Peneliti Sebut Kenaikan Harga Rokok Pengaruhi Perilaku Konsumen
MANGUPURA, NusaBali.com - Para peneliti IDF (Indonesian Development Foundation) melakukan penelitian untuk memahami perilaku dan pengambilan keputusan konsumen terkait combustible cigarettes/rokok tradisional (CC), electric cigarettes/rokok elektrik (EC), dan keinginan berhenti merokok. Hasil penelitian menunjukkan variable harga berpotensi besar memengaruhi perilaku merokok di Indonesia.
Studi ini mengeksplorasi pilihan yang dibuat perokok ketika dihadapkan dengan beberapa pilihan jenis rokok berdasarkan kandungan nikotin, pesan peringatan dampak merokok, harga rokok, dan rasa/ aroma dalam mempengaruhi keputusan mereka, serta bagaimana kebijakan-kebijakan yang ada dapat memengaruhi pemilihan jenis rokok.
“Hasil estimasi menunjukkan bahwa harga rokok memiliki efek negatif yang signifikan terhadap pilihan merokok, baik CC maupun EC. Ketika harga CC naik, lebih sedikit responden yang memilih rokok tradisional (CC). Hal yang sama juga terjadi pada EC, ketika harga EC naik, maka lebih sedikit individu yang memilih rokok elektrik (EC),” ujar Managing Director IDF Harris Siagian dalam acara International Research Forum 2024, di Kuta Selatan, Badung, Senin (21/10/2024).
Studi ini menggunakan teknik analisis data Linear Probability Model (LPM), Logistic Regression, dan Macfadden's Conditional Logit Regression. Pengumpulan data dilakukan melalui survei yang melibatkan 627 responden di seluruh Indonesia, dengan mayoritas adalah laki-laki (89,5%) dalam kelompok usia 25-39 tahun (59,5%). Sebagian besar responden merokok setiap hari (79,3%), dan lebih dari setengahnya mempertimbangkan untuk berhenti dalam enam bulan ke depan (58,1%).
Rata-rata responden mengonsumsi rokok electric (vape) dalam 12 hari pada satu bulan terakhir. Lebih dari setengah responden memiliki gelar sarjana (51,4%), sebanyak 64,3% bekerja penuh waktu, dan 80,1% responden tinggal di daerah perkotaan.
Harris mengatakan, meskipun mampu memengaruhi perilaku perokok, skema kebijakan harga, khususnya dengan meningkatkan harga baik pada CC maupun EC juga berpotensi menghasilkan ekternalitas negatif berupa peningkatan peredaran produk tembakau ilegal.
Untuk itu, langkah-langkah komprehensif seperti kampanye pendidikan publik, program penghentian merokok, pembatasan iklan, dan kebijakan bebas rokok juga perlu diintensifkan.
“Intervensi kebijakan pemerintah melalui pembatasan variasi rasa/aroma CC dan EC seperti rasa buah dan permen bagi konsumen remaja sangat penting dilakukan untuk mencegah inisiasi remaja dalam merokok,” kata kata Harris.
Di sisi lain, berdasarkan hasil analisis, EC justru dapat menjadi bagian dari strategi Produk Pengurangan Bahaya Tembakau (Tobacco Harm Reduction Products, THRP) dengan membuatnya secara finansial lebih menarik dibandingkan rokok CC. Hal ini dapat mendorong perokok untuk beralih ke EC atau pada akhirnya akan berhenti merokok.
Anggota tim peneliti IDF Felix Handoyo mengungkapkan beralih dari CC ke EC dapat membantu mengurangi risiko kesehatan bagi perokok dewasa aktif dan dianggap lebih efektif daripada terapi penggantian nikotin untuk berhenti merokok.
Ia menegaskan, EC memiliki dampak kesehatan yang tidak lebih baik dari CC. Namun sejalan dengan berbagai penelitian yang menyebutkan bahwa beralih dari CC ke EC dapat membantu mengurangi risiko kesehatan yang diakibatkan TAR pada CC.
Dalam konteks perokok Indonesia, mendorong terjadinya peralihan ke produk dengan tingkat risiko kesehatan yang lebih kecil atau bahkan mendorong mereka untuk berhenti merokok sangatlah penting. Sebab Indonesia tergolong negara yang memiliki angka kematian tinggi yang disebabkan oleh tembakau (132 hingga < 200 per 100.000 penduduk) dan Disability-Adjusted Life Years (DALY) (3600 hingga <5.000 per 100.000 penduduk).
“Perubahan konsumsi CC ke EC dapat menjadi media bagi perokok secara bertahap untuk berhenti merokok atau mengurangi prevalensi merokok yang akhirnya dapat meminimalkan risiko kesehatan,” jelas Felix.
1
Komentar