Rayakan Imlek, Umat Hindu dan Buddha di Bali Sembahyang di Tanah Kilap
DENPASAR, NusaBali.com – Ratusan umat Hindu dan Buddha, baik dari etnis Tionghoa maupun non-Tionghoa, melakukan persembahyangan di Griya Kongco Dwipayana atau yang dikenal sebagai Tanah Kilap, dalam perayaan Tahun Baru Imlek 2576. Tradisi ini menjadi simbol kuat akulturasi budaya yang telah berlangsung ratusan tahun.
Pemucuk Griya Kongco Dwipayana, Ida Bagus Adnyana atau yang akrab disapa Atu Mangku, mengatakan bahwa selain persembahyangan, perayaan Imlek juga dimeriahkan dengan pementasan barongsai pada Rabu (29/1/2025) pukul 22.00 WITA.
“Akulturasi budaya di Tanah Kilap ini telah terbangun sejak 500 tahun silam, berawal dari ditemukannya batu berhuruf China di depan Pura Candi Narmada,” ujar Atu Mangku.
Menurutnya, di area kongco terdapat ratusan rupang dan pelinggih, dengan total 31 titik persembahyangan. Tidak ada aturan khusus bagi umat yang datang, sehingga mereka bebas beribadah sesuai keyakinan masing-masing.
Sejak Rabu pagi, umat mulai berdatangan ke Tanah Kilap. Pengelola menyiapkan ratusan dupa untuk keperluan persembahyangan. Sebagian umat mengenakan pakaian adat Bali, seperti kamen, kebaya, dan selendang, sementara yang lain memakai busana berwarna merah, khas perayaan Imlek. Selain dupa, sarana sembahyang lainnya seperti canang dan bija juga digunakan.
“Kongco di sini memang mencerminkan akulturasi budaya yang sangat kental. Hindu dan Budha terlihat dalam simbol-simbol persembahyangan. Orang Budha, Hindu, maupun Tionghoa merasa nyaman beribadah di sini,” kata Atu Mangku.
Salah satu umat Hindu yang bersembahyang, I Made Gede Widiasa, mengatakan bahwa dirinya rutin berdoa di Tanah Kilap meskipun tidak memiliki darah Tionghoa.
“Di sini ada Pura Candi Narmada, jadi kami sekalian mampir dan berdoa. Seringnya seperti itu, ikut kata hati saja, jadi merasa nyaman,” ujar Widiasa.
Dari 31 titik persembahyangan, ia dan keluarganya memilih beribadah di empat area, baik di palinggih Hindu maupun di area rupang-rupang. Baginya, yang utama dalam bersembahyang adalah ketulusan dan keikhlasan.
Akulturasi budaya yang kuat di Tanah Kilap juga menarik perhatian wisatawan mancanegara. Maria Catalina Bonilla Varon, warga negara Kolombia yang telah lima tahun tinggal di Bali, mengaku terkesan dengan toleransi beragama di tempat ini.
“Mereka menyambut semua agama di dunia. Sangat indah untuk dihormati dan saling menghormati, meskipun kita tidak memiliki keyakinan yang sama,” ujarnya.
Puncak perayaan Tahun Baru Imlek di Tanah Kilap terjadi pada malam hari, ketika ratusan umat berkumpul untuk menyaksikan pementasan barongsai dan melanjutkan persembahyangan. *ant
1
Komentar