Istri Mantan Rektor ISI Denpasar Tutup Usia
Dr IGA Srinatih Meninggal saat Tengah Garap Tari Legong Kreasi Baru
DENPASAR, NusaBali
Civitas akademika Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar tengah berduka karena salah satu dosen terbaik pada Program Studi Tari, Dr I Gusti Ayu Srinatih SST MSi, tutup usia, Minggu (3/9) sekitar pukul 19.05 Wita di RS Ganesha, Gianyar. Almarhum yang menghembuskan napas terakhir pada usia 60 tahun ini, merupakan istri mantan Rektor ISI Denpasar, Prof Dr I Wayan Rai.
Rektor ISI Denpasar, Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSKar MHum, mengatakan, kampus kehilangan sosok dosen panutan. Sebab selama ini, almarhum merupakan salah satu dosen terbaik di bidang penciptaan dan pengkajian seni tari. “Beliau merupakan salah satu dosen terbaik di ISI Denpasar. Juga cukup aktif menciptakan karya. Termasuk Tari Selat Segara yang sering digunakan dalam penyambutan di ISI Denpasar merupakan karya beliau,” ungkapnya, Selasa (5/9).
Karakter almarhum dikenal tegas untuk mengajarkan disiplin dan memotivasi mahasiswa. Itu sebabnya, banyak mahasiswa yang menyukai gayanya saat menjadi dosen maupun di luar itu. “Beliau orangnya memang tegas terutama dalam mewujudkan majunya lembaga. Ini terlihat dari bagaimana beliau membimbing mahasiswa. Begitu juga dalam menciptakan karya seni sebagai koreografer,” katanya.
Almarhum yang meninggalkan dua anak dan dua cucu ini diketahui memiliki penyakit jantung sejak lama oleh keluarga. Bahkan Prof Arya, yang pernah menjadi bawahan Prof Rai dan almarhum, juga telah mengetahui hal itu. Namun, almarhum memang tidak pernah menunjukkan sakitnya. Beberapa kali almarhum juga sempat menjalani perawatan di luar Bali.
“Ibu sudah lama mengidap penyakit jantung sejak lama, tapi Ibu tidak memperlihatkannya. Tapi kalau di rumah, kata Prof Rai, memang sering kambuh akhir-akhir ini. Saya kebetulan bertetangga (Perumahan ISI Denpasar di Angantaka, Badung, red) dan sangat dekat dengan keluarga itu karena saya sempat melayani Prof Rai selama hampir 10 tahun,” ceritanya.
“Banyak orang yang tidak tahu kalau beliau itu sakit, tapi saya tahu. Kalau sudah keluar rumah untuk bekerja, kadang-kadang sakitnya itu dilupakan, karena semangat dan dedikasinya terhadap keilmuan. Saya sendiri tidak ada firasat. Tapi keluarga sudah pasti tahu bagaimana kondisinya akhir-akhir ini,” katanya.
Prof Arya mengaku terakhir bertemu almarhum seminggu lalu, saat sama-sama menguji mahasiswa Pascasarjana (S2). Kala itu, almarhum masih sempat cerita-cerita dengannya. “Sejak saat itu tidak dapat ketemu lagi karena libur panjang waktu itu mulai hari Jumat. Tiba-tiba kemarin ditelepon Prof Rai kalau Ibu sudah tiada,” imbuhnya.
Padahal, saat ini almarhum tengah menyiapkan satu buah karya Tari Legong kreasi. Namun sayang, rencana Tuhan ternyata lain. IGA Srinatih, dosen terbaik itu berpulang di usia 60 tahun. “Sebenarnya Ibu mau menciptakan satu Tari Legong kreasi baru. Konsepnya sudah selesai, tinggal menuangkan saja. Rencana Tuhan memang tidak ada yang tahu. Kami merasa sangat kehilangan. Ke depan akan ada karya yang kita terbitkan, untuk mengenang kepergian beliau,” katanya.
Rencananya, jenazah alamarhum akan dikremasi di krematorium Dawan Klungkung pada Sabtu, 9 September 2017 mendatang. *in
Rektor ISI Denpasar, Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSKar MHum, mengatakan, kampus kehilangan sosok dosen panutan. Sebab selama ini, almarhum merupakan salah satu dosen terbaik di bidang penciptaan dan pengkajian seni tari. “Beliau merupakan salah satu dosen terbaik di ISI Denpasar. Juga cukup aktif menciptakan karya. Termasuk Tari Selat Segara yang sering digunakan dalam penyambutan di ISI Denpasar merupakan karya beliau,” ungkapnya, Selasa (5/9).
Karakter almarhum dikenal tegas untuk mengajarkan disiplin dan memotivasi mahasiswa. Itu sebabnya, banyak mahasiswa yang menyukai gayanya saat menjadi dosen maupun di luar itu. “Beliau orangnya memang tegas terutama dalam mewujudkan majunya lembaga. Ini terlihat dari bagaimana beliau membimbing mahasiswa. Begitu juga dalam menciptakan karya seni sebagai koreografer,” katanya.
Almarhum yang meninggalkan dua anak dan dua cucu ini diketahui memiliki penyakit jantung sejak lama oleh keluarga. Bahkan Prof Arya, yang pernah menjadi bawahan Prof Rai dan almarhum, juga telah mengetahui hal itu. Namun, almarhum memang tidak pernah menunjukkan sakitnya. Beberapa kali almarhum juga sempat menjalani perawatan di luar Bali.
“Ibu sudah lama mengidap penyakit jantung sejak lama, tapi Ibu tidak memperlihatkannya. Tapi kalau di rumah, kata Prof Rai, memang sering kambuh akhir-akhir ini. Saya kebetulan bertetangga (Perumahan ISI Denpasar di Angantaka, Badung, red) dan sangat dekat dengan keluarga itu karena saya sempat melayani Prof Rai selama hampir 10 tahun,” ceritanya.
“Banyak orang yang tidak tahu kalau beliau itu sakit, tapi saya tahu. Kalau sudah keluar rumah untuk bekerja, kadang-kadang sakitnya itu dilupakan, karena semangat dan dedikasinya terhadap keilmuan. Saya sendiri tidak ada firasat. Tapi keluarga sudah pasti tahu bagaimana kondisinya akhir-akhir ini,” katanya.
Prof Arya mengaku terakhir bertemu almarhum seminggu lalu, saat sama-sama menguji mahasiswa Pascasarjana (S2). Kala itu, almarhum masih sempat cerita-cerita dengannya. “Sejak saat itu tidak dapat ketemu lagi karena libur panjang waktu itu mulai hari Jumat. Tiba-tiba kemarin ditelepon Prof Rai kalau Ibu sudah tiada,” imbuhnya.
Padahal, saat ini almarhum tengah menyiapkan satu buah karya Tari Legong kreasi. Namun sayang, rencana Tuhan ternyata lain. IGA Srinatih, dosen terbaik itu berpulang di usia 60 tahun. “Sebenarnya Ibu mau menciptakan satu Tari Legong kreasi baru. Konsepnya sudah selesai, tinggal menuangkan saja. Rencana Tuhan memang tidak ada yang tahu. Kami merasa sangat kehilangan. Ke depan akan ada karya yang kita terbitkan, untuk mengenang kepergian beliau,” katanya.
Rencananya, jenazah alamarhum akan dikremasi di krematorium Dawan Klungkung pada Sabtu, 9 September 2017 mendatang. *in
1
Komentar