Tiga Subak di Kaba-Kaba Kekeringan
Biaya produksi menggunakan mesin pompa cukup tinggi, dari musim panen hingga tanam untuk bakar bakar habiskan Rp 500 ribu.
TABANAN, NusaBali
Tiga subak di Desa Kaba-Kaba, Kecamatan Kediri, Tabanan mengalami kekeringan. Petani terpaksa menaikkan air sungai menggunakan mesin pompa untuk mengairi sawah. Meski sudah berjuang maksimal, hasil panen tidak sesuai harapan karena tingginya biaya produksi
Ketiga subak di Desa Kaba-Kaba yang mengalami kekeringan yakni Subak Segeh seluas 5 hektare, Subak Tegeh Lantang seluas 5 hektare, dan Subak Klampuak seluas 7 hektare. Di Subak Tegeh Lantang dan Subak Klampuak petani paling banyak menaikkan air dengan pompa. Petani di Subak Tegeh Lantang, I Made Rai Astina, mengalami kerugian akibat musim kering. Rai Astina menggarap sawah leluhur seluas 25 are yang digarapnya tidak memberikan hasil panen maksimal karena kesulitan air. “Sawah saya tak dapat air sehingga hasil panen tidak bagus,” ujar Rai Astina, Selasa (12/9).
Ari Astina mengaku menaikkan air dari irigasi di barat sawahnya menggunakan mesin pompa. Hanya saja, tak seluruh sawah garapannya tersentuh air yang diangkat menggunakan mesin pompa. “Hanya 6 are yang saya aliri air. Hampir setengah hari waktu habis untuk mengairi lahan seluas 6 are,” ungkapnya. Menurutnya, mengairi seluruh lahan dinilai percuma karena akan keteteran untuk biaya bahan bakar minya.
Menurut Astina, untuk mengairi sawah seluas 6 are memerlukan waktu setengah hari. Sementara mengairi sawah seluas 2 are sudah memakan bakan bakar 1 liter. Dari musim tanam sampai panen biaya bahan bakar mencapai Rp 500 ribu. Sedangkan hasil panen padi seluas 6 are hanya didapat dua karung.Tak hanya itu, untuk menaikkan air harus menggunakan selang. Sementara mesin dan selang berdiameter 5 centimeter merupakan hasil pinjaman. “Saya memerlukan selang sepanjang 200 meter dari tempat mencari air, jika beli tidak bisa karena harga selang 50 meter mencapai Rp 50 juta,” ujarnya. Astina menambahkan, kekeringan seperti ini sudah dirasakan sejak 1 tahun lalu.
Pekaseh Tungkub II, I Nyoman Duduk menerangkan, ada aliran air yang berasal dari sungai Umabian di Kecamatan Marga hanya saja sampai di hilir debit airnya sedikit. Bahkan ada gangguan kepiting yang sering melubangi saluran irigasi. Dakui, permasalahan ini sudah sering didiskusikan pada saat pertemuan UPTD dan Dinas Pertanian. “Perbaikan saluran irigasi sudah pernah dilakukan namun dirusak kembali oleh kepiting,” jelas Duduk. Dikatakan, dari tiga subak yang mengalami kekeringan, petani di Subak Klampuak hampir seluruhnya menyedot air menggunakan mesin pompa. Pekaseh Tungkub II beranggotakan 619 petani dengan luasan persawahan mencapai 179 hektare. *d
Tiga subak di Desa Kaba-Kaba, Kecamatan Kediri, Tabanan mengalami kekeringan. Petani terpaksa menaikkan air sungai menggunakan mesin pompa untuk mengairi sawah. Meski sudah berjuang maksimal, hasil panen tidak sesuai harapan karena tingginya biaya produksi
Ketiga subak di Desa Kaba-Kaba yang mengalami kekeringan yakni Subak Segeh seluas 5 hektare, Subak Tegeh Lantang seluas 5 hektare, dan Subak Klampuak seluas 7 hektare. Di Subak Tegeh Lantang dan Subak Klampuak petani paling banyak menaikkan air dengan pompa. Petani di Subak Tegeh Lantang, I Made Rai Astina, mengalami kerugian akibat musim kering. Rai Astina menggarap sawah leluhur seluas 25 are yang digarapnya tidak memberikan hasil panen maksimal karena kesulitan air. “Sawah saya tak dapat air sehingga hasil panen tidak bagus,” ujar Rai Astina, Selasa (12/9).
Ari Astina mengaku menaikkan air dari irigasi di barat sawahnya menggunakan mesin pompa. Hanya saja, tak seluruh sawah garapannya tersentuh air yang diangkat menggunakan mesin pompa. “Hanya 6 are yang saya aliri air. Hampir setengah hari waktu habis untuk mengairi lahan seluas 6 are,” ungkapnya. Menurutnya, mengairi seluruh lahan dinilai percuma karena akan keteteran untuk biaya bahan bakar minya.
Menurut Astina, untuk mengairi sawah seluas 6 are memerlukan waktu setengah hari. Sementara mengairi sawah seluas 2 are sudah memakan bakan bakar 1 liter. Dari musim tanam sampai panen biaya bahan bakar mencapai Rp 500 ribu. Sedangkan hasil panen padi seluas 6 are hanya didapat dua karung.Tak hanya itu, untuk menaikkan air harus menggunakan selang. Sementara mesin dan selang berdiameter 5 centimeter merupakan hasil pinjaman. “Saya memerlukan selang sepanjang 200 meter dari tempat mencari air, jika beli tidak bisa karena harga selang 50 meter mencapai Rp 50 juta,” ujarnya. Astina menambahkan, kekeringan seperti ini sudah dirasakan sejak 1 tahun lalu.
Pekaseh Tungkub II, I Nyoman Duduk menerangkan, ada aliran air yang berasal dari sungai Umabian di Kecamatan Marga hanya saja sampai di hilir debit airnya sedikit. Bahkan ada gangguan kepiting yang sering melubangi saluran irigasi. Dakui, permasalahan ini sudah sering didiskusikan pada saat pertemuan UPTD dan Dinas Pertanian. “Perbaikan saluran irigasi sudah pernah dilakukan namun dirusak kembali oleh kepiting,” jelas Duduk. Dikatakan, dari tiga subak yang mengalami kekeringan, petani di Subak Klampuak hampir seluruhnya menyedot air menggunakan mesin pompa. Pekaseh Tungkub II beranggotakan 619 petani dengan luasan persawahan mencapai 179 hektare. *d
1
Komentar