Karya Agung Ngenteg Linggih di Panti Sri Karang Buncing, Bangli: Tradisi Suci yang Kembali Dihidupkan Setelah 60 Tahun
BANGLI, NusaBali.com – Pura Panti Sri Karang Buncing, Guliang Kawan, Kabupaten Bangli, menyelenggarakan rangkaian karya suci Ngenteg Linggih, Mamungkah, Mapadudusan Alit, Wraspati Kalpa Agung, dan Mupuk Padagingan yang berlangsung sejak 17 September hingga 20 Oktober 2024. Kegiatan ini merupakan pertama kalinya diadakan kembali setelah sekitar 60 tahun, membawa kebahagiaan dan harapan bagi para pemangku adat serta keluarga besar yang menyungsung pura ini.
Prosesi dimulai dengan upacara Nuasen Karya dan Matur Piuning pada 17 September, diikuti berbagai tahapan upacara lainnya, termasuk Melaspas Uparengga pada 7 Oktober dan Nunas Tirta pada 8 Oktober. Puncak karya jatuh pada hari Rabu, 16 Oktober 2024, bertepatan dengan Buda Umanis Medangsia, dipimpin oleh Ida Pandita Dukuh Acharya Dhaksa dan Ida Budha Celagi. Rangkaian upacara berlanjut dengan penganyar pada 17-18 Oktober dan ditutup dengan Nyegara Gunung pada 20 Oktober.
I Wayan Budi Artha, salah satu perti sentana atau pengempon pura, menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari piodalan besar di bulan Oktober, yang juga bertepatan dengan purnama kapat.
“Kami sangat bersyukur bisa menyelenggarakan upacara ini, apalagi setelah sekitar 50-60 tahun tidak pernah diadakan. Ini adalah karya utama yang kami lakukan dengan tingkat Yadnya yang tinggi, menggunakan sarana upakara kambing,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa persiapan untuk acara ini telah berlangsung sekitar enam bulan sebelum puncak karya, termasuk renovasi dan pembangunan pelinggih baru di pura. Anggaran yang dikeluarkan untuk seluruh rangkaian acara ini mencapai sekitar Rp250-300 juta, yang bersumber dari sumbangan keluarga besar yang menyungsung pura.
“Kami berharap seluruh rangkaian upacara dapat berjalan lancar, baik secara skala maupun niskala, tanpa hambatan. Karya ini menjadi momen penting bagi keluarga besar kami untuk kembali menjalankan yadnya dengan penuh keikhlasan,” tambah Wayan Budi Artha.
Adapun pada 15 Oktober, Melaspas dan Melasti dilakukan dengan mengalihkan lokasi pakelem dari Watu Klotok ke Pantai Goa Lawah di Klungkung karena pertimbangan tertentu. Upacara ini diharapkan tidak hanya menjadi ajang ritual, tetapi juga untuk mempererat hubungan kekeluargaan dan menjaga tradisi leluhur yang telah lama tidak dilakukan.
Tradisi piodalan di Pura Panti Sri Karang Buncing dilaksanakan setiap enam bulan sekali, tepatnya pada Buda Umanis Medangsia menurut kalender Bali. Rangkaian upacara kali ini diharapkan menjadi awal baru dalam melestarikan nilai-nilai budaya dan agama bagi generasi penerus. *m03
1
Komentar