Untung Rp 5 Juta Tiap Bulan, Sopir Modifikasi Tangki untuk Jual Pertalite
DENPASAR, NusaBali.com – Direktorat Reserse Kriminal (Ditreskrimsus) Polda Bali berhasil mengungkap praktik ilegal pencurian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang dilakukan oleh seorang sopir mobil pikap, I Nyoman Manis (58), dengan memodifikasi tangki mobilnya. Modus ini digunakan pelaku untuk menjual BBM bersubsidi jenis Pertalite kepada masyarakat umum dan nelayan di wilayah Karangasem dengan keuntungan mencapai Rp 5 juta per bulan.
Kepala Sub Direktorat IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Bali, AKBP Iqbal Sangaji, menjelaskan bahwa pelaku membeli BBM bersubsidi di SPBU Pertamina dengan harga Rp10.000 per liter, kemudian mengeluarkan BBM tersebut melalui keran yang sudah dimodifikasi di dalam tangki mobil pikapnya. BBM tersebut dipindahkan ke jerigen dan botol yang telah disiapkan untuk dijual kembali kepada warga sekitar dan nelayan-nelayan di Karangasem dengan harga Rp11.300 per liter.
"Pelaku meraup keuntungan sekitar Rp5 juta per bulan sejak Mei 2023. Tujuan utama pelaku adalah untuk mendapatkan keuntungan pribadi dari BBM bersubsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat yang membutuhkan," ungkap AKBP Iqbal dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat, 29 November 2024.
Modus pelaku terungkap pada 21 November 2024 ketika tim Ditreskrimsus Polda Bali mendapati pelaku sedang memindahkan BBM dari tangki mobil pikap berpelat nomor DK8554 TF ke dalam jerigen dan botol di sebuah lahan kosong di Jalan Banteng, Padangkerta, Karangasem. Petugas berhasil mengamankan barang bukti berupa sekitar 160 liter BBM Pertalite yang telah dipindahkan ke dalam beberapa jerigen kapasitas 30 liter, beberapa botol kapasitas 1,5 liter, serta puluhan botol plastik.
Selain itu, petugas juga mengamankan sebuah mobil pikap warna hitam yang digunakan pelaku untuk menjalankan aksinya dan beberapa barcode yang diduga digunakan untuk transaksi ilegal tersebut.
Akibat dari tindakan kejahatan ini, negara diperkirakan mengalami kerugian sekitar Rp36 juta. Pelaku kini dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang telah diubah dalam Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Pelaku terancam hukuman penjara maksimal enam tahun dan denda sebesar Rp60 miliar. *ant
1
Komentar