Warga Banyak Merantau, Terpaksa Datangkan Buruh Petik dari Luar Bali
Petani Cengkeh Desa Bengkel Kesulitan Cari Buruh Petik
SINGARAJA, NusaBali - Petani cengkeh di beberapa wilayah di Buleleng termasuk di Desa Bengkel, Kecamatan Busungbiu, kini sedang musim panen.
Kondisi ini seharusnya menjadikan para petani mendapat hasil yang melimpah. Namun, mereka dihadapkan dengan kesulitan mencari buruh petik. Selain karena memang sedang panen raya, para penduduk usia produktif di Desa Bengkel kebanyakan merantau keluar daerah.
Tak ayal, para petani harus memutar otak, dengan cara mendatangkan buruh petik dari pulau Jawa. Tentu, hal ini berakibat pada ongkos membengkak. Sebab, buruh ini harus menginap beberapa hari dan para petani harus menyediakan tempat tinggal. Kondisi itu diperparah dengan harga cengkeh sekarang yang cenderung menurun.
Persoalan buruh petik disampaikan langsung oleh Perbekel Desa Bengkel, Putu Artana. Kata dia, beberapa wilayah di Buleleng memang sedang musim panen cengkeh. “Sekarang bisa dibilang panen serentak di beberapa wilayah di Busungbiu, Banyuatis, juga di Jembrana. Karena serentak sehingga buruh petik agak susah. Apalagi sekarang tukang peting lokal sudah sedikit sekali,” ujar Artana Minggu (13/10).
Dengan kondisi itu, para petani pun mencari buruh petik hingga ke Pulau Jawa. Ia melanjutkan, para petani cengkeh di Bengkel mendatangkan buruh cengkeh bervariasi tergantung jumlah lahan yang dimiliki. Para buruh petik dari luar Bali ini bahkan ada sampai menginap beberapa hari. Mereka membangun tenda di sekitaran lahan cengkeh.
Pihak desa tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah buruh petik yang sudah datang dari awal panen hingga sekarang. Sebab, para petani tidak melaporkan. Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, Pemerintah Desa pun sekarang memerintahkan Kelian Dusun untuk mendata beberapa jumlah buruh petik Cengkeh yang akan didatangkan dari luar Bali.
“Laporan yang kami terima hanya beberapa petani saja. Ada yang datang dari Ciamis 50 orang, dari Subang 10 orang ada juga dari Banyuwangi 10 orang. Kami di desa akan pantau lagi, agar tidak terjadi hal-hal tidak diinginkan,” lanjut dia.
Artana menyebut, kekurangan buruh petik cengkeh memang sudah terjadi pada panen tahun-tahun sebelumnya. Hal itu disebabkan lantaran para usia produktif kebanyakan merantau menjadi PMI dan juga keluar daerah. “Karena begitu tamat SMA ada yang menjadi pekerja wisata di Badung dan pekerja migran. Ini yang menyebabkan sulit mencari buruh petik. Kan tidak mungkin yang usia 50 tahun panjat pohon puluhan meter,” katanya.
Di Desa Bengkel sendiri, diakuinya memang memiliki penduduk kebanyakan bekerja sebagai petani. Selain cengkeh, juga ada durian dan padi. Di lahan itu, kebanyakan digarap orang warga yang usianya di atas 50 tahun ke atas. Pihak desa pun khawatir, jika kondisi ini terus berlanjut, dan para warga usia produktif banyak merantau, lahan-lahan pertanian di Desa Bengkel tidak akan ada yang menggarap.
"Yang kami takutkan, 10 tahun lagi lahan pertanian di desa tidak ada yang garap. Karena generasi muda sudah keluar desa. Yang sekarang tinggal yang usia 50 tahun ke atas saja," ungkapnya.
Pemerintah desa pun berharap, ada perhatian dari pemerintah kabupaten, khususnya terhadap para petani. Bila perlu diberikan insentif kepada petani-petani muda agar mereka semangat dan tidak keluar untuk mencari kerja. “Potensi di desa Bengkel itu pertanian. Kami berharap pemerintah bisa memperhatikan kondisi para petani kami,” harapannya.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng, Gede Melandrat mengakui jika para petani cengkeh di Buleleng kekurangan buruh petik. Kata dia, kondisi itu sudah terjadi sejak 10 tahun belakangan. Hal itu disebabkan, karena kurangnya minat generasi muda yang mau melanjutkan untuk menjadi buruh petik cengkeh.
Dengan pendidikan saat ini, generasi muda memilih untuk melanjutkan pendidikannya. “Saat ini generasi di atas 17 tahun sudah melanjutkan sekolah. Pekerjaan (petik cengkeh) ini cukup berat,”kata Melandrat.
Kurangnya buruh petik juga diakibatkan karena pekerjaan yang berat. Buruh harus memanjat pohon cengkeh yang memiliki ketinggian 15 hingga 17 meter. Sehingga untuk memaksimalkan panen, sejumlah pengusaha harus mendatangkan buruh dari Jawa. “Karena anak milenial ini nggak mungkin jadi buruh. Ini akan jadi kendala sampai beberapa tahun kedepan,” akunya.7 mzk
1
Komentar