1,7 juta per bulan dan ini memang masalah," terang Edy lagi.*
1
Komentar