nusabali

Penumpang Pilih Ojek, Banyak Angkot Berhenti Operasi

  • www.nusabali.com-penumpang-pilih-ojek-banyak-angkot-berhenti-operasi

Jumlah angkot di wilayah Bangli semakin berkurang lantaran tidak mendapat penumpang.

BANGLI, NusaBali

Akibatnya, banyak sopir yang memilih untuk berhenti. Banyaknya ojek yang biasa mangkal di Pasar Kidul Bangli, sangat mempengaruhi penghasilan para sopir angkot.

Hal tersebut diungkapkan salah seorang sopir I Wayan Santika, saat ditemui di tempat ngetem di areal Terminal Loka Crana, Bangli, Jumat (25/8). Pihaknya menyayangkan tidak adanya pengaturan ojek ini. Mereka, para tukang ojek, secara leluasa mencari penumpang di areal pasar. Bahkan ada penumpang yang baru keluar areal pasar langsung dihadang. Sedangkan sopir angkot yang ngetem di areal terminal harus gigit jari karena tidak dapat penumpang. Santika mengaku penghasilan Rp 25 ribu sampai Rp 40 ribu per hari, jumlah tersebut belum dipotong pembelian bahan bakar angkot.

Setiap hari, Santika biasa ngetem dari pukul 06.00 hingga 10.00 Wita, belum ada penumpang. Hal serupa dirasakan pula oleh para sopir yang lainnya. Bahkan seharian hanya dapat dua penumpang. Angkutan yang dulunya cukup banyak kini hanya beberapa yang masih beroperasi. Seperti halnya angkot trayek Bangli–Kayuambua, tercatat ada 28 unit tetapi yang aktif hanya 3 unit. Trayek Bangli–Kubu–Kintamani ada sekitar 40 unit, yang masih aktif 20 unit, sedangkan angkot yang arah Bangli–Tembuku yang masih aktif 5 unit.

Pihaknya juga menyayangkan, para tukang ojek sudah dibuatkan pangkalan, tapi malah memilih keliling di pasar. Selain itu tukang ojek tidak ditindak pihak berwajib, membawa penumpang tanpa menyiapkan helm. Para sopir angkot berharap ada penertiban ojek yang jumlah lebih dari 70 orang. “Sama-sama cari makan. Pemerintah mestinya memperhatikan kami para sopir ini,” tambah sopir lainnya.

Keberadaan ojek tidak menyumbang untuk pendapatan daerah, sedangkan angkot setiap enam bulan wajib membayar Rp 40 ribu sesuai izin usaha, serta membayar untuk KIR Rp 55 ribu per enam bulan. Dari sisi ongkos naik angkot lebih murah, misal dari Bangli menuju Kubu, untuk anak sekolah hanya dikenakan Rp 2 ribu, sedangkan ojek Rp 5 ribu.

Di sisi lain ojek-ojek tersebut tergabung dalam satu kelompok, namun belakangan jumlah semakin banyak. Ketua kelompoknya Dewa Gede Anom mengatakan bila jumlah tukang ojek yang terdata dan tergabung dalam kelompoknya ada 76 orang. Namun ada pula tukang ojek yang tidak terdata. Sementara untuk trayek bisa ke mana saja sesuai permintaan penumpang. Sedangkan dulunya sempat ada kesepakatan, ojek melayani jalur yang tidak dilewati angkot.

Disinggung terkait keberadaan pangkalan ojek yang tidak ditempati, Dewa Anom beralasan, pangkalan ojek saat ini malah ditempati pedagang sehingga tukang ojek mencari lokasi yang masih luang. Pihaknya memastikan bersedia ngetem di pangkalan asalkan pedagang pindah. “Kalau di pangkalan nanti kami juga bisa mengatur antrean,” ujarnya.

Selain itu pihaknya juga mengeluhkan keberadaan tukang ojek yang tidak terdata. Lantaran tak jarang membuat onar. “Kalau kami di pangkalan, tukang ojek yang tidak terdata ini bisa sewenang-wenang. Karena tidak ikut antrean,” imbuh Dewa Anom. Diakui pula bagi anggota ojek yang baru bergabung kena biaya suka duka Rp 2 juta. Uang tersebut dijadikan kas, bila ada anggota yang sakit, uang tersebut bisa dimanfaatkan.

Dikonfirmasi terpisah terkait keberadaan ojek, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Bangli Gede Arta, mengatakan, bahwa ojek bukan kewenangan dari Dishub. Sampai saat ini pihaknya belum melihat aturan atas keberadaan ojek. Dengan kondisi saat ini sebetulnya disayangkan. “Bukan kewenangan kami, kalau angkutan umum itu baru menjadi urusan kami. Kami berharap sama-sama bisa jalan, ini untuk kepenting bersama,” ujarnya per telepon. *e

Komentar