Pengusaha Keluhkan Dampak Kerugian, Dua Pekan Penutupan Villa di Bukit Ser
“Kerugian material sudah pasti, karena bahan seperti semen sudah beku tidak bisa dipakai. Target penyelesaian pekerjaan pasti juga akan molor, reputasi saya ke investor juga tidak bisa dihitung dengan material”
SINGARAJA, NusaBali
Pengusaha villa di kawasan Bukit Ser, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, mempertanyakan kejelasan kebijakan pemerintah terkait regulasi perizinan yang dinilai blunder. Pasca dua pekan pemberhentian sementara proyek pembangunan, pengusaha mengaku gusar karena mengalami kerugian material dan non material.
Sebelumnya, Satpol PP Buleleng menerbitkan surat pemberhentian sementara dua proyek pembangunan villa di kawasan Bukit Ser. Pemberhentian tersebut diputuskan karena pengusaha baru mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB), sedangkan KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) sebagai dasar pengurusan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) belum juga terbit.
Pengusaha villa Nyoman Arya Astawa, Selasa (21/1) kemarin mengatakan, pihaknya menerima keputusan pemberhentian sementara itu menghormati pemerintah dan menjaga kondusifitas Buleleng. Meskipun sebetulnya dia memiliki hak untuk menolak pemberhentian sementara proyek tersebut, karena sudah mengantongi NIB yang memiliki legalitas untuk dilakukan proses pembangunan hingga persiapan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Sebagai putra daerah kami tentu ingin Buleleng berkembang dan tidak mungkin kami tidak mengikuti aturan. Seluruh proses sudah kami ikuti sesuai aturan, KKPR sejak diurus setahun lalu sampai sekarang tidak ada kejelasan. Kenapa baru dihentikan sekarang, tidak saat awal saja,” kata Arya Astawa.
Pasca dihentikan sementara sejak 10 Januari 2025 lalu, Arya Astawa pun kembali mempertanyakan kejelasan terkait proyeknya. Dia pun mengaku sudah merugi selama dua pekan proyeknya dihentikan. “Kerugian material sudah pasti, karena bahan seperti semen sudah beku tidak bisa dipakai. Target penyelesaian pekerjaan pasti juga akan molor, reputasi saya ke investor juga tidak bisa dihitung dengan material,” keluh pengusaha pariwisata yang akrab dipanggil Mang Dauh, ini.
Puluhan pekerja lokal yang bekerja di proyek juga mulai mendatanginya untuk menanyakan kejelasan kelanjutan nasib mata pencaharian mereka. Dia melalui konsultannya mengaku sempat mempertanyakan perkembangan KKPR dan PBG, kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng. Hasil kajian dinyatakan tidak ada masalah untuk diterbitkan KKPR dan PBG. Hanya saja saat ini masih dibawa ke forum tata ruang untuk membahas sempadan pantai.
“Kalau mau jujur dan fair, bangunan saya jauh dari garis pantai. Kalau aturan sempadan pantai benar-benar diterapkan, tidak akan ada hotel dan vila di sepanjang Lovina. Mudah-mudahan pemerintah tidak ngejelimet lagi lah. Kalau berlarut-larut tidak ada kepastian, saya akan lanjutkan proyek dengan dasar NIB yang sudah saya pegang,” tegas dia.
Sementara itu Kepala Dinas PUTR Buleleng I Putu Adiptha Eka Putra sampai petang kemarin belum bisa dikonfirmasi. Saat dihubungi via telepon hanya terdengar nada sambung.7 k23
Komentar