Viral De Gadjah Bagi-Bagi Uang di Pura, Cek Faktanya!
SEMARAPURA, NusaBali.com - Sebuah video yang menunjukkan calon gubernur Bali, Made Muliawan Arya alias De Gadjah, membagi-bagikan uang di sebuah pura menjadi viral dan menuai sorotan. Video tersebut dinarasikan secara negatif, seolah-olah aksi tersebut merupakan bagian dari politik uang menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Namun, setelah ditelusuri, fakta sebenarnya berbeda dari yang beredar.
Video yang memperlihatkan De Gadjah tengah membagikan uang itu ternyata diambil saat prosesi adat yang disebut Mapedanan di Pura Batu Medawu, Nusa Penida, pada Karya Ngusaba Dini Jagat Nusa yang dilaksanakan bertepatan dengan Purnama Kapat, Kamis (17/10/2024). De Gadjah hadir dalam kapasitas sebagai tokoh yang diundang dan diberi kehormatan untuk mengikuti prosesi tersebut.
Mangku Mudana Budhana, pemangku di Nusa Penida, memberikan klarifikasi terkait video tersebut. Ia menjelaskan bahwa tradisi Mapedanan merupakan bagian dari rangkaian upacara besar yang dikenal sebagai Karya Ngusaba Dini Jagat Nusa.
"Dalam upacara ini, dilakukan persembahyangan terhadap Ida Bhatara-Bhatari Sajebag Jagat Nusa Penida, dan Kahyangan Tiga. Upacara ini juga merupakan bagian dari prosesi Pedudusan Agung yang diakhiri dengan Mapedanan," jelasnya, Sabtu (19/10/2024).
Menurut Mangku Mudana, Mapedanan memiliki makna sebagai bentuk sedekah atau berbagi rezeki kepada umat yang telah lama ngayah atau mengabdi. Tradisi ini biasanya dilakukan dengan melemparkan uang ke arah umat sebagai simbol pemberian berkah dan pahala.
"Mapedanan dimaknai sebagai ungkapan syukur dan berbagi rezeki. Uang yang dilempar-lempar bukan sembarang, melainkan untuk orang yang sudah lama ngayah," tambahnya.
Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama dan biasanya diadakan saat ada upacara besar seperti Pedudusan Agung. Di masa lalu, Mapedanan dilakukan oleh raja atau pemuka adat yang memiliki kekayaan, sebagai bentuk berbagi berkah.
"Momentum Mapedanan menekankan kegembiraan, baik skala maupun niskala. Hal ini menandakan bahwa upacara berlangsung dengan lancar dan tanpa hambatan, serta kehadiran Ida Bhatara-Bhatari menyaksikan jalannya upacara," tegas Mangku Mudana.
Mapedanan kerap dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat dan pejabat di Bali, termasuk para pemuka adat. Kehadiran mereka bukan untuk tujuan politik, melainkan untuk menjaga dan melestarikan tradisi yang telah turun-temurun. Tradisi ini menjadi simbol kegembiraan dan rasa syukur atas keberhasilan pelaksanaan upacara untuk Ida Bhatara-Bhatari.
Dengan penjelasan ini, diharapkan masyarakat dapat memahami bahwa tradisi Mapedanan bukanlah praktik politik uang, melainkan bagian dari kebudayaan dan upacara keagamaan yang memiliki makna mendalam bagi umat Hindu di Bali.
1
Komentar