Khidmat dan Meriah, Prosesi Sakral Abhisekha Buddha Rumpang di Vihara Dharmayana Kuta
Diikuti Ratusan Umat, Jadi Simbol Perpaduan Tradisi Tionghoa-Bali
Arca Buddha Rumpang ini adalah karya seniman asal Ubud, terbuat dari perunggu dengan lapisan prada emas, setinggi 2,18 meter berdiri di atas altar setinggi 1,26 meter
MANGUPURA, NusaBali
Prosesi sakral Abhisekha Buddha Rumpang di Vihara Dharmayana Kuta, Badung, Selasa (14/1) sore berlangsung khidmat dengan kehadiran ratusan umat yang antusias mengikuti rangkaian acara. Prosesi ini menjadi simbol perpaduan tradisi Tionghoa dan Hindu Bali yang telah terjalin erat selama puluhan tahun. Kemeriahan acara dimulai dengan iringan alat musik tambur yang diikuti oleh dua naga (liong) berwarna hijau dan kuning, serta enam barongsai dengan warna liong hijau dan merah muda.
Hadir pula barisan gebogan khas Bali yang dibawa oleh ibu-ibu berbusana kebaya dan diiringi baleganjur. Parade ini mengiringi perjalanan umat yang menjemput Buddha Rumpang berlapis prada emas dari perbatasan Desa Adat Kuta menuju Vihara Dharmayana Kuta. Sepanjang rute, umat juga melaksanakan penghormatan di titik-titik suci seperti Pura Desa Kuta dan perempatan Kalianget. Penanggung Jawab Vihara Dharmayana Kuta, Adi Dharmaja Kusuma menjelaskan bahwa prosesi ini telah dimulai sehari sebelumnya, Senin (13/1) dengan acara melaspas atau upacara pembersihan.
Prosesi tersebut dipimpin oleh Yang Mulia Bhikkhu Sucirano Mahāthera dan Bhikkhu Oḷāraguṇo, serta Ida Rsi Acharya Wesnawa Agni Budha Wisesanatha dan Ida Rsi Budha Mahadewi. Sementara, pada hari kedua, Selasa kemarin umat mulai berkumpul sejak pukul 15.00 Wita. Setelah pengarahan dan persiapan, prosesi menjemput Buddha Rumpang dimulai di perbatasan Desa Adat Kuta tepatnya di Jalan Tegeh Sari. Buddha Rumpang yang baru saja selesai dikerjakan oleh seniman asal Ubud, Gianyar diserahkan oleh pembuatnya sebelum diarak menuju Vihara Dharmayana Kuta.
Buddha Rumpang diangkut menggunakan kendaraan yang dihiasi replika angsa, simbol yang diyakini suci dalam tradisi Buddhis. Setibanya di vihara, arak-arakan memberikan penghormatan kepada arca-arca yang ada sebelum Buddha Rumpang diletakkan di altar baru yang megah di gedung serba guna Banjar Dharma Semadhi Kuta. “Rute prosesi melewati Jalan Imam Bonjol, Pura Desa, perempatan SDN 1 Kuta, dan perempatan Kalianget sebelum kembali ke vihara,” tutur Adi Dharmaja saat ditemui di lokasi acara, Selasa sore.
Prosesi ini tidak hanya melibatkan elemen agama Buddha, tetapi juga akulturasi budaya dengan tradisi Hindu Bali. Umat yang hadir diperkirakan berjumlah antara 600-700 orang, termasuk simpatisan dan wisatawan. Adi Dharmaja mengungkapkan bahwa prosesi serupa pernah dilakukan pada 20 Februari 1980 di Dharmasala yang berada di depan vihara. Kali ini, prosesi Abisekha Buddha Rumpang menjadikannya acara yang langka dan istimewa. Selanjutnya, acara dilanjutkan dengan pemberkatan paritta-paritta suci yang dipimpin oleh Yang Mulia Bhikkhu.
Disinggung soal Buddha Rumpang yang dilinggihkan di vihara tersebut, Adi Dharmaja mengatakan jika Buddha Rumpang itu merupakan hasil karya seniman lokal. Terbuat dari perunggu dengan lapisan prada emas, arca setinggi 2,18 meter ini berdiri megah di atas altar setinggi 1,26 meter. “Buddha Rumpang ini adalah Buddha Rumpang Nusantara. Ini merupakan hasil karya anak muda Bali asal Ubud yang terbuat dari perunggu yang dilapisi dengan prada emas,” tuturnya.
Dalam rangka mendukung kebutuhan spiritual umat, Adi Dharmaja mengungkapkan jika balai serbaguna sudah mendapat sentuhan renovasi yang lebih representatif. Proses renovasi yang berlangsung sejak Juni 2024 hingga Januari 2025 ini menghabiskan dana sebesar Rp 2 miliar dari hibah Pemerintah Kabupaten Badung atas pengayoman Ketua DPRD Badung I Gusti Anom Gumanti serta kontribusi swadaya umat. Balai serbaguna ini nantinya tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga mendukung aktivitas sosial dan kreativitas, seperti latihan barongsai, wushu, tari, hingga kegiatan sekolah minggu.
“Karena berbagai umat yang ada di Provinsi Bali bahkan nusantara dan wisatawan melakukan ibadah ke sini sehingga kami kekurangan tempat. Maka dari itu atas pemikiran keluarga besar Banjar Dharma Semadhi Kuta, ruang serbaguna untuk bisa renovasi sesuai kebutuhan umat. Semoga kita sebagai umat mendapatkan sinar suci dari Beliau untuk ajegnya Dharma di Kuta, Badung, Bali dan Nusantara,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPRD Badung I Gusti Anom Gumanti, menyampaikan apresiasinya atas upaya harmonisasi budaya antara umat Buddha dan Hindu yang tercermin dalam prosesi di Vihara Dharmayana Kuta. Dalam prosesi tersebut, Anom mengapresiasi tokoh Banjar Dharma Semadhi Kuta yang telah mengadopsi elemen budaya Bali ke dalam praktik keagamaan.
“Kita lihat tadi dalam prosesi, Siwa-Buddha menyatu dalam rangkaian prosesi ini. Ini merupakan simbol akulturasi yang mencerminkan harmoni antara kedua ajaran. Ini adalah kolaborasi antara pakem Buddha, pakem Hindu, dan budaya Bali yang menyatu, sehingga menghasilkan vibrasi luar biasa. Motivasi saya adalah menjadikan wihara ini memiliki warisan budaya yang kuat, mengingat kalau tidak salah ini adalah wihara pertama di Bali,” ujarnya.
Anom Gumanti juga menyoroti pentingnya melestarikan wihara tersebut sekaligus melengkapi sarana dan prasarana yang ada. Dia berharap sinergi antara ajaran Siwa dan Buddha di Kuta dapat menciptakan vibrasi positif bagi kelangsungan kehidupan masyarakat di wilayah tersebut. Dia juga mendorong pemanfaatan gedung serbaguna, terutama untuk kegiatan persembahyangan dan sosialisasi kepada umat Buddha di Bali.
“Mudah-mudahan ini menjadi contoh toleransi yang dapat diikuti oleh umat lainnya. Saya berharap harmonisasi dan toleransi terus terjaga dengan baik. Semoga wihara ini menjadi simbol harmonisasi yang mampu memberikan inspirasi bagi masyarakat luas, khususnya dalam menjaga toleransi dan kerukunan antarumat beragama di Bali,” tutupnya. 7 ol3
Komentar