Mengenal Sosok Yoshii Yoji, Orang Jepang yang Menapak Tilas Perjuangan I Gusti Ngurah Rai
Hasil Napak Tilas Dirangkum dalam Aplikasi Web Edukasi Sejarah untuk Generasi Penerus
Yoshii Yoji
Inagawa Yoshiro
Napak Tilas
I Gusti Ngurah Rai
Jepang
Perang Dunia II
Puputan Margarana
Ciung Wanara
Pahlawan
TABANAN, NusaBali.com - Ketika menengok museum Taman Pujaan Bangsa Margarana, pengunjung bakal melihat layar monitor interaktif yang menyajikan audio visual kisah perjuangan I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya. Wahana edukasi sejarah ini adalah hasil penelitian seorang warga Jepang bernama Yoshii Yoji.
Yoshii, 78, merupakan eks kapten kapal niaga berbendera Jepang. Sebagai kapten kapal niaga, ia sudah mengunjungi 83 negara. Namun, ia memutuskan menetap di Bali sejak 2008 silam untuk pensiun dan menghabiskan masa tuanya bersama sang istri.
Di Bali, Yoshii mengenal mantan anggota sipil Angkatan Laut Kerajaan Jepang pada Perang Dunia II, Inagawa Yoshiro. Inagawa selalu berkunjung ke Taman Pujaan Bangsa (TPB) Margarana, Banjar Kelaci, Desa Marga Dauh Puri, Marga, Tabanan setiap 20 November yakni Hari Puputan Margarana.
Kunjungan Inagawa ini lantaran beberapa rekannya dari Angkatan Laut Kerajaan Jepang melarikan diri dan memilih bersatu dengan Pasukan Ciung Wanara setelah Jepang kalah di Perang Dunia II. Rekannya yang gugur bersama Ngurah Rai saat Puputan Margarana diabadikan sebagai tugu nisan di TPB Margarana.
Selama dua tahun di Bali sejak 2008, Yoshii yang memang tertarik dengan sejarah akhirnya mendalami Perang Kemerdekaan RI. Kemudian, ia tertarik dengan Perang Kemerdekaan di Bali yang membawanya mengenal warisan sejarah perjuangan pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai.
“Sejak tahun 2012, saya mulai mendalami perjuangan Ngurah Rai. Saya mendatangi tempat-tempat yang pernah Ngurah Rai dan pasukannya singgahi di Bali. Ini saya lakukan selama tujuh tahun sampai lima tahun lalu,” kata Yoshii, ditemui NusaBali.com di museum TPB Margarana, Rabu (20/11/2024).
Yoshii yang paham Bahasa Indonesia namun kurang fasih dalam bercakap ini, menapak tilas titik-titik yang disinggahi Ngurah Rai. Biasanya titik persinggahan itu ditandai dengan monumen, tugu, taman makam, patung, dan lain-lain. Semua ini ia lakukan dengan merogoh kocek sendiri tanpa dukungan sponsor.
Titik-titik persinggahan Ngurah Rai dan Pasukan Ciung Wanara dalam perjalanan Perang Kemerdekaan di Bali ini tersebar di seluruh kabupaten/kota di Bali. Berdasarkan napak tilas dan inventarisasi yang dilakukan Yoshii selama tujuh tahun, ada 110 monumen, tugu, patung dan lain-lain yang ia rangkum.
Monumen, tugu, patung, dan lainnya ini paling banyak berada di Buleleng yakni 27 titik. Kemudian, disusul Jembrana dengan 19 titik, Tabanan dengan 16 titik, Bangli 14 titik, dan Badung 13 titik. Masing-masing delapan titik ada di Denpasar dan Karangasem, empat titik di Klungkung, serta satu titik di Gianyar.
Dalam melakukan penelitian sekaligus napak tilas ini, Yoshii tidak sendiri. Ia dibantu Inagawa Yoshiro, AA Sagung Evie Noviana, I Wayan Sueca Yasa, dan Komang Nitiasih. Yoshii dan kawan-kawan mengikuti arah perjalanan Ngurah Rai dan pasukannya dari Pulau Jawa ke Bali, sampai berakhir di Margarana.
“Di mana Ngurah Rai singgah, berkumpul, beristirahat, berperang, semuanya kami catat dengan titik lokasinya monumennya,” jelas Yoshii, pria Jepang kelahiran Kota Kanazawa, Prefektur Ishikawa ini.
Hasil penelitian dan napak tilas ini dikompilasi dalam buku bertajuk ‘Perjalanan Perjuangan Kemerdekaan Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah Rai.’ Buku ini merunut rute perjalanan Ngurah Rai dan pasukannya setiba di Bali dengan infografis rute dan titik monumen, tugu, patung, dan lain-lain.
Selain buku, hasil penelitian dan napak tilas ini juga dibikinkan aplikasi web. Aplikasi ini lantas disumbangkan ke museum TPB Margarana dan disajikan melalui layar monitor, dilengkapi papan ketik dan tetikus. Pengunjung museum dapat belajar bagaimana perjalanan Ngurah Rai dan pasukannya selama perang.
“Generasi muda Bali harus bangga dengan perjuangan para pahlawan. Saya meneliti ini agar nanti generasi penerus dapat mempelajari sejarah Perang Kemerdekaan di Bali. Saya harap, anak-anak bisa belajar ke museum,” kata Yoshii, pria kelahiran 1 April 1946 ini.
Jepang memang pernah menjajah Indonesia. Namun, Perang Kemerdekaan RI adalah konteks lain. Perang ini berlangsung pada 1945-1950 di Bali lantaran Belanda ingin merebut kembali bekas wilayah jajahan. Padahal, RI telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, menyusul kekalahan Jepang di Perang Dunia II. *rat
Di Bali, Yoshii mengenal mantan anggota sipil Angkatan Laut Kerajaan Jepang pada Perang Dunia II, Inagawa Yoshiro. Inagawa selalu berkunjung ke Taman Pujaan Bangsa (TPB) Margarana, Banjar Kelaci, Desa Marga Dauh Puri, Marga, Tabanan setiap 20 November yakni Hari Puputan Margarana.
Kunjungan Inagawa ini lantaran beberapa rekannya dari Angkatan Laut Kerajaan Jepang melarikan diri dan memilih bersatu dengan Pasukan Ciung Wanara setelah Jepang kalah di Perang Dunia II. Rekannya yang gugur bersama Ngurah Rai saat Puputan Margarana diabadikan sebagai tugu nisan di TPB Margarana.
Selama dua tahun di Bali sejak 2008, Yoshii yang memang tertarik dengan sejarah akhirnya mendalami Perang Kemerdekaan RI. Kemudian, ia tertarik dengan Perang Kemerdekaan di Bali yang membawanya mengenal warisan sejarah perjuangan pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai.
“Sejak tahun 2012, saya mulai mendalami perjuangan Ngurah Rai. Saya mendatangi tempat-tempat yang pernah Ngurah Rai dan pasukannya singgahi di Bali. Ini saya lakukan selama tujuh tahun sampai lima tahun lalu,” kata Yoshii, ditemui NusaBali.com di museum TPB Margarana, Rabu (20/11/2024).
Yoshii yang paham Bahasa Indonesia namun kurang fasih dalam bercakap ini, menapak tilas titik-titik yang disinggahi Ngurah Rai. Biasanya titik persinggahan itu ditandai dengan monumen, tugu, taman makam, patung, dan lain-lain. Semua ini ia lakukan dengan merogoh kocek sendiri tanpa dukungan sponsor.
Titik-titik persinggahan Ngurah Rai dan Pasukan Ciung Wanara dalam perjalanan Perang Kemerdekaan di Bali ini tersebar di seluruh kabupaten/kota di Bali. Berdasarkan napak tilas dan inventarisasi yang dilakukan Yoshii selama tujuh tahun, ada 110 monumen, tugu, patung dan lain-lain yang ia rangkum.
Monumen, tugu, patung, dan lainnya ini paling banyak berada di Buleleng yakni 27 titik. Kemudian, disusul Jembrana dengan 19 titik, Tabanan dengan 16 titik, Bangli 14 titik, dan Badung 13 titik. Masing-masing delapan titik ada di Denpasar dan Karangasem, empat titik di Klungkung, serta satu titik di Gianyar.
Dalam melakukan penelitian sekaligus napak tilas ini, Yoshii tidak sendiri. Ia dibantu Inagawa Yoshiro, AA Sagung Evie Noviana, I Wayan Sueca Yasa, dan Komang Nitiasih. Yoshii dan kawan-kawan mengikuti arah perjalanan Ngurah Rai dan pasukannya dari Pulau Jawa ke Bali, sampai berakhir di Margarana.
“Di mana Ngurah Rai singgah, berkumpul, beristirahat, berperang, semuanya kami catat dengan titik lokasinya monumennya,” jelas Yoshii, pria Jepang kelahiran Kota Kanazawa, Prefektur Ishikawa ini.
Hasil penelitian dan napak tilas ini dikompilasi dalam buku bertajuk ‘Perjalanan Perjuangan Kemerdekaan Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah Rai.’ Buku ini merunut rute perjalanan Ngurah Rai dan pasukannya setiba di Bali dengan infografis rute dan titik monumen, tugu, patung, dan lain-lain.
Selain buku, hasil penelitian dan napak tilas ini juga dibikinkan aplikasi web. Aplikasi ini lantas disumbangkan ke museum TPB Margarana dan disajikan melalui layar monitor, dilengkapi papan ketik dan tetikus. Pengunjung museum dapat belajar bagaimana perjalanan Ngurah Rai dan pasukannya selama perang.
“Generasi muda Bali harus bangga dengan perjuangan para pahlawan. Saya meneliti ini agar nanti generasi penerus dapat mempelajari sejarah Perang Kemerdekaan di Bali. Saya harap, anak-anak bisa belajar ke museum,” kata Yoshii, pria kelahiran 1 April 1946 ini.
Jepang memang pernah menjajah Indonesia. Namun, Perang Kemerdekaan RI adalah konteks lain. Perang ini berlangsung pada 1945-1950 di Bali lantaran Belanda ingin merebut kembali bekas wilayah jajahan. Padahal, RI telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, menyusul kekalahan Jepang di Perang Dunia II. *rat
Komentar