Ujian Nasional Dihapus, Guru Besar Undiksha Saran Ada Ujian Regional
Ujian Nasional
Ujian Sekolah
Prof Gede Rasben Dantes
Undiksha
Ujian Regional
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
Abdul Muti
SINGARAJA, NusaBali.com - Guru Besar Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Prof Dr Gede Rasben Dantes ST MTI setuju Ujian Nasional (UN) tidak jadi penentu kelulusan. Namun, ia sangat menyayangkan ketika UN benar-benar dihilangkan dari sistem pendidikan RI.
Seperti yang diketahui, UN sudah tidak berlaku sebagai penentu kelulusan dan ditiadakan pelaksanaanya sejak tahun 2021. UN lantas diganti dengan asesmen bentuk lain seperti asesmen kompetensi minimum, survei karakter, dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).
Untuk itu, Prof Rasben menyarankan agar secara regional di Provinsi Bali terdapat sistem asesmen akademik seperti UN. Mengapa? Hal ini berkaitan dengan masa depan kualitas pendidikan dan SDM di Pulau Dewata.
Saran ini disampaikan Prof Rasben dalam konteks sebagai panelis di acara Uji Publik Calon Pemimpin Den Bukit (Pilbup Buleleng) yang digelar Undiksha, Sabtu (19/10/2024) lalu di Auditorium Balingkang Confucius Institute Undiksha.
“Sekarang yang sibuk mencari sekolah itu orangtua. Jadi, mereka berusaha menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah favorit padahal belum tentu anak mereka memiliki kemampuan untuk berada di sana,” jelas akademisi jebolan Institut Teknologi Bandung ini.
Fenomena ini juga bercampur sistem zonasi yang masih karut marut. Namun, Prof Rasben juga tidak keberatan dengan sistem zonasi yang sejatinya mengadopsi sistem distrik di Amerika Serikat (AS). Di mana, calon siswa itu sebaiknya bersekolah di daerah tinggal mereka.
Akan tetapi, sistem zonasi atau distrik seperti di AS ini belum siap diterapkan di tanah air. Alasannya, sekolah-sekolah di AS itu sudah standar atau kualitasnya mirip-mirip. Berbeda dengan di RI yang masih ada ketimpangan kualitas antara satu sekolah dengan lainnya.
Prof Rasben yang juga Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kerjasama Undiksha ini menuturkan, asesmen seperti UN sejatinya dapat menjadi alat pemetaan kemampuan siswa. Entah mereka lebih kuat secara akademik atau malah skill lain.
“Di Singapura misalnya, mereka punya pakem track untuk anak-anak mereka sekolah. Kalau di hasil UN, skill-nya lebih menonjol daripada akademiknya, anak ini diarahkan ke ITE atau kalau di sini itu SMK, tidak boleh dia masuk ke SMA dan begitu sebaliknya,” beber guru besar jebolan Sandwich Program, Indiana University of Pennsylvania, AS ini.
Kata Prof Rasben, keunggulan asesmen seperti UN adalah keseragaman penilaian. Nilai 9 di SMAN 1 Singaraja, misalkan, akan sama dengan nilai 9 di SMAN 2 Singaraja. Sehingga, siswa dapat mengetahui level akademik mereka ada di mana. Pemerintah juga bisa memetakan kualitas pendidikan.
“Apakah mungkin kita membuat UN dalam standar kabupaten sehingga dari sana bisa dilihat pemetaan anak-anak kita kalau kita berpikir tentang pengembangan SDM? Dan, apakah bisa jika skill-nya yang menonjol, anak-anak diwajibkan masuk SMK, tidak boleh SMA atau sebaliknya?” kata Prof Rasben sebagai panelis. *rat
Untuk itu, Prof Rasben menyarankan agar secara regional di Provinsi Bali terdapat sistem asesmen akademik seperti UN. Mengapa? Hal ini berkaitan dengan masa depan kualitas pendidikan dan SDM di Pulau Dewata.
Saran ini disampaikan Prof Rasben dalam konteks sebagai panelis di acara Uji Publik Calon Pemimpin Den Bukit (Pilbup Buleleng) yang digelar Undiksha, Sabtu (19/10/2024) lalu di Auditorium Balingkang Confucius Institute Undiksha.
“Sekarang yang sibuk mencari sekolah itu orangtua. Jadi, mereka berusaha menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah favorit padahal belum tentu anak mereka memiliki kemampuan untuk berada di sana,” jelas akademisi jebolan Institut Teknologi Bandung ini.
Fenomena ini juga bercampur sistem zonasi yang masih karut marut. Namun, Prof Rasben juga tidak keberatan dengan sistem zonasi yang sejatinya mengadopsi sistem distrik di Amerika Serikat (AS). Di mana, calon siswa itu sebaiknya bersekolah di daerah tinggal mereka.
Akan tetapi, sistem zonasi atau distrik seperti di AS ini belum siap diterapkan di tanah air. Alasannya, sekolah-sekolah di AS itu sudah standar atau kualitasnya mirip-mirip. Berbeda dengan di RI yang masih ada ketimpangan kualitas antara satu sekolah dengan lainnya.
Prof Rasben yang juga Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kerjasama Undiksha ini menuturkan, asesmen seperti UN sejatinya dapat menjadi alat pemetaan kemampuan siswa. Entah mereka lebih kuat secara akademik atau malah skill lain.
“Di Singapura misalnya, mereka punya pakem track untuk anak-anak mereka sekolah. Kalau di hasil UN, skill-nya lebih menonjol daripada akademiknya, anak ini diarahkan ke ITE atau kalau di sini itu SMK, tidak boleh dia masuk ke SMA dan begitu sebaliknya,” beber guru besar jebolan Sandwich Program, Indiana University of Pennsylvania, AS ini.
Kata Prof Rasben, keunggulan asesmen seperti UN adalah keseragaman penilaian. Nilai 9 di SMAN 1 Singaraja, misalkan, akan sama dengan nilai 9 di SMAN 2 Singaraja. Sehingga, siswa dapat mengetahui level akademik mereka ada di mana. Pemerintah juga bisa memetakan kualitas pendidikan.
“Apakah mungkin kita membuat UN dalam standar kabupaten sehingga dari sana bisa dilihat pemetaan anak-anak kita kalau kita berpikir tentang pengembangan SDM? Dan, apakah bisa jika skill-nya yang menonjol, anak-anak diwajibkan masuk SMK, tidak boleh SMA atau sebaliknya?” kata Prof Rasben sebagai panelis. *rat
Komentar