Semrawut, Bali Pulau Seribu Tiang dan Kabel Provider Internet
Ombudsman: Cek Izinnya, Tertibkan dengan Perda
Kabel Internet
Apjatel
Ombudsman
Sri Widhiyanti
Kabel Semrawut
Kabel Telekomunikasi
Provider
Estetika
Semrawut
Wi-Fi
DENPASAR, NusaBali.com - Kabel internet melintang ke mana-mana, di sela-sela pepohonan perindang jalan, dan pintu masuk rumah warga, ditambah tiangnya yang dipasang seperti pohon bambu sudah menjadi pemandangan kota hingga desa di Bali khususnya di wilayah Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.
Tampaknya masyarakat mulai muak dengan pemandangan yang merusak keindahan tata ruang ini. Terbukti, 26 laporan masuk ke Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Provinsi Bali dari selama tahun 2022-2024 untuk persoalan tiang dan kabel jaringan wireless fidelity (Wi-Fi) atau internet ini saja.
Kata Kepala Perwakilan ORI Provinsi Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti, sebanyak 26 laporan itu masuk melalui kanal aduan. Sedangkan, masyarakat yang tidak memakai kanal aduan meluahkan unek-uneknya melalui media sosial dan ada pula beberapa kasus yang dipantau lewat media massa cetak, daring, dan elektronik.
“Masalah ini sudah menjadi isu publik yang luar biasa, ada juga yang sudah menjadi korban akibat kesemrawutan kabel telekomunikasi ini. Untuk itu, tahun ini kami sudah melakukan kajian sistemik terkait permasalahan ini,” kata Widhiyanti, ditemui di Kantor Perwakilan ORI Provinsi Bali di Denpasar, Senin (2/12/2024).
Ombudsman lantas melakukan kajian di kawasan Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita). Kajian melihat beberapa aspek, di antaranya yang penting adalah dari sisi regulasi, perizinan, penanganan laporan masyarakat di level pemerintah daerah (pemda).
Data kajian dikumpulkan dari Dinas Komunikasi dan Informatika, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, BUMN seperti PLN dan Telkom, BUMD terkait, Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel), sampai pemerintahan kecamatan dan desa.
“Dari data yang kami dapatkan, belum ada izin pemanfaatan ruang manfaat jalan (rumaja) untuk perusahaan telekomunikasi yang dikeluarkan Pemerintah Sarbagita,” jelas Widhiyanti.
Ombudsman juga mengungkap, baru Badung dan Denpasar saja yang memiliki Perda dan Perwali terkait perencanaan jaringan utilitas yang dapat dipakai menyikapi kesemrawutan kabel internet ini. Gianyar dan Tabanan belum memiliki peraturan level kabupaten.
“Sejak ada Perda Badung Nomor 19 Tahun 2016, Pemkab Badung memang belum pernah mengeluarkan izin. Denpasar, ada yang mengajukan tapi tidak memenuhi syarat. Gianyar, ada lima mengajukan izin pemanfaatan rumaja, di Tabanan ada satu yang meminta rekomendasi teknis (rekomtek),” imbuh Widhiyanti.
Meski begitu, belum ada izin pemanfaatan rumaja yang dikeluarkan pemda di Sarbagita untuk perusahaan telekomunikasi. Namun, dengan perbedaan data di birokrasi dan situasi di lapangan ini menyebabkan masyarakat kebingungan, ke mana mereka harus melapor ketika ada masalah dengan tiang dan kabel internet ini.
Pemerintah tidak memiliki data perusahaan apa saja yang memasang jaringan kabel internet di wilayahnya. Apjatel juga tidak mampu memastikan, ketika ada masalah dengan kabel putus dan tiang roboh yang mengganggu warga, tiang dan kabel itu apakah milik anggotanya.
Widhiyanti menegaskan, izin berusaha perusahaan pemasang tiang dan kabel internet ini boleh saja dari Pemerintah Pusat. Tetapi, izin pemanfaatan rumaja wajib dikantongi dari penyelenggara jalan di daerah sesuai Permen PU Nomor 20 Tahun 2010 dan PP Nomor 34 Tahun 2006.
“Untuk itu, dari kajian ini kami merekomendasikan tiga saran perbaikan untuk ditindaklanjuti,” tegas Widhiyanti yang juga eks Wakil Kepala Perwakilan ORI Provinsi Bali ini.
Saran perbaikan itu, pertama, membentuk tim kerja penanganan kabel telekomunikasi untuk menindaklanjuti Perda yang sudah dibuat atau merumuskan Perda terkait penanganan kabel telekomunikasi. Kedua, tim kerja menginventarisasi perizinan dan membina perusahaan kabel telekomunikasi.
Kemudian, Ombudsman meminta pemda melayani pengaduan masalah kabel telekomunikasi dari masyarakat. Hal ini termuat pada saran perbaikan ketiga yakni Pemerintah Sarbagita melalui tim kerja membuat standar pelayanan penanganan pengaduan kabel telekomunikasi.
“Saran perbaikan ini untuk diproses dalam waktu 30 hari. Nanti, akan kami monitoring progresnya,” kata Widhiyanti yang memimpin lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik di Pulau Dewata ini.
Senin pagi di Kantor Perwakilan ORI Provinsi Bali, Widhiyanti menyerahkan hasil kajian sistemik dan saran perbaikan ini ke para perwakilan pemda. Perwakilan pemda berharap, ORI meneruskan persoalan ini ke Pemerintah Pusat dan penegak hukum vertikal dapat terlibat dalam tim kerja penanganan kabel telekomunikasi. *rat
Kata Kepala Perwakilan ORI Provinsi Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti, sebanyak 26 laporan itu masuk melalui kanal aduan. Sedangkan, masyarakat yang tidak memakai kanal aduan meluahkan unek-uneknya melalui media sosial dan ada pula beberapa kasus yang dipantau lewat media massa cetak, daring, dan elektronik.
“Masalah ini sudah menjadi isu publik yang luar biasa, ada juga yang sudah menjadi korban akibat kesemrawutan kabel telekomunikasi ini. Untuk itu, tahun ini kami sudah melakukan kajian sistemik terkait permasalahan ini,” kata Widhiyanti, ditemui di Kantor Perwakilan ORI Provinsi Bali di Denpasar, Senin (2/12/2024).
Ombudsman lantas melakukan kajian di kawasan Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita). Kajian melihat beberapa aspek, di antaranya yang penting adalah dari sisi regulasi, perizinan, penanganan laporan masyarakat di level pemerintah daerah (pemda).
Data kajian dikumpulkan dari Dinas Komunikasi dan Informatika, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, BUMN seperti PLN dan Telkom, BUMD terkait, Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel), sampai pemerintahan kecamatan dan desa.
“Dari data yang kami dapatkan, belum ada izin pemanfaatan ruang manfaat jalan (rumaja) untuk perusahaan telekomunikasi yang dikeluarkan Pemerintah Sarbagita,” jelas Widhiyanti.
Ombudsman juga mengungkap, baru Badung dan Denpasar saja yang memiliki Perda dan Perwali terkait perencanaan jaringan utilitas yang dapat dipakai menyikapi kesemrawutan kabel internet ini. Gianyar dan Tabanan belum memiliki peraturan level kabupaten.
“Sejak ada Perda Badung Nomor 19 Tahun 2016, Pemkab Badung memang belum pernah mengeluarkan izin. Denpasar, ada yang mengajukan tapi tidak memenuhi syarat. Gianyar, ada lima mengajukan izin pemanfaatan rumaja, di Tabanan ada satu yang meminta rekomendasi teknis (rekomtek),” imbuh Widhiyanti.
Meski begitu, belum ada izin pemanfaatan rumaja yang dikeluarkan pemda di Sarbagita untuk perusahaan telekomunikasi. Namun, dengan perbedaan data di birokrasi dan situasi di lapangan ini menyebabkan masyarakat kebingungan, ke mana mereka harus melapor ketika ada masalah dengan tiang dan kabel internet ini.
Pemerintah tidak memiliki data perusahaan apa saja yang memasang jaringan kabel internet di wilayahnya. Apjatel juga tidak mampu memastikan, ketika ada masalah dengan kabel putus dan tiang roboh yang mengganggu warga, tiang dan kabel itu apakah milik anggotanya.
Widhiyanti menegaskan, izin berusaha perusahaan pemasang tiang dan kabel internet ini boleh saja dari Pemerintah Pusat. Tetapi, izin pemanfaatan rumaja wajib dikantongi dari penyelenggara jalan di daerah sesuai Permen PU Nomor 20 Tahun 2010 dan PP Nomor 34 Tahun 2006.
“Untuk itu, dari kajian ini kami merekomendasikan tiga saran perbaikan untuk ditindaklanjuti,” tegas Widhiyanti yang juga eks Wakil Kepala Perwakilan ORI Provinsi Bali ini.
Saran perbaikan itu, pertama, membentuk tim kerja penanganan kabel telekomunikasi untuk menindaklanjuti Perda yang sudah dibuat atau merumuskan Perda terkait penanganan kabel telekomunikasi. Kedua, tim kerja menginventarisasi perizinan dan membina perusahaan kabel telekomunikasi.
Kemudian, Ombudsman meminta pemda melayani pengaduan masalah kabel telekomunikasi dari masyarakat. Hal ini termuat pada saran perbaikan ketiga yakni Pemerintah Sarbagita melalui tim kerja membuat standar pelayanan penanganan pengaduan kabel telekomunikasi.
“Saran perbaikan ini untuk diproses dalam waktu 30 hari. Nanti, akan kami monitoring progresnya,” kata Widhiyanti yang memimpin lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik di Pulau Dewata ini.
Senin pagi di Kantor Perwakilan ORI Provinsi Bali, Widhiyanti menyerahkan hasil kajian sistemik dan saran perbaikan ini ke para perwakilan pemda. Perwakilan pemda berharap, ORI meneruskan persoalan ini ke Pemerintah Pusat dan penegak hukum vertikal dapat terlibat dalam tim kerja penanganan kabel telekomunikasi. *rat
Komentar