Faktor Ekonomi Dominasi Kasus Perceraian di Bangli
Angka perceraian di Bangli hingga pertengahan 2017 terdata 84 perkara.
BANGLI, NusaBali
Dari puluhan perkara perceraian yang ditangani Pengadilan Negeri (PN) Bangli, tersebut penyebabnya didominasi karena faktor ekonomi.
Humas Pengadilan Negeri Bangli Anak Agung Putra Wiratjaya, Minggu (27/8), menyatakan, dibandingan perkaraa perdata lainya, meliputi perbuatan melawan hukum, wanprestasi, perkara perceraian yang lebih banyak ditangani. Pada 2016, tercatat 134 perkara percerain, sedangkan di luar perkara percaraian hanya 9.
Agung Putra menyebut beberapa penyebab perceraian, di antaranya faktor perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). “Faktor ekonomi paling tinggi, bila dipersentasekan sekitar 75 persen,” imbuhnya. Menurutnya, pasangan yang memutuskan untuk bercerai rata-rata usia 30 tahun hingga 45 tahun.
Salah satu kasus yang sedang ditangani, pasangan yang menikah lantaran perempuan sudah hamil. Baru menjalani pernikahan beberapa minggu, si perempuan mengajukan gugatan perceraian ke PN Bangli, dengan alasan KDRT. Awal persoalan, sang perempuan masih memakai cincin dari mantan pacar, sang suami meminta melepas cincin tersebut. Namun permintaan itu tidak diindahkan. Lantaran geram, sang suami membuka paksa cincin dari mantan pasar sang istri.
“Cincin dibuang, yang perempuan marah dan terus ngomel. Karena emosi yang perempuan dipukul. Tidak terima sang perempuan memilih untuk pisah,” beber Agung Putra. Lanjutnya, sebelum diputus cerai, majelis hakim mengambil langkah mediasi. Waktu mediasi 30 jam kerja. Bila dalam waktu tersebut belum berhasil mediasi, tetapi ada itikad baik, waktu mediasi bisa diperpanjang 30 jam kerja.
Menurutnya, di Bangli banyak pasangan yang sudah berpisah hingga 7 tahun baru mengurus perceraian secara adat. “Sebetulnya tidak ada perceraian secara adat. Keputusan cerai secara hukum formal ini yang nanti disiarkan di adat. Tapi di lapangan banyak kasus ditemukan pisah hanya menyampaikan di adat, tidak melalui jalur hukum formal,” ungkapnya.
Pihaknya berharap, prajuru adat bisa memediasi warga ketika ada persoalan, agar tidak sedikit-sedikit bercerai. Bila memang tidak menemui titik terang, pasang tersebut bisa diarahkan ke pengadilan. “Kami tetap upayakan mediasi. Kalau masih bisa mediasi kenapa tidak, sejuah ini mediasi beberapa kasus berhasil,” imbuhnya.
Sementara itu, berdasarkan data PN Bangli, kasus perceraian tahun 2016 di masing-masing kecamatan yakni di Kecamatan Kintamani sebanyak 52 perkara, Kecamatan Susut ada 20 perkara, Kecamatan Tembuku ada 22 perkara, dan di Kecamatan Bangli ada 30 perkara.
Sementara hingga Agustus 2017, di Kecamatan Kintamani ada 36 perkara, Kecamatan Tembuku sebanyak 13 perkara, Kecamatan Bangli ada 14 perkara, dan dari Kecamatan Susut ada 9 perkara. * e
Komentar