nusabali

Reka Gambarkan Sejarah dan Perkembangan Alat Musik Jegog Melalui Karya Prasi 'Ndong-Ndeng-Ndung-Nding'

  • www.nusabali.com-reka-gambarkan-sejarah-dan-perkembangan-alat-musik-jegog-melalui-karya-prasi-ndong-ndeng-ndung-nding

SINGARAJA, NusaBali - Mahasiswa Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja, I Kadek Agus Reka Biambara Putra menyulap jegog, alat musik tradisional Jembrana, menjadi medium prasi.

Karya seni itu dipamerkan dalam pameran mahasiswa yang digelar baru-baru ini di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Undiksha.

Dengan ukurannya yang cukup besar, karya prasi tersebut cukup menyita perhatian begitu masuk ruang pameran. Sekilas, jegog itu tampak seperti gamelan pada umumnya yang terbuat dari bambu. Namun yang menarik, masing-masing bilah bambu dilukis prasi dengan berbagai gambar yang menceritakan kisah alat musik tradisional ini.

Reka menghabiskan waktu delapan bulan untuk membuat karya ini. Persiapan dilakukan dari proses riset, mencari bambu, hingga proses menggambar. Ia menggunakan metode research based artwork atau karya berbasis penelitian. Dengan meneliti sejarah jegog terlebih dahulu, kemudian divisualisasikan di atas alat musik jegog,

Dijelaskan, gamelan jegog sejatinya terdiri dari delapan bilah bambu. Namun pada karya ini Reka hanya menggunakan empat bilah bambu yang menurutnya mewakili semua instrumen. Empat bilah bambu ini merupakan nada dasar, yakni “Ndong-Ndeng-Ndung-Nding”, yang kemudian ia jadikan sebagai judul karyanya.

Pada permukaan empat bilah bambu tersebut, Reka melukiskan sejarah jegog dengan teknik prasi. “Biasanya prasi digambar di atas lontar. Namun saya eksplor lagi, dan mencari tahu apakah (menggambar di media bambu) ini dikategorikan seni prasi. Ternyata ini dikategorikan sebagai seni prasi karena bercerita dan detail,” kata dia ditemui akhir Desember 2024 lalu.

Reka mengisahkan dengan lukisan bagaimana sejarah jegog pada masing-masing bilah bambu jegog. Kisah itu ia bagi dalam tiga masa. Diawali dengan cerita penemuan jegog oleh Kiyang Geliduh ketika mencari kayu bakar di hutan, yang divisualisasikan pada bilah bambu Ndong. 

Pada bilah bambu Ndeng ia mengisahkan perkembangan jegog di era Genyor (1912-1945). Pada era ini tercipta beberapa komposisi instrumental. Alat musik ini juga digunakan untuk perayaan panen, hiburan, serta beberapa acara keagamaan. 

Kemudian pada bilah bambu Ndung menceritakan era Ni Suprig (1945-1965). Pada masa ini kesenian jegog dikombinasikan dengan pencak silat hingga menjadi sangat populer di Jembrana. Terakhir, bilah bambu Nding menceritakan era I Nyoman Jayus (1965-1980). Jayus yang merupakan dosen sekaligus seniman mengenalkan jegog ke berbagai negara. 

Seluruh cerita sejarah jegog ini divisualisasikan menggunakan teknik pirografi (pyrography) atau seni membuat gambar dari hasil pembakaran. Reka menggunakan logam seperti jarum yang dialiri listrik, untuk menciptakan pembakaran di media bambu. Proses visualisasi pun diakui membutuhkan kesabaran ekstra dan memakan waktu paling lama.

“Tekniknya saya juga eksplor lagi apakah prasi hanya dengan toreh saja. Ternyata tidak, ternyata bisa menggunakan teknik pirografi,” ungkap pemuda asal Desa Budeng, Kecamatan/Kabupaten Jembrana yang juga tergabung dalam Sanggar Jegog Suar Agung Jembrana ini.

Kata Reka, bambu yang digunakan jenis bambu petung. Bambu ini didapatkan di daerah Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. “Di Jembrana hampir tidak ada pohon bambu, orang dari Jembrana mencari bambu ke wilayah Penebel, Tabanan. Di situlah uniknya, kok bisa di Jembrana tidak ada bambu, tapi jegog ini dari Jembrana, katanya. 

Pemuda 21 tahun ini juga mengaku tetap mencari perajin jegog untuk penyesuaian nada pada karya seninya. Sehingga walaupun telah diukir, tetap bisa dimainkan dan tidak akan mengubah nada. 

Melalui karya ini Reka ingin menghidupkan kembali sejarah Jegog dalam bentuk visual yang lebih kontemplatif, yang dapat dinikmati tidak hanya sebagai karya seni, tetapi juga sebagai sarana edukasi dan pelestarian budaya. “Saya harapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai seni jegog dalam konteks sejarah dan budaya, serta seni prasi sebagai bentuk seni visual yang tak lekang oleh waktu,” tutupnya.7 mzk

Komentar