nusabali

Hibah Diusik Bikin Pakrimik: Banjar Babakan Kawan Berlakukan Hukum Adat, Sumpah Panitia dan Warga di Pura Dalem

  • www.nusabali.com-hibah-diusik-bikin-pakrimik-banjar-babakan-kawan-berlakukan-hukum-adat-sumpah-panitia-dan-warga-di-pura-dalem

MANGUPURA, NusaBali.com - Keharmonisan warga adat Banjar Babakan Kawan, Desa Gulingan, Mengwi, Badung diuji. Di tengah pembangunan gedung serbaguna penunjang kegiatan warga yang didanai Hibah Kabupaten Badung, ada pihak yang diam-diam melaporkan dugaan penyelewengan dana hibah.

Gedung Serbaguna Banjar Adat Babakan Kawan ini sesuai perencanaan dibangun di atas lahan adat seluas 15 are wilayah Subak Babakan. Pembangunan ditalangi dana dari APBD Kabupaten Badung Tahun Anggaran 2024 sebesar Rp 6.359.560.000 melalui Dana Hibah Kabupaten Badung.

Gedung beton dengan rangka atap baja seluas 880 meter persegi ini rencananya difungsikan sebagai penunjang aktivitas warga. Di dalamnya ada lapangan indoor bola voli/badminton knockdown yang juga berfungsi sebagai aula berpanggung, ada tempat sekaa gong, dan dapat pula difungsikan mendukung segala perhelatan adat.

Pembangunan gedung serbaguna ini dilakukan secara swakelola. Hampir sepenuhnya dikerjakan warga setempat yang memang memiliki kualifikasi di bidangnya. Kata Kelian Adat Banjar Babakan Kawan, Made Sudantra, 59, ini untuk memutar perekonomian warganya yang memang sebagian besar bekerja di bidang konstruksi.

Namun, pada 8 Juni 2024, Sudantra mendapati Panitia Pemohon Dana Hibah dilaporkan sekelompok orang yang mengatasnamakan Aliansi Desa Gulingan Bersatu ke Polres Badung. Sontak saja, kabar ini menjadi pakrimik (buah bibir) yang lantas membuat warga resah.

“Istri saya tiga kali bulak balik ke UGD, sesak napas semenjak ada peristiwa ini. Sekarang saya titipkan ke rumah mertua di Negara supaya tidak banyak pikiran,” ujar Sudantra kepada NusaBali.com, ditemui di lokasi pembangunan gedung serbaguna, Kamis (3/1/2025).

Kemudian, mulai 27 Juni 2024, satu demi satu dari 14 orang Panitia Pemohon Dana Hibah dipanggil Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polres Badung. Kelian Adat Sudantra yang juga Ketua Panitia Pemohon Dana Hibah dipanggil terakhir, 26 Desember 2024 lalu.

“Kami panitia dituduh bagi-bagi dana hibah. Yang bikin tidak masuk akal adalah dugaan penyalahgunaan dana itu dilaporkan 8 Juni, sedangkan kami baru menarik dana dari rekening 25 Juni. Jaraknya jauh sekali, masa Bank BPD yang mengambil uangnya,” beber Wayan Sukardana, 53, warga yang juga anggota panitia.

Peristiwa ini disesali warga banjar adat dengan 122 kepala keluarga ini. Sebab, dari beberapa proyek hibah yang masuk ke wilayah Banjar Babakan Kawan, baru kali ini diwarnai peristiwa pelaporan panitia. Sudantra selaku pamucuk adat di Banjar Babakan Kawan lantas mengumpulkan warga, 8 Desember 2024, untuk paruman banjar.

Di dalam paruman itu, permasalahan yang ada diungkap ke warga adat. Di saat bersamaan, prajuru adat juga sedang berupaya mendalami adanya kecurigaan keterlibatan orang dalam di peristiwa pelaporan ini.

"Karena foto-foto paruman banjar ada (jadi bahan laporan) di kepolisian. Paruman ini kan pastinya diikuti warga kami, bukan orang luar,” jelas Ketut Gandra, 56, warga yang juga anggota panitia.

“Bagus, kalau narasi foto-foto itu benar. Tapi, kami temukan ada unggahan di Facebook, mungkin sudah dihapus sekarang, katanya kami panitia kumpul untuk bagi-bagi uang,” lanjut Gandra.

Sesuai awig-awig dan pararem (hukum adat) turun temurun di Banjar Babakan Kawan, panitia dan warga disumpah agar niskala yang mengungkap pelaku. Panitia disumpah berkaitan tuduhan penyelewengan dana, warga disumpah soal dugaan adanya orang dalam yang terlibat mengusik proyek hibah.

Dikatakan, sumpah adat ini telah disepakati paruman banjar pada 8 Desember 2024 lalu dan diputuskan dilakukan bertepatan rahina Kajeng Kliwon, Jumat (3/1/2025) ini. Sumpah adat ini dilakukan di Pura Dalem Babakan Ulun Uma sekitar pukul 18.00 WITA.

Hukum adat mengenai prosesi sumpah ini disebut dilakukan secara turun-temurun untuk memecahkan kasus kehilangan atau pencurian. Di masa lalu, apabila banjar kehilangan sesuatu, pelaku diberi waktu tiga hari untuk mengakui perbuatannya. Kalau tidak ada yang mengaku, seluruh warga disumpah.

“Masyarakat kami juga tidak kaku, kalau ada yang sudah mengakui perbuatannya, sumpah itu pasti batal. Jadi, sumpah ini bukan ujug-ujug karena ada peristiwa sekarang ini tapi sudah ada sejak tetua kami dulu,” tegas Sukardana, warga yang juga anggota panitia.

Menurut Kelian Adat Sudantra, prosesi sumpah adat ini diawali dengan pamangku pura matur piuning, memohon petunjuk. Kemudian, panitia dan warga melakukan sumpahnya. “Kalau saya ada melakukan perbuatan ini, ini, maka saya siap menerima risiko seperti ini, ini,” katanya.

Sementara itu, berdasarkan pantauan NusaBali.com di lokasi pembangunan, Jumat pagi, pengerjaan menuju tahap akhir masih berlangsung terutama di bagian atap. Pengerjaan lain menyisakan penyelesaian di area lapangan indoor/aula dengan target rampung 15 Januari 2025 ini dengan upaya perpanjangan hingga tiga bulan lagi.

“Dari segi keuangan pun tidak masalah, artinya antara dana yang sudah diserap untuk realisasi pembangunan dan yang tersisa itu balance,” tandas Kelian Adat sekaligus Ketua Pemohon Dana Hibah, Sudantra. *rat

Komentar