Pemimpin Hebat
MEREKA yang berniat jadi pemimpin, siapa pun, pasti ingin jadi pemimpin hebat, lain dibanding yang lain.
Perhatikanlah kampanye pilkada belakangan ini, membuat kita acap terkesiap oleh pidato-pidato calon-calon pemimpin itu. Banyak hal yang bagi kita sulit tercapai, mereka berteriak itu bisa gampang terjadi. Para calon pemimpin itu sangat mudah bicara akan mensejahterakan rakyat. Sementara para pendengarnya bingung, mensejahterakan rakyat itu kerja yang bukan main sulit.
Pemimpin hebat itu memang ada, hadir dalam sejarah. Siapakah mereka? Soekarno? Hitler? Napoleon? Jengis Khan? Atau Abraham Lincoln yang menghapus perbudakan?
Apa yang menjadikan mereka disebut pemimpin hebat? Keberanian, atau kesanggupan menyatukan yang tercerai berai seperti Soekarno? Atau seperti Jengis Khan yang berani dan beringas menaklukkan bangsa-bangsa di Asia?
Ken Arok, ya Ken Arok, pendiri Singasari, yang kemudian menurunkan raja-raja Majapahit, apakah pemimpin hebat dan berani? Dia dikenal suka menjarah, dan membagikan hasil rampokannya buat rakyat miskin, seperti Robin Hood. Arok itu preman, suka berjudi, tidak diketahui ayah ibunya, akhirnya dijadikan anak pungut dan dirawat oleh Bango Samparan.
Sejarah juga mengenal Douglas MacArthur, yang membuat Jepang menyerah tanpa syarat dalam Perang Dunia II. Dia dikenal pemimpin hebat menggunakan akal dan strategi. Dia hebat karena otaknya cemerlang, tidak mengandalkan otot seperti Jengis Khan yang badannya kekar, padat, dan lengannya kuat mengayunkan klewang membasmi musuh-musuh, membuka tanah jajahan.
Dan di masa-masa kampanye pilkada ini, pemimpin hebat seperti apa yang diinginkan rakyat? Ada calon pemimpin yang suka mengumbar janji muluk, ke mana-mana menyodorkan kesanggupan untuk berbuat, memberi harapan, dan kesediaan berkorban. Seakan kepastian hidup, kesejahteraan, ada pada seluruh ucapan itu. Orang-orang menelisik, dan berbincang-bincang, apakah janji-janji kampanye itu bisa terwujud? Atau cuma omong-omong renyah, dan realisasi urusan lain, masalah nanti. Yang penting terpilih dan menang dulu.
Pemimpin hebat itu memang menyodorkan harapan, tapi bukan janji, melainkan ajakan. Si calon pemimpin menyodorkan apa sepantasnya kita lakukan untuk mewujudkan keinginan-keinginan itu. Dan hasrat itu hendaklah menjadi keinginan bareng, digeber penuh semangat. Gas pol.
Sebelum proklamasi Soekarno pernah melontarkan pemikiran buat rakyat Indonesia, tentang kemerdekaan itu bukan janji, tapi perjuangan. Kesejahteraan itu bukan hadiah, tidak turun karena janji-janji dilontarkan, tapi harus direbut.
Soekarno berujar, kemerdekaan itu adalah jembatan emas menuju kemakmuran. Dia mengajak, tidak menjanjikan, jika mau hidup makmur, kita harus merdeka. Dia tidak mengutarakan kemerdekaan itu hadiah, bukan buah tangan atau oleh-oleh, tapi sebuah pendapatan yang diperoleh dengan berjuang. Soekarno sadar dia tak hendak menyodorkan janji, tapi mengajak bangsanya untuk berjuang. Kalau berhasil kita akan memperoleh sebuah jembatan emas. Betapa menggiurkan ajakan ini.
Dari poster-poster, sekian baliho yang dipajang menjelang puncak pilkada, bisa jadi kita bertanya-tanya, apakah gambar-gambar itu memuat janji-janji atau ajakan? Apakah poster-poster itu cuma memajang calon pemimpin yang berbadan kekar, atau yang sumringah penuh percaya diri untuk masa depan yang gemilang? Banyak orang berkomentar, baliho dan pidato kampanye itu tidak berisi ajakan untuk merebut peluang masa depan sejahtera. Lebih banyak berisi janji bagi-bagi.
Jika tidak ada ajakan yang menggugah visi ke masa depan, dapatkah kita mengatakan bahwa calon-calon pemimpin kita adalah tokoh-tokoh hebat? Bisa jadi mereka sedang memusatkan kehebatan-kehebatan untuk menjadi pemenang, mengalahkan pesaing, sehingga rencana-rencana bersama rakyat ke masa depan tidak begitu penting. Yang utama adalah menang dulu, kalahkan pesaing dulu. Kerja memenuhi hasrat rakyat itu urusan belakang.
Pemimpin hebat memang pemimpin yang gemilang mengalahkan pesaing, apalagi mengalahkan dengan telak. Tapi dia juga sosok cemerlang memenuhi hatapan yang dia pimpin. Maka dia pemimpin hebat jika suka mendengar pendapat rakyatnya.
Kekuasaan sering menjadikan seseorang semau gue, tidak sudi mendengar pendapat rakyat. Banyak pemimpin yang runtuh karena abai pada pendapat mereka yang dia pimpin. Kita berharap pemimpin nanti adalah dia yang menjadikan pendapat dan kemauan publik sebagai acuan terpenting.
Begitulah pemimpin hebat. 7
1
Komentar