Agus Suradnyana Pun Sindir Gubernur
Pidato kepemimpinan pertama dalam sidang paripurna istimewa DPRD Buleleng, Selasa (29/8), dijadikan ajang bagi Bupati Putu Agus Suradnyana untuk sindir Gubernur Bali Made Mangku Pastika.
Sampaikan Pidato Perdana di Sidang Paripurna Istimewa DPRD Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Bupati Agus Suradnyana mengaku merasa tidak nyaman kalau Buleleng disebut daerah miskin dan sebagai daerah miskin, disarankan tidak boleh bikin festival.
“Pertanyaannya, apakah daerah miskin tidak boleh mengembangkan seni dan budaya dalam balutan moderinitas? Apakah orang miskin tidak bermoral dan tak punya etika? Walaupun disebut miskin, tapi orang Buleleng senantiasa tetap mampu bersaing dalam kehidupan masyarakat. Sebab, Buleleng punya slogan ‘Jele Melah Nyame Gelah, Jele Melah Gumi Linggah’,” sindir Bupati Agus Suradnyana dalam pidato perdananya sebagai Bupati Buleleng periode kedua (2017-2022).
Dalam sidang paripurana istimewa yang dipimpin Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna, di Gedung Dewan, Jalan Veteran Singaraja, Selasa kemarin, Agus Suradnyana menegaskan agenda festival merupakan bentuk pelestarian budaya. Dan, pelestarian budaya itu menjadi bagian dari program 12 PASS. Selanjutnya, festival budaya itu dibranding dengan berbagai nama, sebagai bentuk kreasi dan inovasi da-ri aparatur pemerintah.
Menurut Agus Suradnyana, banyak manfaat yang ingin dicapai dalam festival budaya itu, di antaranya dapat memberikan dampak situasi semakin kondusif dan minim terjadinya konflik horizontal antar kelompok masyarakat. “Dengan makin banyak ada festival budaya, maka semakin kuat proses penggalian, pelestarian, pengembangan, dan sekaligus promosi potensi daerah. Festival budaya juga memberikan kontribusi pada kecintaan generasi muda akan daerah, bangsa, dan negara,” tandas Bupati yang juga Ketua DPC PDIP Buleleng ini.
Agus Suradnyana menegaskan, festival budaya secara kasat mata dapat juga dilihat sebagai ruang bagi masyarakat kecil untuk terlibat mencari keuntungan, dengan penjualan produk lokal yang dimiliki. Soalnya, festival budaya itu dapat mengundang masyarakat hadir lebih banyak dan senantiasa diikuti transaksi ekonomi. “Ini merupakan side effect terhadap peningkatan pendapatan masyarakat yang bermuara pada kesejahtraan,” jelas Bupati asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng ini.
Agus Suradnyana mengakui, dari segi kuantitas, Buleleng memang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak di Bali. Tapi, dari segi prosentase, kemiskinan Buleleng menduduki peringkat keempat di Bali. Itu indikasi bahwa program penanganan kemiskinan di Buleleng telah memberi kontribusi yang signifikan dalan penuntasan kemiskinan. “Saya sadari penuntasan kemiskinan tidak bisa dilakukan secara parsial, harus dengan semua pihak. Dalam masa jabatan saya periode 2017-2022, akan senantiasa bersinergi dengan pemerintah provinsi dan pusat.”
Di akhir sambutannya, Agus Suradnyana juga mengutip kata-kata bijak, ‘Orang yang miskin harta, tapi kaya hati, tidak akan lama miskin’. ‘Orang yang kaya harta, tapi miskin hati, sesungguhnya tidak pernah kaya’ Namun, Agus Suradnyana enggan menanggapi apa yang disampaikan dalam kata-kata bijak tersebut, saat ditemui seusai sidang paripurna istimewa kemarin. “Sudah, jangan tanya-tanya lagi. Tanya yang lain saja,” elaknya.
Sebelumnya, Gubernur Pastika sempat mengingatkan kegiatan Buleleng Festival perlu dievaluasi dampak dan konstribusinya terhadap pengentasan kemiskinan di Gumi Panji Sakti. “Saya apresiasi gerakan festival di Buleleng. Tapi, saya juga pertanyakan efektivitasnya dalam pengentasan kemiskinan. Penyelenggaraan festival dengan dana yang cukup besar itu, sejauh mana kontribusinya terhadap kemiskinan?” tanya Pastika saat acara pelantikan Bupati-Wakil Bupati Buleleng 2017-2022 terpilih hasil Pilkada 2017, Putu Agus Suradnyana-dr Nyoman Sutjidra (Paket PASS), di gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernuran, Niti Mandala Denpasar, Minggu (27/8) lalu.
Menurut Pastika, Buleleng dengan penduduk terbanyak dan banyak pula miskinnya, berpengaruh signifikan terhadap prosentase kemiskinan di Bali. Karenanya, segala program untuk pembangunan jangka panjang harus diarahkan kepada pengentasan kemiskinan. Dan, sesuai dengan Undang-undang 23 Tahun 2014, tidak boleh ada ego sektoral lagi. ”Saya ingatkan, dengan penduduk miskin di Buleleng yang merupakan terbanyak se-Bali, program pembangunannya harus terkoordinasi de-ngan provinsi dan nasional. Tidak boleh ada ego sectoral,” katanya. *k19
SINGARAJA, NusaBali
Bupati Agus Suradnyana mengaku merasa tidak nyaman kalau Buleleng disebut daerah miskin dan sebagai daerah miskin, disarankan tidak boleh bikin festival.
“Pertanyaannya, apakah daerah miskin tidak boleh mengembangkan seni dan budaya dalam balutan moderinitas? Apakah orang miskin tidak bermoral dan tak punya etika? Walaupun disebut miskin, tapi orang Buleleng senantiasa tetap mampu bersaing dalam kehidupan masyarakat. Sebab, Buleleng punya slogan ‘Jele Melah Nyame Gelah, Jele Melah Gumi Linggah’,” sindir Bupati Agus Suradnyana dalam pidato perdananya sebagai Bupati Buleleng periode kedua (2017-2022).
Dalam sidang paripurana istimewa yang dipimpin Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna, di Gedung Dewan, Jalan Veteran Singaraja, Selasa kemarin, Agus Suradnyana menegaskan agenda festival merupakan bentuk pelestarian budaya. Dan, pelestarian budaya itu menjadi bagian dari program 12 PASS. Selanjutnya, festival budaya itu dibranding dengan berbagai nama, sebagai bentuk kreasi dan inovasi da-ri aparatur pemerintah.
Menurut Agus Suradnyana, banyak manfaat yang ingin dicapai dalam festival budaya itu, di antaranya dapat memberikan dampak situasi semakin kondusif dan minim terjadinya konflik horizontal antar kelompok masyarakat. “Dengan makin banyak ada festival budaya, maka semakin kuat proses penggalian, pelestarian, pengembangan, dan sekaligus promosi potensi daerah. Festival budaya juga memberikan kontribusi pada kecintaan generasi muda akan daerah, bangsa, dan negara,” tandas Bupati yang juga Ketua DPC PDIP Buleleng ini.
Agus Suradnyana menegaskan, festival budaya secara kasat mata dapat juga dilihat sebagai ruang bagi masyarakat kecil untuk terlibat mencari keuntungan, dengan penjualan produk lokal yang dimiliki. Soalnya, festival budaya itu dapat mengundang masyarakat hadir lebih banyak dan senantiasa diikuti transaksi ekonomi. “Ini merupakan side effect terhadap peningkatan pendapatan masyarakat yang bermuara pada kesejahtraan,” jelas Bupati asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng ini.
Agus Suradnyana mengakui, dari segi kuantitas, Buleleng memang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak di Bali. Tapi, dari segi prosentase, kemiskinan Buleleng menduduki peringkat keempat di Bali. Itu indikasi bahwa program penanganan kemiskinan di Buleleng telah memberi kontribusi yang signifikan dalan penuntasan kemiskinan. “Saya sadari penuntasan kemiskinan tidak bisa dilakukan secara parsial, harus dengan semua pihak. Dalam masa jabatan saya periode 2017-2022, akan senantiasa bersinergi dengan pemerintah provinsi dan pusat.”
Di akhir sambutannya, Agus Suradnyana juga mengutip kata-kata bijak, ‘Orang yang miskin harta, tapi kaya hati, tidak akan lama miskin’. ‘Orang yang kaya harta, tapi miskin hati, sesungguhnya tidak pernah kaya’ Namun, Agus Suradnyana enggan menanggapi apa yang disampaikan dalam kata-kata bijak tersebut, saat ditemui seusai sidang paripurna istimewa kemarin. “Sudah, jangan tanya-tanya lagi. Tanya yang lain saja,” elaknya.
Sebelumnya, Gubernur Pastika sempat mengingatkan kegiatan Buleleng Festival perlu dievaluasi dampak dan konstribusinya terhadap pengentasan kemiskinan di Gumi Panji Sakti. “Saya apresiasi gerakan festival di Buleleng. Tapi, saya juga pertanyakan efektivitasnya dalam pengentasan kemiskinan. Penyelenggaraan festival dengan dana yang cukup besar itu, sejauh mana kontribusinya terhadap kemiskinan?” tanya Pastika saat acara pelantikan Bupati-Wakil Bupati Buleleng 2017-2022 terpilih hasil Pilkada 2017, Putu Agus Suradnyana-dr Nyoman Sutjidra (Paket PASS), di gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernuran, Niti Mandala Denpasar, Minggu (27/8) lalu.
Menurut Pastika, Buleleng dengan penduduk terbanyak dan banyak pula miskinnya, berpengaruh signifikan terhadap prosentase kemiskinan di Bali. Karenanya, segala program untuk pembangunan jangka panjang harus diarahkan kepada pengentasan kemiskinan. Dan, sesuai dengan Undang-undang 23 Tahun 2014, tidak boleh ada ego sektoral lagi. ”Saya ingatkan, dengan penduduk miskin di Buleleng yang merupakan terbanyak se-Bali, program pembangunannya harus terkoordinasi de-ngan provinsi dan nasional. Tidak boleh ada ego sectoral,” katanya. *k19
1
Komentar