Pembangunan Villa di Bukit Ser Dihentikan Sementara
Pengusaha Sebut Sudah Ikuti Prosedur dan Aturan
Arya Astawa pun berharap kedepannya pemerintah daerah mengambil kebijakan dalam hal perizinan agar tidak menghambat investor menanamkan modalnya di Buleleng.
SINGARAJA, NusaBali
Pengusaha villa di kawasan Bukit Ser, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng akhirnya angkat bicara, pasca proyek pembangunan dihentikan sementara. Proses pembangunan villa disebut sudah mengikuti aturan yang berlaku. Namun dalam pengurusan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) malah berhadapan dengan regulasi birokrasi yang dinilai menghambat investasi di Buleleng.
Owner villa Nyoman Arya Astawa ditemui Senin (13/1) kemarin menjelaskan, bahwa bangunan villa yang dibangunnya sebenarnya tidak dalam zona tanah negara yang dalam sengketa saat ini. Arya Astawa menyebut lahan yang dibanguni villa saat ini dibelinya beberapa tahun lalu dari pemilik tangan kedua yang bernama Yunus asal Jakarta. Yunus adalah pemilik tangan kedua yang semula membeli lahan itu dari Wayan Matal.
Lalu pada tahun 2024, dia mengurus perizinan hingga terbitlah Nomor Induk Berusaha (NIB) yang diurusnya online melalui Online Single Submission (OSS) aplikasi perizinan terpadu. Hanya saja terbitnya NIB tidak berbarengan dengan KKPR yang hingga kini tak kunjung terbit.
“Saya dengan partner mendirikan bangunan dan berinvestasi juga berdasarkan kajian karena Pemuteran kawasan pariwisata, RTRW-nya jelas. Saya sudah ikuti proses regulasi perizinan sesuai ketentuan pemerintah, sudah ada NIB, sehingga kami berani membangun. Secara undang-undang cipta kerja kalau sudah mengantongi NIB sudah mendapat legalitas pelaku usaha untuk pengadaan tanah, membangun, pemenuhan sarana termasuk perekrutan SDM,” terang Arya Astawa yang juga tokoh pelaku pariwisata Buleleng ini.
Menurutnya, jauh sebelum pemberhentian sementara proyek pembangunan villanya itu, sudah berkonsultasi untuk studi kelayakan sempadan pantai dan dinyatakan tidak masalah. Dia pun mengaku belum mengetahui pasti mampetnya pengurusan KKPR untuk berinvestasi di Buleleng.
Arya Astawa pun berharap kedepannya pemerintah daerah mengambil kebijakan dalam hal perizinan agar tidak menghambat investor menanamkan modalnya di Buleleng. Terlebih menurutnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Buleleng menyerupai PAD Bali yang 60 persennya bergantung pada sektor pariwisata.
“Investor akan datang jika iklim investasinya aman dan nyaman, kalau dri regulasi saja sudah ribet minta ampun, mohon maaf pasti akan berpikir dua kali untuk berinvestasi di Buleleng,” imbuh pria asal Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar, Buleleng ini.
Pemberhentian pembangunan villanya sejauh ini masih diterima sebagai putra daerah yang berkomitmen mengembangkan pariwisata Buleleng. Dia pun menyebut mengesampingkan ketidaknyamanannya atas dampak tersebut. “Secara materi tertunda pengerjaan proyek, penghitungan ekonominya membengkak, mudah-mudahan kedepan pemerintah punya sistem yang lebih proporsional dan transparan kepada investor,” kata dia.
Sementara itu Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng I Putu Adiptha Eka Putra hingga petang kemarin belum dapat dikonfirmasi terkait hal ini.7 k23
Komentar