Bali Masuk 10 Besar Daerah Rawan Mafia Peradilan
Komisi Yudisial Sambangi Kejati Bali
DENPASAR, NusaBali - Komisi Yudisial (KY) mengungkapkan bahwa Provinsi Bali masuk dalam 10 besar daerah dengan laporan terbanyak terkait dugaan mafia peradilan.
Hal ini disampaikan Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY, Mukti Fajar Nur Dewata, saat bertandang ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Kamis (7/11) pagi.
Dikatakannya KY saat ini fokus pada dua hal utama, memastikan integritas hakim yang terlibat dalam perkara, serta memetakan area-area peradilan yang rawan penyimpangan. Selain itu, kunjungan ini juga berkaitan dengan penangkapan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar (ZR) di Bali karena dugaan keterlibatan dalam suap kepada hakim.
Guna mencegah meluasnya ‘ZR-ZR’ lain di balik meja hijau, Komisi Yudisial (KY) mempererat sinergi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, bertekad bersama-sama menciptakan peradilan yang bersih dan bebas dari mafia hukum di Bali. Ditemui usai pertemuannya, Mukti menyatakan bahwa KY memandang pentingnya sinergi dengan Kejati Bali karena adanya kantor penghubung KY di wilayah ini.
"Kedatangan kami ke Kejati Bali yang pertama adalah untuk meningkatkan sinergitas dengan kejaksaan, khususnya di Bali. Dengan adanya kantor penghubung KY di sini, kami dapat lebih mudah melakukan antisipasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan proses peradilan di Bali," ungkap Mukti. Mukti menegaskan, KY dan Kejati Bali berkomitmen untuk melakukan pendalaman lebih lanjut terhadap kasus-kasus hukum yang mengindikasikan keterlibatan mafia peradilan atau oknum yang berpotensi merusak integritas sistem peradilan. "Kedua lembaga sepakat mendalami lebih jauh jika ada pihak-pihak seperti ZR atau mafia-mafia lainnya yang mungkin beroperasi di Bali. Selain itu, KY akan terus melaksanakan tugas utamanya, seperti melakukan rekam jejak terhadap Hakim Agung," jelas Mukti.
Selain itu, ia juga menyinggung kasus yang melibatkan ZR, yang beberapa waktu lalu ditangkap di Bali. Kata dia, meskipun penanganan kasus ini menjadi kewenangan Kejaksaan Agung, Kejati Bali tetap memfasilitasi penanganan sementara selama proses pemeriksaan berlangsung di Bali. KY melihat pentingnya kerja sama antara KY, Kejaksaan Agung, dan Kejati Bali dalam kasus ini, terutama untuk memastikan tidak adanya potensi mafia peradilan yang mengancam sistem hukum khususnya di Bali.
Lebih lanjut, Mukti mengungkapkan bahwa laporan kasus pertanahan dan sengketa perdata dari Bali masuk dalam 10 besar laporan yang diterima oleh KY dari seluruh Indonesia. “Contohnya? Banyak ada mafia tanah, ada yang kemarin macam-macam lah, tapi angkanya 10 besar Bali ini, sehingga kita perlu bersinergi dengan lembaga lain karena kalau kita sendiri kita enggak mampu," katanya. Saat ditanya peradilan di Bali sehat atau sakit, ia mengatakan urutan 10 ini tidak mengindikasikan langsung bahwa di sini kurang baik tapi ada potensi-potensi yang cukup mengkhawatirkan.
“Kalau dari jumlah provinsi di urutan 10 besar kan cukup menjadi perhatian lah, sehingga KY ke sini,” tambahnya. Menanggapi kasus ZR yang telah menyeret peradilan ke dalam sorotan publik, Mukti mengatakan bahwa KY terus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung untuk mengusut tuntas kasus ini. "KY bekerja sama dengan Kejagung dan terus mendalami kasus ini, namun hasilnya belum bisa kami ungkap karena prosesnya masih berjalan. Fokus kami ada pada integritas hakim serta potensi area di peradilan yang membuka kesempatan terjadinya penyimpangan,” bebernya.
Mukti menjelaskan, dalam menghadapi kasus ini, KY telah meminta agar MA melibatkan mereka dalam proses pemeriksaan untuk menjamin transparansi dan kepercayaan publik. “Jika KY dilibatkan, masyarakat akan lebih percaya terhadap hasil pemeriksaan, dibandingkan jika hanya dilakukan oleh MA,” terang Mukti. Saat ini, tim pemeriksa dari MA masih berupa tim klarifikasi awal, dan KY berharap akan ada perkembangan menuju tim pemeriksa bersama.
Lebih jauh, saat ditanya mengenai kasus ZR seperti fenomena gunung es dalam sistem peradilan, dengan barang bukti kasus ini mencapai Rp 920 miliar, menunjukkan potensi jastip (jasa titip) atau mafia kasus dalam jumlah besar. Mukti sebelumnya menerangkan, jawabannya ini adalah asumsi dan tidak untuk dianggap kesimpulan, jika tarif jastip yang beredar sebesar Rp 1 miliar per kasus benar adanya, maka total kasus yang melibatkan ‘titipan’ ini bisa mencapai 1.000 kasus, yang berarti melibatkan 3.000 hakim jika setiap kasus melibatkan tiga hakim. “Dengan jumlah hakim sekitar 7.800 di seluruh Indonesia, angka ini menjadi sangat mengkhawatirkan. Ini asumsi, tetapi kalau benar, maka KY harus bekerja lebih keras,” ujar Mukti.
Kasus ZR ini membuat KY semakin berkomitmen dalam menjaga kebersihan peradilan di Indonesia, khususnya di Bali yang kini masuk dalam daftar provinsi dengan laporan pengaduan tertinggi. Mukti menyampaikan bahwa sinergi antara KY dan Kejati Bali akan terus berlanjut sebagai upaya bersama dalam menciptakan lingkungan peradilan yang bersih, berintegritas, serta bebas dari pengaruh mafia hukum.
Terkait dugaan bahwa KY ‘kecolongan’ atas keterlibatan hakim dalam praktik mafia peradilan seperti yang terungkap dalam kasus ZR, Mukti menegaskan bahwa KY telah beberapa kali menyidangkan kasus-kasus serupa. Menurutnya, KY tidak sepenuhnya kecolongan, namun kasus ZR ini memang menjadi sorotan besar karena melibatkan nilai yang fantastis dan membuka tabir praktik ilegal yang lebih luas. "Kalau dibilang kecolongan, tidak juga, karena kita sudah sering menangani hal-hal seperti ini. Tetapi memang yang terungkap hari ini cukup bombastis," pungkas Mukti. 7 cr79
Komentar