Eksepsi, Terdakwa Pembunuh Kekasih Minta Bebas
DENPASAR, NusaBali - Sidang lanjutan atas terdakwa Sugiyati, 37, seorang perempuan asal Banyuwangi, Jawa Timur dalam kasus dugaan pembunuhan terhadap kekasihnya, I Nyoman Widi Yasa, 42, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, pada Kamis (16/1). Agenda sidang kali ini pembacaan nota keberatan (eksepsi) oleh pengacara terdakwa.
Dipimpin ketua majelis hakim I Wayan Yasa, penasehat hukum terdakwa, I Wayan Adi Sumiarta, I Komang Ariawan, dan I Made Juli Untung Pratama dari Gendo Law Office menerangkan poin utama eksepsi mereka adalah ketidaksesuaian antara uraian peristiwa dalam dakwaan dengan bukti yang ada dalam berkas perkara.
Salah satu keberatan adalah klaim dalam dakwaan bahwa terdakwa Sugiyanti melakukan pembekapan terhadap korban karena merasa ‘belum puas’ setelah menampar korban. Menurut tim penasihat hukum, pernyataan ini tidak berdasar dan tidak terdapat dalam keterangan saksi, ahli, maupun bukti lainnya.
“Uraian ini sangat aneh tidak ada satupun keterangan atau bukti dalam berkas perkara termasuk merujuk pada berita acara pemeriksaan, baik keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa, yang menyatakan klien kami ‘merasa belum puas’ setelah menampar korban sehingga melanjutkan lagi dengan pembekapan terhadap korban.” Ujar Adi Sumiarta.
Ia melanjutkan, uraian peristiwa yang seperti itu dapat disimpulkan bahwa hal tersebut adalah imajinasi dari Penuntut Umum semata dan terkesan hanya untuk memberikan alasan yang seolah-olah rasional atas tuduhan Penuntut Umum. Dakwaan sedemikian rupa adalah dakwaan yang tidak sah hukum.
Lebih lanjut, tim penasihat hukum juga menyoroti penerapan pasal yang diterapkan pada terdakwa, yaitu Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian.
Penasihat hukum berpendapat ada perbedaan mendasar antara kedua pasal tersebut, khususnya pada unsur ‘dengan sengaja’ atau niat jahat. Mereka menilai JPU melakukan copy-paste uraian peristiwa dari dakwaan primair ke dakwaan subsidair, padahal kedua pasal tersebut memiliki unsur yang berbeda.
Perbedaan yang mendasar yakni pada Pasal 338 KUHP pelaku memang menghendaki untuk membunuh Korban sedangkan pada Pasal 351 ayat (3) KUHP kematian di sini adalah akibat yang tidak diinginkan si pelaku. Tindak pidana penganiayaan menyebabkan meninggal dunia diancam dengan pidana penjara maksimal 7 tahun sedangkan untuk pembunuhan ancaman pidananya maksimal 15 tahun.
Karena adanya perbedaan yang sangat mendasar antara unsur Pasal 338 KUHP dengan 351 ayat (3) KUHP, maka seharusnya uraian peristiwa pada dakwaan primair berbeda dengan uraian peristiwa pada dakwaan subsidair.
“Sudah seharusnya Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara aquo menyatakan Surat Dakwaan Penuntut "Batal Demi Hukum"(null and void)”, tegas Adi Sumiarta.
Diberitakan sebelumnya sesuai dakwaan JPU, Sugiyati adalah terdakwa di PN Denpasar atas atas dakwaan pembunuhan terhadap pacarnya, I Nyoman Widi Yasa, 42. Peristiwa ini bermula pada Kamis, 18 Juli 2024, saat Sugiyati dan korban terlibat cekcok setelah korban pulang dalam keadaan mabuk dan melontarkan kata-kata kasar.
Beberapa saat kemudian, Sugiyati keluar dan mendapati korban tertidur di ruang depan. Dalam kondisi emosi yang memuncak, ia mengambil bantal berbentuk hati dari kamarnya dan membekap wajah korban, yang sempat melawan. Namun, korban akhirnya terjatuh tak bergerak lagi. Sugiyati kemudian panik karena menyadari bahwa korban telah meninggal dunia.
Untuk mengaburkan jejak, Sugiyati mencoba membuat skenario seolah-olah korban meninggal karena gantung diri. Ia mengambil pisau dan memotong gorden di kamar kos, berusaha menirukan adegan bunuh diri. 7 cr79
Komentar