nusabali

Tradisi Anggarkasih Tambir di Pura Kahyangan Kesiman: Harmoni Yadnya dan Pelestarian Budaya

  • www.nusabali.com-tradisi-anggarkasih-tambir-di-pura-kahyangan-kesiman-harmoni-yadnya-dan-pelestarian-budaya

DENPASAR, NusaBali.com – Anggarkasih Tambir yang jatuh pada Selasa (19/11/2024) menjadi momentum sakral bagi umat Hindu, khususnya di Desa Adat Kesiman, Gumi Kebonkuri, Denpasar. Tradisi yang berlangsung di Pura Kahyangan Kesiman, Jalan Waribang, Kesiman, ini melibatkan empat banjar: Banjar Kebonkuri Lukluk, Kebonkuri Kelod, Kebonkuri Tengah, dan Kebonkuri Mangku.

Kegiatan yang rutin dilaksanakan setiap enam bulan sekali ini sarat dengan makna spiritual dan budaya. Pada piodalan kali ini, ratusan krama istri atau PKK dari keempat banjar melakukan prosesi mepeed banten dengan mengenakan busana khas ala kerajaan, sebuah tradisi unik yang terus dilestarikan.  

I Wayan Wiranata, Pangelingsir Gumi Kebonkuri Kesiman, menjelaskan bahwa piodalan pada hari ini berlangsung dengan khusyuk dan sesuai tradisi sebelumnya.  

"Anggarkasih Tambir kali ini bertepatan dengan Kajeng Kliwon, yang menjadi momentum untuk menyucikan Ida Sesuhunan serta menetralkan energi baik dan buruk agar tercipta keseimbangan," ujar Wiranata.  

Ia menambahkan, tradisi ini merupakan bagian dari Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya, di mana persembahan ditujukan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan) dan para Bhuta Bhuti. "Dewa Yadnya melibatkan persembahan hasil bumi seperti buah-buahan, sedangkan Bhuta Yadnya ditandai dengan prosesi mecaru untuk menjaga keharmonisan dengan alam," jelasnya.  

Selain itu, Wiranata juga menyoroti prosesi nampah kucit butuan (penyembelihan anak babi hitam) sebagai simbolisasi pengharmonisan energi negatif.  

Ni Made Sudiasih, Ketua PKK Banjar Kebonkuri Lukluk, mengungkapkan bahwa persiapan piodalan kali ini cukup menantang karena berdekatan dengan beberapa kegiatan besar seperti ngaben, purnama kalima, dan momentum Pilkada Serentak 2024.  

"Astungkara, meski persiapannya cukup padat, kami tetap melaksanakan tugas ini dengan tulus ikhlas. Dari pembuatan gebogan, sampian, hingga mepeed, semuanya dilakukan dengan semangat yadnya," ujar Sudiasih.  

Ia juga berharap piodalan ini dapat memperkuat keyakinan umat Hindu dan mendorong mereka untuk terus melestarikan tradisi.  

Kelian Gede Gumi Kebonkuri, I Ketut Muditha, yang juga menjabat Ketua Pecalang Gumi Kebonkuri, menekankan pentingnya peran pecalang dalam memastikan keamanan selama prosesi berlangsung.  

"Pecalang dikerahkan untuk menjaga ketertiban lalu lintas dan keamanan selama mepeed. Kami juga mengantisipasi insiden seperti jatuhnya banten saat perjalanan," jelasnya.  

Muditha menambahkan, piodalan kali ini merupakan piodalan rutin, berbeda dengan dua piodalan sebelumnya yang dirangkaikan dengan prosesi penurunan mangku.  

Dengan semangat kebersamaan dan dedikasi, piodalan Anggarkasih Tambir di Pura Kahyangan Kesiman menjadi salah satu wujud nyata pelestarian tradisi Hindu Bali.  

"Kami berharap tradisi seperti ini dapat terus berjalan dengan lancar dan aman. Selain menjadi bentuk bhakti kepada Tuhan, kegiatan ini juga menjadi sarana menjaga keharmonisan antara manusia, alam, dan spiritual," pungkas Muditha.  

Piodalan diakhiri dengan prosesi mepajar, sebuah bentuk komunikasi kepada Ida Sang Hyang Widhi untuk mengungkapkan rasa syukur dan harapan. Momentum ini tidak hanya menjadi refleksi spiritual, tetapi juga upaya nyata dalam menjaga tradisi dan kebudayaan yang diwariskan oleh leluhur. *m03  

Komentar