Upacara Tumpek Uye di DTW Kawasan Luar Pura Luhur Uluwatu
Dua Gebogan Dipersembahkan untuk Kawanan Monyet
MANGUPURA, NusaBali - Meski hujan lebat mengguyur wilayah Bali, upacara Tumpek Uye atau Tumpek Kandang tetap digelar di Kawasan Luar Pura Luhur Uluwatu pada Sabtu (14/12) sore.
Upacara yang dimulai pukul 17.00 Wita ini berlangsung meriah meski cuaca kurang bersahabat.
Salah satu momen unik yang mencuri perhatian wisatawan adalah saat dua buah gebogan berisi sayur, buah, dan umbi-umbian diserbu oleh kawanan monyet. Atraksi ini menjadi hiburan tersendiri bagi para pengunjung destinasi wisata di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Beberapa pengunjung dari dalam dan luar negeri mengungkapkan kekaguman mereka terhadap tradisi dan interaksi unik antara manusia dan monyet di kawasan tersebut.
Menurut I Wayan Wijana, Manajer Pengelola DTW Kawasan Luar Pura Luhur Uluwatu, hujan bukanlah alasan untuk menunda upacara tersebut. “Saya pikir, kondisi cuaca tidak menyurutkan kami untuk melaksanakan upacara Tumpek Uye hari ini. Ini adalah kewajiban kami terkait Tri Hita Karana, yaitu menjaga hubungan harmonis antara manusia, alam, dan satwa,” ujarnya.
Wijana mengaku jika upacara ini juga merupakan bentuk rasa syukur kepada satwa, khususnya monyet, yang menjadi salah satu daya tarik utama di kawasan wisata ini. Wijana menambahkan bahwa kegiatan ini dilaksanakan setiap enam bulan sekali tanpa terkecuali, sebagai bagian dari tradisi dan penghormatan terhadap alam. Menurutnya, monyet di kawasan Uluwatu dikenal sebagai daya tarik wisata utama, namun juga memiliki kebiasaan unik yang memerlukan perhatian. Untuk menjaga hubungan baik antara manusia dan satwa, pihak pengelola secara rutin mengadakan kegiatan finding monkey atau pemberian makan kepada monyet secara bebas setiap Minggu pukul 16.00 Wita. Dalam kegiatan ini, wisatawan dapat memberi makan monyet di bawah pengawasan petugas.
“Kami terus melakukan pembenahan terhadap kebiasaan monyet agar interaksi dengan pengunjung tetap harmonis. Hewan-hewan ini sebenarnya baik, hanya saja kebiasaan mereka di alam liar perlu dikelola dengan baik,” jelasnya.
Kawasan Uluwatu disebut menjadi habitat bagi sekitar 650 ekor monyet, berdasarkan penelitian akademisi dari Inggris dan Amerika Serikat. Untuk menjaga kesehatan satwa, pihak pengelola bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Pemeriksaan kesehatan, termasuk gigi taring dan nutrisi, dilakukan setiap tiga hingga enam bulan secara berkala.
“Kami memastikan monyet-monyet di sini bebas dari penyakit seperti rabies. Selain itu, mereka diberi makan tiga kali sehari dengan anggaran mencapai Rp 2,5 juta per hari,” ungkap Wijana.
Dilanjutkan Wijana, populasi monyet di kawasan ini terbagi menjadi enam kelompok, dan masing-masing kelompok memiliki area makan yang berbeda untuk menghindari konflik antar monyet. Untuk mendukung kegiatan ini, sebanyak 15 pawang bekerja dalam dua shift, dengan tambahan tenaga saat ada acara khusus. Tumpek Uye bukan hanya sekadar upacara, melainkan momentum penghormatan kepada satwa dan alam. Selain memberikan gebogan, makanan juga dibagikan kepada satwa lainnya sebagai simbol kasih sayang.
“Pada dasarnya, pemberian makanan tidak hanya dilakukan setiap enam bulan sekali, melainkan setiap hari. Menu makanan pun bervariasi sesuai musim, seperti mangga saat musimnya tiba,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Bendesa Adat Pecatu, I Made Sumerta, menyampaikan bahwa upacara ini adalah bentuk penghormatan terhadap Tri Hita Karana, yaitu konsep harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan.
“Kita melaksanakan aturang sesajen atau upakara sebagai wujud syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan hidup berdampingan bersama makhluk hidup, kita menghaturkan sajen kepada hewan seperti kera yang ada di Pecatu sebagai ciptaan Tuhan. Semua ciptaan Tuhan harus dihargai,” ungkap Sumerta.
Menurut Sumerta, kegiatan ini tidak hanya memiliki nilai spiritual, tetapi juga edukatif bagi para wisatawan. Upacara Tumpek Uye juga menjadi momen refleksi untuk memberikan kembali sebagian kecil dari apa yang telah diterima oleh masyarakat dari keberadaan monyet di kawasan ini. Ia juga berharap tradisi ini terus dilestarikan dan bahkan ditingkatkan di masa depan.
“Monyet-monyet ini adalah bagian dari keunikan DTW Uluwatu. Dengan upacara ini, kita memberikan sesuatu yang lebih dari apa yang biasa mereka terima sehari-hari,” pungkasnya. 7 ol3
1
Komentar