Rayakan Imlek, Warga Tionghoa Tabanan Sembahyang di 4 Bangunan Suci
Vihara Dharma Cattra
Kelenteng Kong Co Bio
Tan Hu Cin Jin
Chen Fu Zhen Ren
Tri Dharma
Konghucu
Tahun Baru Imlek
Imlek
Tionghoa
Akulturasi
TABANAN, NusaBali.com - Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili dirayakan secara khidmat oleh warga Tionghoa. Khususnya di Kota Tabanan, Kelenteng Kong Co Bio di kompleks Vihara Dharma Cattra jadi pusat aktivitas persembahyangan warga Tionghoa untuk merayakan pergantian tahun lunar ini.
Rabu (29/1/2025), sejak pagi hari, ratusan warga Tionghoa di Kota Tabanan dan sekitarnya sudah mulai memadati kelenteng di Jalan Melati tersebut. Sebelum sembahyang di kelenteng, warga Tionghoa biasanya telah menyelesaikan rangkaian perayaan di rumah masing-masing lebih dulu.
Laocu Kong Co Bio Liem Adi Putra menuturkan bahwa kelenteng terbesar di Kota Tabanan ini memiliki umat sebanyak 600 kepala keluarga. Ribuan umat Kong Co Bio berakar dari beberapa daerah di Kabupaten Tabanan seperti Kecamatan Marga, Pupuan, dan Penebel.
“Karena banyak yang sudah merantau, umat yang datang ada yang dari Denpasar sampai Surabaya,” beber Adi ketika ditemui di kelenteng, Rabu siang.
Laocu adalah sebutan untuk pelayan dewa-dewi. Hanya ada sepasang laocu di Kelenteng Kong Co Bio yakni sepasang suami istri (pasutri). Laocu dibantu beberapa orang yang disebut taoke yang juga pasutri. Laocu dan taoke bertugas selama satu tahun saja.
Kata Adi, laocu asal Desa Dauh Peken, Kota Tabanan ini, Kelenteng Kong Co Bio sudah dipadati umat sejak kemarin, Selasa (28/1/2025). Mereka yang datang sehari sebelum Tahun Baru Imlek, melakukan persembahyangan tutup tahun.
Uniknya, warga Tionghoa khususnya yang menganut ajaran Tri Dharma, melakukan persembahyangan di beberapa bangunan suci berbeda di dalam kompleks Vihara Dharma Cattra. Selain kelenteng, di dalam kompleks vihara terdapat Palinggih Ratu Sedahan Karang, Pagoda Dewi Kwan Im, dan Dharmasala.
Akulturasi budaya Hindu Bali, Buddha, dan Tionghoa memang sudah terlihat dari pintu masuk kompleks Vihara Dharma Cattra. Pintu masuk kompleks vihara ini menggunakan candi kurung tiga pintu. Candi kurung seperti ini biasanya jadi pintu masuk ke utama mandala pura.
Di samping itu, ornamen pada atap candi kurung kompleks Vihara Dharma Cattra berhiaskan stupa Candi Borobudur. Pada ukiran candi kurung juga terdapat sentuhan budaya Tionghoa.
Begitu memasuki kompleks vihara, di sisi kanan terdapat Palinggih Ratu Sedahan Karang, di beberapa daerah disebut pula Panunggun Karang. Kata Adi selaku Laocu Kelenteng Kong Co Bio, palinggih ini jadi urutan pertama bagi umat yang sembahyang ke kelenteng.
“Pertama, Ratu Sedahan Karang karena di sini campur Siwa-Buddha. Hampir 30 persen warga Tionghoa di sini memiliki nenek yang asli orang Bali,” tutur Adi yang memiliki nama Tionghoa, Liem Ren Min ini.
Pantauan NusaBali.com di lokasi, Rabu siang, umat yang berdoa di Palinggih Ratu Sedahan Karang ini ada yang memakai prosesi Hindu Bali seperti menggunakan canang sari. Ada pula yang melaksanakan dengan tradisi Tri Dharma yakni menggunakan dupa.
Kemudian, persembahyangan berpindah ke dalam Kelenteng Kong Co Bio yang arsitektur bangunannya sangat kental budaya Tionghoa, seperti warna merah emas dan patung naga. “Yang berstana di kelenteng ini adalah Yang Mulia Kong Co Tan Hu Cin Jin,” beber Adi.
Dalam bahasa Mandarin, YM Tan Hu Cin Jin dikenal sebagai Chen Fu Zhen Ren yang merupakan dewa pelindung umat. Di Kong Co Bio, penyebutannya dalam bahasa Hokkian. Sebab, warga Tionghoa naungan Yayasan Kertha Yasa yang mengelola kompleks Vihara Dharma Cattra ini leluhurnya berasal dari Fujian, Tiongkok.
Setelah itu, persembahyangan bergeser ke altar Dewi Kwan Im di bangunan pagoda yang terkesan terampung. Bagian bawah pagoda memiliki ornamen bunga teratai, kemudian posisinya berada di tengah-tengah kolam. Altar dewi cinta kasih ini menjadi tempat persembahyangan kedua bagi umat Kong Co Bio.
Terakhir, persembahyangan dilakukan di dharmasala yang lokasinya bersebelahan dengan Kelenteng Kong Co Bio. Di dalam dharmasala Vihara Dharma Cattra ini terdapat altar arca emas Buddha Gautama. Kata Adi, Vihara Dharma Cattra merupakan vihara beraliran Theravada.
“Sebelum Vihara Dharma Cattra ada, Kelenteng Kong Co Bio yang pertama ada di sini. Mungkin sudah diketahui khalayak umum. Waktu Orde Baru, baru kemudian didirikan vihara. Mirip seperti di Kuta (Vihara Dharmayana), ada kelenteng, ada juga viharanya,” ungkap Adi.
Itulah keempat bangunan suci bagi umat Tri Dharma yang bersembahyang di dalam kompleks Vihara Dharma Cattra. Praktik persembahyangan seperti ini biasanya dilaksanakan pada hari-hari besar Konghucu seperti Imlek, meskipun dalam praktiknya kembali lagi ke masing-masing individu. *rat
Laocu Kong Co Bio Liem Adi Putra menuturkan bahwa kelenteng terbesar di Kota Tabanan ini memiliki umat sebanyak 600 kepala keluarga. Ribuan umat Kong Co Bio berakar dari beberapa daerah di Kabupaten Tabanan seperti Kecamatan Marga, Pupuan, dan Penebel.
“Karena banyak yang sudah merantau, umat yang datang ada yang dari Denpasar sampai Surabaya,” beber Adi ketika ditemui di kelenteng, Rabu siang.
Laocu adalah sebutan untuk pelayan dewa-dewi. Hanya ada sepasang laocu di Kelenteng Kong Co Bio yakni sepasang suami istri (pasutri). Laocu dibantu beberapa orang yang disebut taoke yang juga pasutri. Laocu dan taoke bertugas selama satu tahun saja.
Kata Adi, laocu asal Desa Dauh Peken, Kota Tabanan ini, Kelenteng Kong Co Bio sudah dipadati umat sejak kemarin, Selasa (28/1/2025). Mereka yang datang sehari sebelum Tahun Baru Imlek, melakukan persembahyangan tutup tahun.
Uniknya, warga Tionghoa khususnya yang menganut ajaran Tri Dharma, melakukan persembahyangan di beberapa bangunan suci berbeda di dalam kompleks Vihara Dharma Cattra. Selain kelenteng, di dalam kompleks vihara terdapat Palinggih Ratu Sedahan Karang, Pagoda Dewi Kwan Im, dan Dharmasala.
Akulturasi budaya Hindu Bali, Buddha, dan Tionghoa memang sudah terlihat dari pintu masuk kompleks Vihara Dharma Cattra. Pintu masuk kompleks vihara ini menggunakan candi kurung tiga pintu. Candi kurung seperti ini biasanya jadi pintu masuk ke utama mandala pura.
Di samping itu, ornamen pada atap candi kurung kompleks Vihara Dharma Cattra berhiaskan stupa Candi Borobudur. Pada ukiran candi kurung juga terdapat sentuhan budaya Tionghoa.
Begitu memasuki kompleks vihara, di sisi kanan terdapat Palinggih Ratu Sedahan Karang, di beberapa daerah disebut pula Panunggun Karang. Kata Adi selaku Laocu Kelenteng Kong Co Bio, palinggih ini jadi urutan pertama bagi umat yang sembahyang ke kelenteng.
“Pertama, Ratu Sedahan Karang karena di sini campur Siwa-Buddha. Hampir 30 persen warga Tionghoa di sini memiliki nenek yang asli orang Bali,” tutur Adi yang memiliki nama Tionghoa, Liem Ren Min ini.
Pantauan NusaBali.com di lokasi, Rabu siang, umat yang berdoa di Palinggih Ratu Sedahan Karang ini ada yang memakai prosesi Hindu Bali seperti menggunakan canang sari. Ada pula yang melaksanakan dengan tradisi Tri Dharma yakni menggunakan dupa.
Kemudian, persembahyangan berpindah ke dalam Kelenteng Kong Co Bio yang arsitektur bangunannya sangat kental budaya Tionghoa, seperti warna merah emas dan patung naga. “Yang berstana di kelenteng ini adalah Yang Mulia Kong Co Tan Hu Cin Jin,” beber Adi.
Dalam bahasa Mandarin, YM Tan Hu Cin Jin dikenal sebagai Chen Fu Zhen Ren yang merupakan dewa pelindung umat. Di Kong Co Bio, penyebutannya dalam bahasa Hokkian. Sebab, warga Tionghoa naungan Yayasan Kertha Yasa yang mengelola kompleks Vihara Dharma Cattra ini leluhurnya berasal dari Fujian, Tiongkok.
Setelah itu, persembahyangan bergeser ke altar Dewi Kwan Im di bangunan pagoda yang terkesan terampung. Bagian bawah pagoda memiliki ornamen bunga teratai, kemudian posisinya berada di tengah-tengah kolam. Altar dewi cinta kasih ini menjadi tempat persembahyangan kedua bagi umat Kong Co Bio.
Terakhir, persembahyangan dilakukan di dharmasala yang lokasinya bersebelahan dengan Kelenteng Kong Co Bio. Di dalam dharmasala Vihara Dharma Cattra ini terdapat altar arca emas Buddha Gautama. Kata Adi, Vihara Dharma Cattra merupakan vihara beraliran Theravada.
“Sebelum Vihara Dharma Cattra ada, Kelenteng Kong Co Bio yang pertama ada di sini. Mungkin sudah diketahui khalayak umum. Waktu Orde Baru, baru kemudian didirikan vihara. Mirip seperti di Kuta (Vihara Dharmayana), ada kelenteng, ada juga viharanya,” ungkap Adi.
Itulah keempat bangunan suci bagi umat Tri Dharma yang bersembahyang di dalam kompleks Vihara Dharma Cattra. Praktik persembahyangan seperti ini biasanya dilaksanakan pada hari-hari besar Konghucu seperti Imlek, meskipun dalam praktiknya kembali lagi ke masing-masing individu. *rat
1
Komentar