Cak Inovasi Smanbara dan Smansa Tampil Mengejutkan
Parade Cak dalam Gelar Seni Akhir Pekan (GSAP) Bali Mandara Nawanatya, pada Bulan September ini, memberikan kejutan bagi para pecinta seni di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Bali, Sabtu (2/9) malam.
DENPASAR, NusaBali
Dua sekolah yakni SMAN Bali Mandara (Smanbara) dan SMAN 1 Denpasar (Smansa) tampil mempesona membawakan cak inovasi. Keduanya sanggup membuat penonton tercengang. SMAN Bali Mandara misalnya, mengangkat cerita ‘Amejah Timiraning Nata: Wit I Gusti Pani Kaparinama’. Sebuah kisah rakyat yang berlatar belakang wilayah Buleleng.
Cerita ini mampu dikemas dengan elok dan dibawakan oleh 210 siswa Smanbara. “Kami mengangkat cerita ini karena di Buleleng cerita tentang Ki Panji Sakti sudah terkenal. Dan pesan yang ingin sampaikan dari pementasan ini adalah seorang pemimpin harus peka dengan kemiskinan yang dialami rakyatnya,” jelas Kepala SMAN Bali Mandara, I Nyoman Darta yang ikut menonton pertunjukan anak didiknya.
Keberhasilan Smanbara dalam menampilkan cak inovasi tanpa meninggalkan unsur-unsur utama cak juga menarik perhatian budayawan, Prof I Wayan Dibia. Dia mengakui pementasan cak SMAN Bali Mandara enak ditonton dan menarik. Prof Dibia juga memuji pilihan cerita yang diangkat dalam pementasan tersebut yang keluar dari cerita Ramayana. “Bagi saya yang membanggakan dari mereka adalah mereka berani keluar dari cerita Ramayana. Karena sesungguhnya Cak tidak harus selalu cerita epos Ramayana. Itu menunjukkan keterbukaan Cak,” puji Prof Dibia.
Hanya saja, Prof Dibia merasa agak terganggu menjelang akhir pertunjukan. Ketika ilustrasi musik menenggelamkan suara cak dari para penari. “Dan semakin mengganggu ketika suara drum menenggelamkan vokal kuat penari. Itu yang tidak mereka perhitungkan. Mereka hanya sekedar ramai-ramai saja. Itu yang perlu diperbaiki,” sarannya.
Sementara penampilan cak dari SMAN 1 Denpasar mengangkat cerita dari epos Ramayana dengan judul Anggada Duta, tentang Sang Anggada yang diutus Rama untuk membujuk Raja Alengka, Rahwana untuk mengembalikan Shinta yang diculiknya, untuk menghindari peperangan. Hasilnya, malah Anggada terpengaruh hasutan Rahwana dan ingin membalas dendam pada Ramadewa karena kematian ayahnya.
Penampilan cak SMAN 1 Denpasar memang rapi tetapi terkesan kurang natural. “Tetapi kita perlu mengapresiasi yang sudah mereka pentaskan. Karena di tengah pergaulan remaja kota besar seperti Denpasar, mereka mampu menampilkan karya cak seperti,” ujar kurator Bali Mandara Nawanatya, Mas Ruscita Dewi.
Secara umum, budayawan sekaligus pembina cak modern Bali Mandara Nawanatya, Prof Dr I Made Bandem, melihat sudah banyak perbaikan, terutama dari sisi mengembalikan elemen-elemen cak, dibanding tahun sebelumnya. “Unsur centing yakni lagu-lagu atau kidung sakral cak, itu sudah terdengar dalam penampilan tadi. Ya walaupun tidak panjang, masih singkat. Begitu juga dari sisi kekotekan dan kekilitan Cak,” ungkapnya.
“Dari beberapa pembinaan yang sudah kita lakukan dan hasilnya memang cukup meningkat. Tidak hanya dari pengembalian unsur-unsur kecak, pemunculan karakter pada tokoh masing-masing juga sudah baik,” katanya. *in
Dua sekolah yakni SMAN Bali Mandara (Smanbara) dan SMAN 1 Denpasar (Smansa) tampil mempesona membawakan cak inovasi. Keduanya sanggup membuat penonton tercengang. SMAN Bali Mandara misalnya, mengangkat cerita ‘Amejah Timiraning Nata: Wit I Gusti Pani Kaparinama’. Sebuah kisah rakyat yang berlatar belakang wilayah Buleleng.
Cerita ini mampu dikemas dengan elok dan dibawakan oleh 210 siswa Smanbara. “Kami mengangkat cerita ini karena di Buleleng cerita tentang Ki Panji Sakti sudah terkenal. Dan pesan yang ingin sampaikan dari pementasan ini adalah seorang pemimpin harus peka dengan kemiskinan yang dialami rakyatnya,” jelas Kepala SMAN Bali Mandara, I Nyoman Darta yang ikut menonton pertunjukan anak didiknya.
Keberhasilan Smanbara dalam menampilkan cak inovasi tanpa meninggalkan unsur-unsur utama cak juga menarik perhatian budayawan, Prof I Wayan Dibia. Dia mengakui pementasan cak SMAN Bali Mandara enak ditonton dan menarik. Prof Dibia juga memuji pilihan cerita yang diangkat dalam pementasan tersebut yang keluar dari cerita Ramayana. “Bagi saya yang membanggakan dari mereka adalah mereka berani keluar dari cerita Ramayana. Karena sesungguhnya Cak tidak harus selalu cerita epos Ramayana. Itu menunjukkan keterbukaan Cak,” puji Prof Dibia.
Hanya saja, Prof Dibia merasa agak terganggu menjelang akhir pertunjukan. Ketika ilustrasi musik menenggelamkan suara cak dari para penari. “Dan semakin mengganggu ketika suara drum menenggelamkan vokal kuat penari. Itu yang tidak mereka perhitungkan. Mereka hanya sekedar ramai-ramai saja. Itu yang perlu diperbaiki,” sarannya.
Sementara penampilan cak dari SMAN 1 Denpasar mengangkat cerita dari epos Ramayana dengan judul Anggada Duta, tentang Sang Anggada yang diutus Rama untuk membujuk Raja Alengka, Rahwana untuk mengembalikan Shinta yang diculiknya, untuk menghindari peperangan. Hasilnya, malah Anggada terpengaruh hasutan Rahwana dan ingin membalas dendam pada Ramadewa karena kematian ayahnya.
Penampilan cak SMAN 1 Denpasar memang rapi tetapi terkesan kurang natural. “Tetapi kita perlu mengapresiasi yang sudah mereka pentaskan. Karena di tengah pergaulan remaja kota besar seperti Denpasar, mereka mampu menampilkan karya cak seperti,” ujar kurator Bali Mandara Nawanatya, Mas Ruscita Dewi.
Secara umum, budayawan sekaligus pembina cak modern Bali Mandara Nawanatya, Prof Dr I Made Bandem, melihat sudah banyak perbaikan, terutama dari sisi mengembalikan elemen-elemen cak, dibanding tahun sebelumnya. “Unsur centing yakni lagu-lagu atau kidung sakral cak, itu sudah terdengar dalam penampilan tadi. Ya walaupun tidak panjang, masih singkat. Begitu juga dari sisi kekotekan dan kekilitan Cak,” ungkapnya.
“Dari beberapa pembinaan yang sudah kita lakukan dan hasilnya memang cukup meningkat. Tidak hanya dari pengembalian unsur-unsur kecak, pemunculan karakter pada tokoh masing-masing juga sudah baik,” katanya. *in
1
Komentar