Jaga Kesehatan Gigi dan Mulut, Dokter Paparkan Ciri-ciri Karang Gigi
ADA perbedaan mendasar untuk ‘menangani’ plak dan karang gigi. Plak masih bisa dibersihkan dengan sikat gigi. Namun, jika sudah menjadi karang gigi, harus dilakukan scaling dengan alat khusus.
Untuk itu, dokter gigi dari Klinik Utama Kedokteran Nuklir Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Serpong, Tangerang Selatan, Frida Yunisca mengajak masyarakat untuk mewaspadai berbagai ciri-ciri karang gigi yang dapat berdampak pada kesehatan gigi dan mulut.
“Apakah bapak ibu pernah mengalami gejala seperti ini? Gigi tampak kuning, cokelat, atau bahkan hitam di bagian depan? Saat sikat gigi mudah berdarah atau mulut terasa bau, meski sudah sikat gigi beberapa kali? Jangan-jangan, itu adalah tanda adanya karang gigi,” kata Frida dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (4/12/2024).
Frida menekankan pentingnya menyadari bahwa gejala-gejala tersebut kerap diabaikan hingga kondisi menjadi lebih serius. Dia menjelaskan karang gigi terbentuk dari plak yang tidak dibersihkan secara menyeluruh. Plak merupakan lapisan lunak yang menjadi tempat bakteri berkembang biak.
Jika tidak segera diatasi, lanjutnya, maka plak akan mengeras akibat mineralisasi dari kalsium dan fosfat, yang pada akhirnya membentuk karang gigi.
“Plak itu masih bisa dibersihkan dengan sikat gigi. Namun, jika sudah menjadi karang gigi, harus dilakukan scaling dengan alat khusus,” ucapnya.
Frida memaparkan karang gigi terbagi menjadi dua jenis yaitu supragingiva dan subgingiva. Supragingiva berada di atas garis gusi dengan warna putih kekuningan atau cokelat, tergantung tingkat keparahan.
Sementara itu, subgingiva terletak di bawah garis gusi dengan warna cokelat hingga hijau kehitaman. Jenis kedua ini biasanya lebih sulit diatasi karena letaknya yang tersembunyi.
“Karang gigi, terutama yang berada dekat dengan gusi, dapat menyebabkan gingivitis atau peradangan gusi. Gusi menjadi merah, bengkak, dan mudah berdarah. Jika dibiarkan, ini bisa berkembang menjadi periodontitis yang merusak jaringan pendukung gigi, bahkan menyebabkan gigi goyang,” ujarnya.
Oleh karena itu Frida menyarankan berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk dapat mencegah pembentukan karang gigi, seperti menyikat gigi sebanyak dua hingga tiga kali sehari pada pagi dan malam hari sebelum tidur, serta menggunakan benang gigi untuk membersihkan sela-sela gigi yang sulit dijangkau.
Di samping itu dia juga mengimbau kepada masyarakat untuk mengganti sikat gigi setiap dua hingga tiga bulan agar daya bersihnya tetap optimal.
Frida juga menyarankan kepada masyarakat untuk mengurangi konsumsi makanan manis dan berkarbohidrat tinggi, serta melakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi setiap enam bulan.
“Kalau sudah ada karang gigi, segera lakukan scaling. Jangan tunggu sampai kondisinya memburuk, karena ini bisa memengaruhi kesehatan gigi dan gusi secara keseluruhan,” tutur Frida.
Pembersihan karang gigi atau scaling tidak mengakibatkan gigi goyang. Hal itu dikemukakan dokter gigi dari RSCM Jakarta Ines Agustina Sumbayak.
“Mitos ya kalau scaling itu membuat gigi goyang, dan banyak orang yang percaya itu sehingga takut untuk membersihkan karang gigi,” kata Ines di Jakarta.
Ines menjelaskan, plak atau dikenal dengan sisa makanan yang bercampur dengan bakteri pada rongga mulut yang tidak dibersihkan dengan baik, maka akan mengeras dan menjadi karang gigi.
Dia menyebut bahwa yang membuat gigi goyang adalah karang gigi yang tidak dibersihkan, sehingga penting untuk masyarakat dapat memeriksakan kesehatan dan kebersihan gigi minimal enam bulan sekali.
“Justru dengan menghilangkan karang gigi tersebut, maka secara otomatis akan menghilangkan penyebab kegoyangan gigi,” ujarnya.
Secara fisiologis gigi goyang normal terjadi pada anak-anak yang berusia 6 tahun atau fase di mana gigi susu akan berganti menjadi gigi permanen.
Sementara kegoyangan yang berikutnya bersifat patologis atau sebenarnya bukanlah kegoyangan dalam kondisi yang normal, melainkan disebabkan adanya infeksi atau trauma yang bisa terjadi baik pada gigi susu maupun gigi permanen.
Selain karang gigi, Ines mengungkapkan terdapat sejumlah faktor yang bisa menyebabkan gigi goyang, yakni adanya trauma atau cedera pada gigi yang membuat penyangga gigi menjadi rusak seperti kecelakaan, jatuh, kemudian gigitan berlebih pada gigi.
“Posisi gigi geligi tidak normal atau berantakan juga bisa menyebabkan trauma sebagai prematur kontak dan blocking pada gigi yang membuat jaringan penyangga gigi tersebut trauma,” katanya.
Penyakit seperti diabetes melitus, menurutnya, juga sangat erat kaitannya dengan gigi yang goyang. Karena pada kondisi diabetes terjadi peningkatan gula darah sehingga membuat bakteri lebih banyak pada rongga mulut.
“Kondisi ini akan memicu terjadinya kerusakan lebih parah, dan ini adalah dua hal yang berkaitan antara diabetes dengan kegoyangan gigi,” ujar Ines.
Ines mengatakan bahwa kegoyangan gigi juga sering terjadi pada kondisi ibu hamil, karena terjadi perubahan hormon yakni perubahan progesteron dan estrogen yang meningkat pesat. Kondisi tersebut jelasnya membuat tulang dan jaringan lunak di sekitar gigi menjadi longgar, serta mengundang tumbuhnya bakteri di mulut.
“Ada perubahan pada jaringan penyangga giginya sehingga terjadi juga kegoyangan gigi,” kata Ines. 7 ant
Komentar