MUTIARA WEDA: Jika Perang Dunia III Terjadi?
Sukhaduḥkhe same kṛtvā lābhālābhau jayājayau, Tato yudhyasva bairārthaṃ tat praṇiṣṭhā tavāstu me. (Bhagavad Gita 2.48)
Menjaga keseimbangan dalam suka dan duka, dalam keuntungan dan kerugian, serta dalam kemenangan dan kekalahan. Oleh karena itu, bertarunglah, wahai Arjuna, untuk tujuan yang benar; semoga keteguhanmu tetap ada padaku.
Perang Ukraina di wilayah Eropa dan Israel di Timur Tengah sedang berlangsung saat ini. Bahkan disinyalir, jika Israel membalas serangan Iran dengan menargetkan instalasi nuklirnya, perang dunia III bisa terjadi. Dan, jika benar terjadi, potensi penggunaan senjata nuklir sangat besar. Bahayanya tentu bisa dibayangkan. Negara yang terlibat maupun yang tidak akan merasakan dampaknya. Kehancuran dalam skala besar akan terjadi. Bahkan, kepunahan pun sangat memungkinkan. Lalu, jikalau perang dunia III mesti terjadi, dan kehancuran sudah pasti di depan mata, apa yang mesti disiapkan? Menurut Krishna, bukan bunker atau persembunyian yang disiapkan.
Yang perlu disiapkan adalah mental yang seimbang. Seimbang seperti apa? Yang tidak terguncang dalam suka dan duka, yang tidak mencemaskan keuntungan dan kerugian. Oleh karena perang, keseimbangan mental dalam hal kemenangan dan kekalahan juga penting. Orang yang stabil tidak akan memikirkan apakah perangnya akan menang atau kalah. Mempersiapkan strategi sebaik-baiknya sangat penting, tetapi seperti apa hasilnya tidak menjadi persoalan. Menang dan kalah adalah bagian dari perang. Bahkan, dalam hal korban, tidak ada yang menang. Keduanya akan hancur. Orang yang stabil melihat peperangan sebagai sebuah dharma. Membunuh atau terbunuh adalah bagian dari dharmanya perang. Menang dan kalah adalah konsekuensinya.
Jika kehancuran harus terjadi, hanya mental yang perlu disiapkan, tidak bisa yang lain. Perang nuklir memiliki daya destruktif yang besar. Tidak ada tempat persembunyian yang aman. Kehancuran harus diterima dengan senang hati. Kehancuran harus dirangkul seperti halnya memeluk cinta. Bahkan dalam Hindu sejak awal diajarkan bahwa apapun yang diciptakan akan dipelihara dan kemudian dihancurkan kembali ke bentuk semula. Persoalannya adalah, bagaimana caranya agar mental kita seimbang? Inilah persoalan abadi manusia. Setiap orang pasti menginginkan mentalnya seimbang, sebab kebahagiaan muncul dari mental yang seimbang.
Setiap orang ingin bahagia, tetapi tidak semua memperolehnya. Oleh karena semua orang menginginkan, mereka semua pun berusaha mewujudkannya. Apapun yang dilakukan manusia secara prinsip adalah untuk mewujukan kehidupan yang bahagia. Artinya, mental seimbang. Mereka bekerja keras banting tulang untuk tujuan itu. Mencari berbagai kesenangan untuk tujuan itu. Berpikir dan bekerja untuk menjadi kaya juga tujuannya untuk itu. Berpendidikan tinggi pun tujuannya untuk itu. Namun, jika diteliti secara seksama, semua itu tidak membuat mental orang menjadi seimbang. Bahkan kekayaan, kepintaran, kemenangan, dan apapun capaian yang telah diperoleh tidak serta merta menjadikan mentalnya seimbang. Sangat sedikit sekali yang punya akses padanya. Sebagian besar orang gagal menyeimbangkan mentalnya.
Lalu, apakah tidak ada harapan agar mental kita seimbang? Tentu ada. Dan inilah yang diajarkan oleh Krishna kepada Arjuna di tengah medan perang. Memang jalan yang harus dilalui tidak mudah. Belum lagi orang tidak tertarik dengan jalan ini. Semasih orang ada harapan dari usahanya, metode ini akan dihindari. Kalaupun dari awal orang diajarkan, mereka hanya mampu menggunakannya untuk kepentingan perolehan dari upaya-upayanya itu. Sebelum akhirnya orang tidak punya harapan lagi, metode ini baru berfungsi dengan efektif. Ketika semua usaha sia-sia, ketika semua jalan buntu, ketika semua harapan menjadi kosong, maka jalan ini menjadi terang benderang.
Jalan apa itu? Jalan spiritual. Jalan ini tidak mudah diajarkan dan, bahkan tidak bisa diajarkan. Jalan spiritual hanya untuk mereka yang tidak lagi menemukan harapan. Saat kekayaan tidak lagi berfungsi, saat kemenangan tidak lagi berguna, saat kekuasaan tidak lagi membanggakan, hanya jalan spiritual satu-satunya yang tersisa. Namun, untuk mempersiapkan mental yang seimbang, hanya jalan ini yang memungkinkan. Jika tidak bisa sekarang, mungkin nanti setelah terjadi perang, kesiapan itu datang. Jika tidak, kita akan binasa tanpa persiapan.7
I Gede Suwantana
Direktur Bali Vedanta Institute
1
Komentar