Hakim Vonis Bebas 7 Terdakwa Pemerkosaan
Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin membebaskan 7 terdakwa pemerkosaan massal.
BANJARMASIN, NusaBali
Atas hal itu, jaksa tidak tinggal diam dan mengajukan kasasi. "Tim JPU akan langsung mengajukan kasasi terhadap putusan PT Banjarmasin tersebut," kata tim JPU Kejari Banjarmasin, Deni N kepada detik, Minggu (10/9/2017).
Tujuh terdakwa itu adalah Arsan, Jainuri, Albak Dadi, Salikul Hadi, Samsuni, Jaini, dan Eko Sutiono. Mereka ramai-ramai menggilir S di rumahnya di Jalan Anjir Talaran, Desa Antar Baru, Marabahan, Batola, Kalimantan Selatan.
Pemerkosaan bergilir itu dilakukan berlanjut, sedikitnya enam kali dalam kurun Juli 2016 saat suami S sedang ke luar kota. Mereka ramai-ramai mengancam akan membunuh keluarga S apabila menolak melayani nafsu mereka.
Kasus mulai terbongkar saat si suami merasa ada yang aneh dengan istrinya. S mengalami nyeri-nyeri di bawah perutnya dan setelah dibujuk, S menceritakan apa yang dialaminya itu. Akhirnya ketujuh orang itu diproses secara hukum.
Pada 13 Juni 2017, Pengadilan Negeri (PN) Marabahan menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara kepada para terdakwa. Tak terima, para terdakwa mengajukan banding dan dikabulkan.
"Membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan penuntut umum," kata ketua majelis Sutriadi Yahya dengan hakim anggota Permadi Widhiyatno dan Maman M Ambari pada 22 Agustus 2017.
Apa yang menjadi alasan Hakim membebaskan tujuh terdakwa?
Hakim PT Banjarmasin, Sutriadi Yahya dengan hakim anggota Permadi Widhiyatno dan Maman M Ambari mengemukakan alasannya, Minggu (10/9):
1. Majelis tinggi meragukan keterangan korban yang bisa menceritakan proses pemerkosaan secara runut, padahal pelakunya 7 orang.
2. Majelis tinggi meragukan keterangan korban yang mengakui diperkosa secara bergiliran.
3. Peristiwa itu hanya didasarkan pada keterangan korban. Majelis hakim tidak menemukan alat bukti lain yang mendukung kesaksian korban.
4. Majelis tinggi meyakini bukti kehamilan, bukan karena pemerkosaan, tapi karena hubungan dengan suaminya.
5. Majelis tinggi mempertanyakan alasan korban baru melaporkan setelah enam kali diperkosa.
6. Majelis tinggi tidak menemukan bukti siapa yang berinisiatif melakukan pemerkosaan massal itu.
7. Majelis tinggi menyatakan terjadi cukup kejanggalan yaitu dua anak korban yang ada dalam kamar tidak terbangun. Majelis tinggi menilai sudah selayaknya pemerkosaan 7 orang seharusnya gaduh dan tidak tenang dan dapat mengganggu tidur anak korban. *
1
Komentar