nusabali

Melihat Nuansa Magis Pura Pucak Watu Geni di Tengah Perumahan Nuansa Indah Denpasar

Berawal dari Batu Bersinar dan Janji Leluhur yang Belum Terbayar

  • www.nusabali.com-melihat-nuansa-magis-pura-pucak-watu-geni-di-tengah-perumahan-nuansa-indah-denpasar

Air suci dari ‘batu gajah’ di Pura Pucak Watu Geni diyakini mampu menyembuh segala penyakit yang diderita pamedek yang menerima wangsit

DENPASAR, NusaBali
Siapa sangka perumahan modern Nuansa Indah di tepi barat Jalan Buluh Indah, Denpasar yang super sibuk ternyata menyimpan sebuah wisata religi dengan sejarah panjang. Konon awal mula pura ini bisa dinapaktilas sampai ke zaman Kerajaan Gelgel masa abad 14-17 Masehi.

Dulunya, Perumahan Nuansa Indah di Desa Pemecutan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara ini adalah persawahan wilayah Subak Pegambangan. Pada bagian sawah yang tidak jauh dari aliran Tukad Mati, terdapat batu raksasa yang mengeluarkan mata air selayaknya seekor gajah yang mengucurkan belalainya. Batu yang mengeluarkan mata air ini menjadi awal mula sejarah modern Pura Pucak Watu Geni yang dimulai tahun 1984 silam. Sedangkan, sejarah lampaunya bisa ditelusuri sampai ke era Kerajaan Gelgel, kerajaan yang pernah sangat berpengaruh di wilayah Bali, Lombok, dan Sumbawa.

Jero Mangku Istri Pura Pucak Watu Geni Nyoman Simpen,69, menuturkan bahwa sejarah modern pura yang kini dapat diakses melalui Jalan Nuansa Indah dan Jalan Nuansa Indah Utara I ini berawal dari masalah kesehatan yang menimpa suaminya, Jero Mangku Gede Kartana (Alm). Tahun 1984 silam, Mangku Kartana mengalami penyakit batu ginjal.

Kendi lubang pengambilan air suci. –NGURAH RATNADI 

Kata Mangku Istri Simpen, sudah beberapa kali sang suami yang berpulang tahun 2019 silam dirawat inap di RSUP Sanglah (RSUP Prof Ngoerah). Suatu ketika di tengah malam, saat Mangku Kartana sedang tidur di ranjang rumah sakit, ia bermimpi didatangi sosok anak lingsir (orang tua). “Dikatakan ke suami saya, ‘Kenapa tidur di sini? Pulang dan mohonlah air di bulakan sana.’ Lantas, suami saya terbangun pas di tengah malam. Saat itu saya tertidur menelungkupkan badan di bawah kakinya, kemudian saya dibangunkan,” tutur Mangku Istri Simpen saat ditemui di pura, Rabu (15/1).

Mangku Kartana lantas menyuruh Mangku Istri Simpen memohon air di tempat yang diwangsitkan. Tempat itu adalah bulakan, batur besar yang mengeluarkan air layaknya seekor gajah yang ada di Subak Pegambangan. Keesokannya, Mangku Istri menuju lokasi yang dimaksud. “Saat itu, semuanya masih sawah. Waktu masih SMP, suami saya bertani di sini karena memang itu tanah warisan orangtuanya. Di lampu merah di perempatan (Jalan Cargo Permai-Gatot Subroto-Buluh Indah) itu masih ada bendungan besar, suaranya terdengar sampai di sini,” beber Mangku Simpen.

Batu raksasa menyerupai gajah di Pura Pucak Watu Geni. –NGURAH RATNADI 

Mangku Simpen menempuh jarak yang tidak mudah untuk sampai ke lokasi bulakan lantaran akses jalan yang terbatas. Ia mengaku berangkat dari SDN 2 Ubung di Desa Ubung Kaja, Denpasar dan menyusuri persawahan sampai tiba di Subak Pegambangan. “Saat saya memohon air di bulakan itu, saya berdoa bahwa kalau benar air ini mampu menyembuhkan suami saya, saya dan suami siap mengabdi,” beber Mangku Simpen.

Setelah menggunakan air bulakan yang diwangsitkan, Mangku Kartana berangsur membaik dan diizinkan kembali pulang. Sejak itu, keduanya merawat batu raksasa yang memancurkan air suci itu. Palinggih sederhana berupa turus lumbung didirikan. Lambat laun, pamedek (umat) yang juga mendapat wangsit berdatangan. Namun, kisah magis Pura Pucak Watu Geni tidak berakhir di sana. Jika direnungkan, mengapa batu keramat yang mengeluarkan air ini berkembang menjadi tempat suci bergelar ‘watu geni’ atau batu api? Ternyata hal ini berkaitan dengan janji leluhur Mangku Kartana yang belum sempat terbayar.

Leluhur Mangku Kartana berasal dari trah Pasek Pegatepan di Kerajaan Gelgel yang berpusat di Klungkung. Konon, leluhur Mangku Kartana berkelana sampai ke wilayah yang sekian abad kemudian menjadi wilayah Desa Pemecutan Kaja. Kala itu, Subak Pegambangan masih hutan belantara.

Sejarah ini diwahyukan langsung oleh bhatara-bhatari di Pura Pucak Watu Geni yang kini memiliki lima palinggih utama. Kelima palinggih itu adalah untuk Ida Bhatari Giri Putri yang menjalankan panglukatan, Ida Ratu Dalem Solo, Ida Bhatara Lingsir Pucak Mundi, Ida Ratu Gede Dalem Nusa, serta ‘putra-putri’ Ida Ratu Dalem Solo yang menunggu batu bulakan.

“Kami dapat pawisik (wangsit) bahwa leluhur kami dulu membuka lahan dari hutan menjadi sawah. Beliau beristirahat di sebelah batu raksasa seperti gajah itu. Setiap terbangun, batu itu bersinar, terus sampai tiga kali kejadian,” ungkap Mangku Simpen. Diberitahukan bahwa leluhur Mangku Kartana itu lantas mengucapkan sesangi (nazar), suatu saat nanti ketika ia bisa menghidupi diri yakni dengan bertani di sawah, saat itulah ia akan mendirikan palinggih untuk penjaga batu itu. 

Namun, janji itu tidak kunjung dibayar sampai hutan menjadi sawah. Sampai berabad-abad lamanya, janji itu terus mengejar sampai ke keturunan sang leluhur yang dinilai cocok sebagai pendiri palinggih. Janji itu sampai kepada Mangku Kartana yang akhirnya mampu mendirikan Pura Pucak Watu Geni, meskipun tujuan awal pura didirikan bukan untuk membayar janji leluhur. “Pawisik ini kami dapat ketika waktu itu pura masih turus lumbung. Karena saya tidak tahu apa-apa, saya tidak merujuk kepada bhatara-bhatari tertentu saat mabanten. Diperingatkan, akhirnya tahu cerita tentang leluhur kami dan dipesankan bahwa ketika nanti pura berhasil didirikan agar dinamai Pura Pucak Watu Geni,” jelas Mangku Simpen. Pura dengan komponen lengkap selayaknya pura pada umumnya seperti sekarang, kata pamangku istri kelahiran Karangasem ini, dirintis sejak tahun 1990-an. Bale kulkul menjadi bangunan terakhir yang berhasil dilengkapi tahun 2019 silam, tahun yang sama Mangku Kartana berpulang.

Bulakan yang dulunya terbuka dengan batu besar menyerupai gajah dan kolam mata air di tengah halaman utama mandala, ditutup dan ditata. Dibuatkan lubang pengambilan air suci berbentuk kendi. Air suci yang telah diambil dari bulakan tersebut disimpan sementara di batu yang berbentuk kendi. “Batu gajah ini terus meninggi padahal sudah kami urug sampai kelihatan batu kecil saat menata halaman pura. Tapi sekarang jadi sebesar ini, mungkin Ida sendiri yang mau naik,” ucap Mangku Simpen.

Air suci dari ‘batu gajah’ ini diyakini mampu menyembuh segala penyakit yang diderita pamedek yang menerima wangsit. Pamedek yang menerima wangsit bukan dari Bali saja, Mangku Simpen mengaku ada yang datang jauh-jauh dari Solo, Jawa Tengah dan Banyuwangi, Jawa Timur karena mereka menelusuri petunjuk yang didapat. Ada juga pamangku, penekun spiritual, seniman, sampai calon pejabat seperti caleg yang datang memohon taksu. Pura Pucak Watu Geni juga wajib bagi para penekun spiritual lantaran dipercayai sebagai tempat pesimpangan Ida Ratu Gede Dalem Nusa yang diakui, jika belum bisa berkunjung langsung ke Nusa Penida.

“Pura Pucak Watu Geni adalah pura kahyangan jagat, umum, jadi kami tidak bisa membatasi pamedek yang mau berkunjung kapanpun. Pamedek paling ramai biasanya saat Hari Suci Saraswati. Ramainya sampai malam,” tandas pamangku istri berkacamata ini. Semenjak Mangku Kartana berpulang sekitar lima tahun silam, belum ada pamangku yang bisa melakukan tamba (pengobatan) secara langsung. Namun, tamba tetap diberikan melalui perantara air suci dari ‘batu gajah’ dengan khasiat yang sama mujarabnya. 7 ol1

Komentar