Menanti Pemimpin Bali Peduli Sampah
Harapan Bali Pascapilkada Serentak 2024
Wayan Koster mengatakan masyarakat Bali dapat berkaca dari masyarakat di negara maju seperti Jepang yang sudah punya kesadaran tinggi memilah sampah dari rumah.
DENPASAR, NusaBali
Masyarakat Bali sangat mengharapkan pemimpin yang mampu mengurai karut marut persoalan sampah di Pulau Dewata. Tidak hanya masyarakat umum, para pelaku pariwisata yang menjual keindahan Bali juga pastinya sangat menginginkan persoalan sampah bisa segera diatasi.
Kontestasi Pilkada 2024 di Bali diharapkan jadi momentum pemerintah dan masyarakat Bali memperbarui spirit mengelola sampah. Harapan itu ada setelah Calon Gubernur Bali Wayan Koster yang hampir dipastikan memimpin Bali lima tahun mendatang, menyampaikan komitmen menuntaskan masalah sampah di Bali.
“Masalah sampah harus diselesaikan dengan tuntas. Akan ditegakkan betul mengenai metode menyelesaikan masalah sampah di Bali, di semua kabupaten/kota terutama sekali Denpasar dan Badung,” ujar Koster saat mendeklarasikan kemenangan dalam Pilgub Bali 2024, di Denpasar, Rabu (27/11).
Menurut Koster, pemerintah dan masyarakat Bali telah memiliki pedoman untuk mengurai persoalan sampah yang menumpuk. Sudah ada Peraturan Gubernur Bali Nomor : 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. “Jadi sampah di Bali harus selesai,” tegasnya.
Dalam masa kampanye Koster juga beberapa kali menyampaikan pentingnya penanganan sampah segera dituntaskan. Hal ini terkait dengan status Bali sebagai destinasi wisata internasional.
Gubernur Bali periode 2018-2023 mengakui mengubah kesadaran masyarakat untuk bijak mengelola sampah butuh kerja keras. Dalam lima tahun kepemimpinannya upaya tersebut sempat menggeliat sebelum redup perlahan tapi pasti. Meski demikian, lanjut Koster, implementasi pergub telah berjalan di hotel, restoran, dan supermarket yang tidak lagi menggunakan sampah plastik sekali pakai saat ini.
Hal yang sama tidak terjadi secara berkelanjutan di pasar tradisional. Sempat menggunakan tas belanja berbahan ramah lingkungan, para pembeli dan pedagang pasar saat ini kembali biasa menggunakan tas plastik sekali pakai.
“Sekarang di pasar tradisional masih marak, maka nanti sasarannya untuk pembatasan timbunan sampah plastik sekali pakai ini adalah di titik-titik masyarakat tradisional, pasar tradisional dan komunitas tradisional yang lainnya,” ujar politikus asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng.
Lebih jauh, Koster mengingatkan mengatasi persoalan sampah tidak bisa hanya dilakukan di hilir. Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 mengatur tentang pengelolaan sampah berbasis sumber. Harapannya masyarakat memiliki kesadaran memilah sampah sesuai jenis sebelum dibawa ke TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle) atau TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu). Wayan Koster mengatakan, masyarakat Bali dapat berkaca dari masyarakat di negara maju seperti Jepang yang sudah punya kesadaran tinggi memilah sampah dari rumah.
“Kita masih perlu edukasi, sosialisasi yang lebih luas melibatkan sejumlah pihak agar masyarakat itu berubah mindsetnya. Kita yang buat sampah, kita juga yang harus menyelesaikan sampah. Jangan kita yang bikin sampah, orang lain disuruh menyelesaikan,” kata Koster.
Koster menuturkan, dalam periode kedua memimpin Bali dirinya berencana segera menutup TPA Suwung Denpasar, yang selama ini masih menerima kiriman sampah sekitar 1.000 ton dari Denpasar dan Badung dalam setiap harinya.
Kata Koster, dengan melakukan pemilahan sampah dari sumber, pengolahan sampah rumah tangga semestinya bisa dilakukan di TPS3R yang ada di setiap desa/kelurahan atau TPST untuk wilayah perkotaan seperti Denpasar dan Badung. Karena itu Koster akan mempertegas operasional TPST di Denpasar yang kini berhenti bekerja, agar bisa mengolah sebagian besar sampah di wilayah Denpasar.
“Akan kami terapkan dengan berbagai skema, karena di periode kedua ini tidak ada lagi cerita tentang sampah, harus selesai, mau enggak mau, bisa enggak bisa,” kata Koster.
Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali mendukung pemerintah daerah Bali lebih tegas mengimplementasikan Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber. Menurutnya hal tersebut merupakan hal dasar yang harus dilakukan dalam pengelolaan sampah. Bahkan di negara maju yang sudah menggunakan teknologi tinggi pembakaran sampah (insinerasi) tetap mewajibkan warganya memilah sampah dari rumah tangga masing-masing.
“Saya juga belajar dengan teman-teman yang ada di Jerman, di Belanda, mereka juga menggunakan insinerator tapi tetap mereka memilah sampah. Masyarakat kita nggak ada yang memilah sampah,” ucapnya.
Karena itu, kata Catur, masyarakat perlu terus diberikan sosialisasi mengenai pentingnya memilah sampah dari sumber untuk menekan penumpukan sampah di TPS3R ataupun TPA.
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Gianyar mewajibkan masyarakatnya untuk menerapkan pengelolaan sampah berbasis sumber dan melarang sampah tercampur masuk ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Desa Temesi, per 1 Mei 2024 lalu. Hal ini diharapkan juga dilakukan segera oleh pemerintah kabupaten/kota lainnya di Bali.7adi
Komentar