nusabali

Menjaga Daya Beli Guna Wujudkan Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan

  • www.nusabali.com-menjaga-daya-beli-guna-wujudkan-ekonomi-inklusif-dan-berkelanjutan

JAKARTA, (ANTARA) - Inflasi adalah suatu kondisi meningkatnya harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Definisi ini digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) guna memberikan pemahaman mengenai inflasi domestik serta sebagai panduan dalam pelaporan tingkat inflasi bulanan dan tahunan di Tanah Air.

Berakhirnya Deflasi

Menjelang akhir pekan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja mengumumkan inflasi untuk bulan Oktober 2024 yang mencapai 0,08 persen secara bulanan atau month to month (mtm). Inflasi Oktober ini menandai berakhirnya deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut di Indonesia dan dengan demikian secara tahunan atau year on year (yoy) inflasi mencapai 1,71 persen alias masih dalam target bank sentral.

Pada periode Mei hingga September 2024, Indonesia mengalami deflasi (mtm) berturut-turut yaitu 0,03 persen , 0,08 persen, 0,18 persen, 0,03 persen, dan 0,12 persen. Sejumlah ekonom sempat menyebut tren deflasi ini sebagai indikasi melemahnya daya beli masyarakat.

Namun jika diamati, inflasi inti (mtm) tetap tumbuh pada periode tersebut yaitu 0,17 persen, 0,1 persen, 0,18 persen, 0,2 persen, dan 0,16 persen. Pada Oktober 2024, inflasi inti (mtm) juga masih tumbuh 0,22 persen dan secara tahunan tumbuh 2,21 persen.

Inflasi inti merupakan ukuran inflasi yang menghitung perubahan harga barang dan jasa dengan mengesampingkan harga barang yang sangat fluktuatif, seperti makanan dan energi. Perhitungan inflasi inti ditujukan untuk memberikan gambaran yang lebih stabil mengenai tekanan inflasi dalam perekonomian dan mencerminkan pola harga yang lebih mendasar dan membantu bank sentral dalam merumuskan kebijakan yang tepat.

Tatkala terjadi deflasi namun inflasi inti tetap tumbuh, ini menjadi suatu hal yang kompleks dan bisa memicu berbagai interpretasi. Inflasi inti yang masih terus tumbuh bisa mengindikasikan bahwa ekspektasi inflasi di kalangan konsumen dan pelaku usaha masih tetap positif. Walau terjadi deflasi, mereka masih percaya diri dengan permintaan pada masa mendatang.

Inflasi inti yang tetap tumbuh saat deflasi juga menandakan ada komponen harga yang tetap naik meski ada tekanan inflasi di sektor lain, yang dapat dikarenakan permintaan yang kuat di sektor tertentu seperti jasa atau barang non fluktuatif.

Dalam merespons fenomena ini, Bank Indonesia selaku otoritas moneter pun perlu lebih hati-hati dalam menentukan kebijakan moneternya. Sebab, meskipun secara umum ada penurunan harga tetapi juga ada potensi risiko inflasi yang perlu diwaspadai.

Pada pertengahan Oktober lalu, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen. Bank sentral menyebut keputusan tersebut konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan inflasi terkendali dalam sasaran 2,5 persen ± 1 persen pada 2024 dan 2025 dengan tetap mendukung upaya penguatan pertumbuhan ekonomi.

Berakhirnya deflasi pada Oktober bisa dimaknai bahwa daya beli masyarakat mulai pulih dan konsumsi kembali meningkat yang kemudian diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan berakhirnya deflasi, bank sentral juga bisa kembali fokus pada kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa harus khawatir soal menurunnya harga secara terus-menerus.



Komentar