Kisah Warga Tampaksiring Terjebak di Lebanon, Pulang dengan Trauma Dentuman Bom
GIANYAR, NusaBali.com - Ni Kadek Sriari, 21 tahun, warga Banjar Belusung Kaja, Desa Pejeng Kaja, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, kini bisa bernafas lega setelah berhasil pulang dengan selamat ke kampung halamannya. Sri, yang akrab disapa Dek Sri, adalah salah satu dari tiga warga Bali yang dievakuasi dari Lebanon di tengah konflik yang semakin mencekam di wilayah tersebut.
Setelah hampir dua tahun bekerja sebagai spa terapis di Beirut, ibu kota Lebanon, Dek Sri akhirnya bisa kembali ke keluarganya di Gianyar, Selasa (8/10/2024) malam. Meski bersyukur telah kembali dengan selamat, Dek Sri mengaku masih trauma dengan pengalaman mengerikan yang ia hadapi di sana.
“Meskipun saya tidak berada di tengah-tengah titik konflik, saya pernah melihat orang-orang bersenjata saling tembak-menembak. Jantung saya seperti mau copot,” ujar Dek Sri saat ditemui NusaBali di rumahnya, Rabu (9/10/2024) pagi.
Suasana di Lebanon semakin mencekam, terutama setelah ledakan bom yang beberapa kali terdengar di dekat tempat kerjanya. Meski bosnya di spa sempat menganggap bahwa situasi tersebut "sudah biasa," bagi Dek Sri yang baru pertama kali mendengar ledakan, kondisi itu terasa sangat menakutkan.
“Bos bilang perang itu biasa di sana, tapi saya tidak tahan. Saya sudah melaporkan keinginan untuk pulang berkali-kali, tetapi kontrak kerja dua tahun membuat saya sulit keluar dari situasi itu,” ungkapnya.
Dengan keberanian yang akhirnya terkumpul, Dek Sri bersama dua rekan sesama pekerja migran asal Buleleng, Bali, melapor ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Lebanon, meminta bantuan untuk pulang. Setelah menunggu dua bulan, pihak KBRI menjemput mereka di Beirut dan memfasilitasi pemulangan mereka ke Tanah Air.
“Saat dijemput KBRI, bos saya tidak bisa berbuat banyak. Akhirnya saya langsung kemas barang-barang untuk pulang, meskipun tidak bisa membawa banyak,” jelasnya.
Dek Sri meninggalkan sebagian barangnya di Lebanon, hanya membawa surat-surat penting, pakaian, dan beberapa stok makanan. Meskipun bekerja selama 1,5 tahun di sana, keinginannya untuk memperbaiki nasib dan membantu keluarga di kampung halaman menjadi dorongan utama.
Setiap bulan, ia rutin mengirim uang untuk membantu keluarganya, terutama ibunya, Ni Wayan Ariani (45), yang bekerja majejaitan, dan ayahnya yang bekerja sebagai buruh bangunan.
“Uang yang saya kirim digunakan untuk membayar hutang dan menata rumah. Belum lama ini kami berhasil memasang batu sikat di halaman rumah, sebelumnya masih tanah dan becek saat hujan,” ucap Dek Sri, mengenang jerih payahnya selama bekerja di negeri orang.
Meski niat awalnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, kondisi di Lebanon yang semakin memburuk membuat Dek Sri merasa tidak nyaman dan terancam. Keputusannya untuk pulang bukanlah hal yang mudah, tetapi akhirnya menjadi pilihan yang paling aman bagi dirinya.
Pemerintah Provinsi Bali turut membantu memfasilitasi kepulangan Dek Sri dan dua warga Bali lainnya yang juga bekerja di Lebanon. Kini, Dek Sri berharap bisa memulai kembali hidupnya di kampung halaman dengan tenang, meski bayang-bayang suara bom masih menghantuinya.
"Yang terpenting saya sudah selamat, bisa kembali bersama keluarga. Semoga ke depan situasinya lebih baik," tutupnya. *nvi
1
Komentar