Eks Anggota DKPP Warning Bawaslu Bali, Ada Potensi Pengerahan Pemilih di Lapas
Lapas Kerobokan
Alfitra Salamm
DKPP
Pilkada 2024
Bawaslu Bali
Hak Pilih
Pencoblosan
Lembaga Pemasyarakatan
Kecurangan
Pengerahan Massa
DENPASAR, NusaBali.com - Eks Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Alfitra Salamm memperingati Bawaslu Provinsi Bali soal potensi jual beli suara warga binaan pemasyarakatan (WBP) di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Awalnya, Alfitra menyarankan Bawaslu memberi perhatian khusus terhadap pengawasan tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di dalam lapas. Sebab, lapas sendiri menjadi lokus pengawasan yang sangat sukar diawasi, mengingat sifatnya sebagai area terbatas.
“Yang perlu diawasi adalah TPS (Tempat Pemungutan Suara) lokasi khusus, di lapas,” kata Alfitra ketika menjadi pembicara di talkshow Pameran Politik yang digelar Program Studi Ilmu Politik, FISIP Universitas Udayana di Denpasar, Rabu (13/11/2024).
Eks Anggota DKPP periode 2017-2022 ini menuturkan, calon pemilih di lapas harus sudah diseleksi dengan seksama dari proses pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih. Sebab, penghuni lapas bukan saja orang daerah ber-KTP Bali. Selain itu, perlu dipastikan juga keabsahan identitas kependudukannya.
“Kemudian, pengerahan oleh kelompok-kelompok tertentu di dalam lapas. Saya kira Bawaslu sangat sulit mengawasi di lapas karena jumlahnya cukup besar,” imbuh Alfitra di hadapan Ketua Bawaslu Bali I Putu Agus Tirta Suguna yang juga jadi pembicara di talkshow tersebut.
Alfitra yang juga Ketua Umum PP Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) ini khawatir ada potensi praktik jual beli suara melalui pengerahan pemilih di dalam lapas. Hal ini pun, kata dia, akan sangat sukar dipantau Bawaslu yang berada di luar area.
“Khawatirnya, ada order-order dari orang dalam yang saya kira Bawaslu juga akan sulit mengawasi,” tegas Alfitra yang juga suami Calon Gubernur Jawa Timur Luluk Nur Hamidah ini.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Bali I Putu Agus Tirta Suguna tidak menafikan bahwa potensi memobilisasi suara WBP di lapas ini bisa saja terjadi. Namun, ia menegaskan fenomena ini terjadi pada lapas-lapas over kapasitas yang memang kebanyakan berada di luar daerah. Tetapi, bukannya di Bali tidak mungkin terjadi.
“Di Bali memang ada (over kapasitas), di Lapas Kerobokan. Dengan kapasitas yang cukup banyak, potensi-potensi pelanggaran itu ada karena mudah dimobilisasi dan dikondisikan,” kata Agus Tirta kepada NusaBali.com, ditemui usai acara talkshow.
Untuk itu, Agus Tirta yang juga eks Ketua KPU Kabupaten Gianyar ini melakukan langkah-langkah pencegahan dengan melibatkan berbagai pihak terkait, khususnya Kepala Lapas. Sebab, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang bertugas di TPS lapas diambil dari petugas lapas itu sendiri.
“Dari proses Pemilu 2024 yang sudah berjalan, kami belum ada menerima laporan terkait hal itu (pengerahan pemilih) di lapas-lapas yang ada di Bali, terutama di Lapas Kerobokan yang kapasitas cukup banyak dibanding lapas lain,” beber Agus Tirta.
Bawaslu Bali mengaku siap dengan segala potensi pelanggaran yang mungkin terjadi di dalam lapas melalui kerja sama lintas instansi. Di samping itu, juga memaksimalkan petugas Pengawas TPS yang berasal dari pihak eksternal lapas.
Sesuai data KPU, Bali memiliki enam lapas dan empat rumah tahanan (rutan) yang menjadi titik TPS lokasi khusus. Enam lapas itu adalah Lapas Kelas IIA dan Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan, Badung; Lapas Narkotika Kelas IIA Bangli; Lapas Kelas IIB Singaraja, Buleleng; Lapas Kelas IIB Karangasem; dan Lapas Kelas IIB Tabanan.
Kemudian, ada empat rutan yaitu Rutan Kelas IIB Bangli, Rutan Kelas IIB Gianyar, Rutan Kelas IIB Negara di Jembrana, dan Rutan Kelas IIB Klungkung. Untuk lapas yang jadi perhatian Bawaslu Bali yakni Lapas Kelas IIA Kerobokan memiliki satu TPS dengan 541 pemilih dan Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan pun memiliki satu TPS dengan 129 pemilih. *rat
“Yang perlu diawasi adalah TPS (Tempat Pemungutan Suara) lokasi khusus, di lapas,” kata Alfitra ketika menjadi pembicara di talkshow Pameran Politik yang digelar Program Studi Ilmu Politik, FISIP Universitas Udayana di Denpasar, Rabu (13/11/2024).
Eks Anggota DKPP periode 2017-2022 ini menuturkan, calon pemilih di lapas harus sudah diseleksi dengan seksama dari proses pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih. Sebab, penghuni lapas bukan saja orang daerah ber-KTP Bali. Selain itu, perlu dipastikan juga keabsahan identitas kependudukannya.
“Kemudian, pengerahan oleh kelompok-kelompok tertentu di dalam lapas. Saya kira Bawaslu sangat sulit mengawasi di lapas karena jumlahnya cukup besar,” imbuh Alfitra di hadapan Ketua Bawaslu Bali I Putu Agus Tirta Suguna yang juga jadi pembicara di talkshow tersebut.
Alfitra yang juga Ketua Umum PP Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) ini khawatir ada potensi praktik jual beli suara melalui pengerahan pemilih di dalam lapas. Hal ini pun, kata dia, akan sangat sukar dipantau Bawaslu yang berada di luar area.
“Khawatirnya, ada order-order dari orang dalam yang saya kira Bawaslu juga akan sulit mengawasi,” tegas Alfitra yang juga suami Calon Gubernur Jawa Timur Luluk Nur Hamidah ini.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Bali I Putu Agus Tirta Suguna tidak menafikan bahwa potensi memobilisasi suara WBP di lapas ini bisa saja terjadi. Namun, ia menegaskan fenomena ini terjadi pada lapas-lapas over kapasitas yang memang kebanyakan berada di luar daerah. Tetapi, bukannya di Bali tidak mungkin terjadi.
“Di Bali memang ada (over kapasitas), di Lapas Kerobokan. Dengan kapasitas yang cukup banyak, potensi-potensi pelanggaran itu ada karena mudah dimobilisasi dan dikondisikan,” kata Agus Tirta kepada NusaBali.com, ditemui usai acara talkshow.
Untuk itu, Agus Tirta yang juga eks Ketua KPU Kabupaten Gianyar ini melakukan langkah-langkah pencegahan dengan melibatkan berbagai pihak terkait, khususnya Kepala Lapas. Sebab, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang bertugas di TPS lapas diambil dari petugas lapas itu sendiri.
“Dari proses Pemilu 2024 yang sudah berjalan, kami belum ada menerima laporan terkait hal itu (pengerahan pemilih) di lapas-lapas yang ada di Bali, terutama di Lapas Kerobokan yang kapasitas cukup banyak dibanding lapas lain,” beber Agus Tirta.
Bawaslu Bali mengaku siap dengan segala potensi pelanggaran yang mungkin terjadi di dalam lapas melalui kerja sama lintas instansi. Di samping itu, juga memaksimalkan petugas Pengawas TPS yang berasal dari pihak eksternal lapas.
Sesuai data KPU, Bali memiliki enam lapas dan empat rumah tahanan (rutan) yang menjadi titik TPS lokasi khusus. Enam lapas itu adalah Lapas Kelas IIA dan Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan, Badung; Lapas Narkotika Kelas IIA Bangli; Lapas Kelas IIB Singaraja, Buleleng; Lapas Kelas IIB Karangasem; dan Lapas Kelas IIB Tabanan.
Kemudian, ada empat rutan yaitu Rutan Kelas IIB Bangli, Rutan Kelas IIB Gianyar, Rutan Kelas IIB Negara di Jembrana, dan Rutan Kelas IIB Klungkung. Untuk lapas yang jadi perhatian Bawaslu Bali yakni Lapas Kelas IIA Kerobokan memiliki satu TPS dengan 541 pemilih dan Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan pun memiliki satu TPS dengan 129 pemilih. *rat
Komentar