9,47 Ha Kebun Kakao di Gunung Salak Resmi Kantongi Sertifikat Organik
TABANAN, NusaBali - Tahun 2024 luas lahan kebun kakao yang memiliki sertifikat organik di Kabupaten Tabanan bertambah. Setelah dilakukan konversi, seluas 9,47 hektare dari 20 hektare kebun kakao di Subak Abian Waru, Desa Gunung Salak, Kecamatan Selemadeg Timur diresmikan berlabel organik.
Penetapan tersebut sudah dilakukan Oktober 2024 lalu oleh Lembaga Sertifikasi Organik (LSO). Terhadap sisa kebun yang belum bisa mendapatkan sertifikat organik ini, masih dilakukan konversi lantaran ada sejumlah kriteria yang belum dipenuhi.
Penyusun Teknis Usaha Budidaya Perkebunan Dinas Pertanian Tabanan Anak Agung Made Subagia, menegaskan dari total 20 ha kebun kakao di Subak Waru itu, baru sebagian yang lolos mendapatkan label organik. Sisanya masih dalam tahap konversi karena ada sejumlah kriteria yang belum terpernuhi.
“Kriteria yang dimaksud itu seperti misalnya belum adanya tanaman penyangga hingga belum adanya saluran drainase di kawasan tersebut. Jadi kira-kira proses konversi ini memerlukan waktu 1 sampai 2 tahun tergantung temuan,” jelas Agung Made Subagia, Senin (4/11).
Menurutnya dengan sudah mendapatkan sertifikat organik ini langkah selanjutnya bakal didaftarkan kembali ke Icert (lembaga sertifikasi standart kualitas ekspor) untuk mendapat surat rekomendasi atas pemesanan logo organik pada kebun kakao tersebut.
Saat ini sebut Agung Made Subagia total kebun kakao yang sudah bersertifikat organik di Tabanan seluas 59,47 ha. Rinciannya 50 ha ada pada kebun binaan Cau Cokelat dan 9,47 ha terhadap kebun kakao di Subak Waru Desa Gunung Salak tersebut.
“Kita berharap nantinya kebun kakao petani kita semakin bertambah untuk mendapatkan label organik demi memudahkan penjualan kakao, terutama untuk ekspor," harapnya.
Sebelumnya pengembangan dengan cara sistem organik terhadap lahan warga milik 20 orang petani di Desa Gunung Salak ini sudah dilakukan sejak 2021 lewat program Desa Organik Provinsi Bali.
Sejak tahun 2021 itu perawatan 100 persen menggunakan organik, tidak ada campur bahan kimia. Seperti contoh untuk pemupukan menggunakan kotoran sapi yang diolah menjadi pupuk kompos. Ada pula menggunakan air cucian beras.
Kemudian bagian pemberantasan serangan hama menggunakan musuh alami yakni semut hitam. Dalam hal ini petani membuat sarang semut di sekitaran pohon.
Sedangkan untuk penyemprotan lainnya atau pestisida nabatinya digunakan umbi gadung, lengkuas, dan sereh wangi yang difermentasi. Selain itu petani juga menggunakam pola penanaman tumpang sari. Artinya selain menanam kakao juga menanam kelapa, durian, hingga vanili untuk menambah cita rasa dan aromatik biji kakao. 7 des
1
Komentar