nusabali

Terapis Spa Asal Ubud Tewas Terpleset di Nigeria

  • www.nusabali.com-terapis-spa-asal-ubud-tewas-terpleset-di-nigeria

Terbentur Biaya, Jenazah Tak Bisa Dibawa ke Bali

GIANYAR, NusaBali

Seorang terapis spa asal Banjar Bentuyung, Desa/Kecamatan Ubud, Gianyar, Ni Wayan Sriani, 38, meninggal secara tragis di tempat kerjanya di Nigeria, Rabu (6/9) lalu. Pere-mpuan berusia 38 tahun ini meregang nyawa hanya gara-gara terpeleset jatuh di kamar mandi tempatnya bekerja sebagai terapis spa di Kota Abuja, Nigeria.

Informasi yang diterima pihak keluarga, Ni Wayan Sriani terpeleset jatuh di kamar mandi tempatnya bekerja, Jumat (1/9) lalu. Pasca jatuh terpeleset, Wayan Sriani mengalami stroke, hingga harus dirawat di sebuah rmah sakit di Kota Abuja. Namun, nyawanya tidak tertolong. Setelah hampir sepekan dirawat, ibu satu anak ini akhirnya meninggal, 6 September 2017.

Suami korban, I Gusti Nyoman Putra, 52, mengatakan awalnya dia tidak percaya istrinya meninggal hanya gara-gara terpeleset jatuh di kamar mandi. Namun, Putra tidak bisa berbuat apa, karena nggak mungkin terbang ke negeri belahan Afrika itu untuk melalukan pengecekan. “Ya, mau bagaimana lagi? Kami tidak kuasa untuk mengecek ke sana (Nigeria, Red),” tutur Putra saat ditemui NusaBali di rumahnya di Banjar Bentuyung, Ubud, Selasa (12/9).

Tragisnya, hingga Selasa kemarin jenazah Wayan Sriani belum bisa dipulangkan ke Bali, karena tidak ada biaya. Menurut Putra, perlu biaya sekitar Rp 120 juta untuk memulangkan jenazah istri ketiganya ini dari Nigeria. “Ada tiga pilihan sebenarnya. Pertama, jenazah dibawa pulang. Kedua, jenazah dikremasi di Nigeria. Ketiga, jenazah dikuburkan di sana,” papar Putra.

Jika dibawa ke Bali, kata Putra, pemulangan jenazah istrinya membutuhkan biaya sekitar Rp 120 juta. Itu sudah termasuk tiket pesawat pulang-pergi Bali-Nigeria untuk 2 orang pengantar. “Kalau dikirim jenazahnya saja, kena biaya sekitar 3.000 dolar AS (sekitar Rp 40 juta, Red). Tapi, kan nggak mungkin jenazah diterbangkan sendirian tanpa pengantar,” keluh Putra.

Untuk opsi kedua, yakni kremasi, tetap saja membuat bingung keluarga. Sebab, perlu biaya sekitar Rp 60 juta untuk kremasi di Nigeria. Dan, uang Rp 60 juta itu harus dikirim dalam tempo sesingkat-singkatnya. "Setelah rembuk keluarga, kami akhirnya sepakat jenazah tidak dibawa ke Bali, tapi dikubur di Nigeria. Pemakaman sepenuhnya ditanggung pihak KBRI," jelasnya.

Informasi terakhir yang diterima pihak keluarga kemarin, kata Putra, jenazah Wayan Sriani sedang dalam perjalanan menuju tempat pemakanan di Nigeria. “Katanya, dari Kota Abuja menuju tempat pemakaman perlu waktu sekitar 8 jam,” tandas Putra.

Sedangkan untuk prosesi di Bali, kata Putra, pihak keluarga berencana melakukan upacara pengulapan di Catus Pata (Perempatan Agung) Desa. “Setelah jenazahnya dikubur, kami lakukan upacara ngulapin di Castus Pata pada Sukra Pon Kulantir, Jumat (15/9) lusa. Sanggah uripnya dibawa ke rumah natab ayaban darpana di Bale Dangin. Setelah itu, langsung mapegat,” katanya sembari menyebut, hal tersebut sesuyai petunjuk niskala saat nunas baos ke Jero Dasaran. “Istri saya memang mintanya segini, minta tunasang tirta.”

Korban Wayan Sriani sendiri berpulang buat selamanya dengan meninggalkan suami tercinta, I Gusti Nyoman Putra, serta anak semata wayang yang kini berusia 9 tahun, I Gusti Ayu Vera Noviantari. Wayan Sriani merupakan istri ketiga dar I Gusti Nyoman Putra. Sedangkan dari pernikahan dengan istri pertama yakni Gusti Ayu Sukerti, Putra dikaruniai tiga anak (2 laki, 1 perempuan). Sementara dari pernikahan dengan istri kedua, Jero Ketut Astini, Putra dikaruniai seorang anak laki-laki.

Menurut Putra, pihaknya tidak ada firasat buruk di balik kematian tragis sang istri ketiga, Wayan Sriani. “Hanya saja, beberapa hari lalu mertua saya  sempat direbut buyung bangke (lalat besar, Red),” kenang Putra.

Yang jelas, kematian Wayan Sriani di tanah seberang, membuat sedih suami dan putri semata wayangnya, Gusti Ayu Vera Noviantari. Gadis cilik berisia 9 tahun ini bahkan menangis tersedu-sedu saat mendengar kabar ibunya meninggal di Nigeria. Maklum, bocah berusia 9 tahun ini rutin diajak ibundanya berkomunikasi via video call. Selain itu, dia juga sering mendapatkan kabar tentang ibunya di Nigeria lewat FB rekan kerjanya.

“Terakhir, saya dikirimi foto saat ibu sakit. Terus, besoknya saya dikabari bahwa ibu sudah meninggal,” tutur Gusti Ayu Vera, Selasa kemarin. Terungkap, selama dirawat di sebuah rumah sakit di Nigeria, Wayan Sriani mendapat bantuan dana dari rekan-rekan kerjanya. “Biaya perawatan di sana, temannya yang nyumbang. Sedangkan biaya titip jenazah, besarnya mencapai 50 dolar AS per hari,” sambung Putra.

Menurut Putra, Wayan Sriani dua dua kali berangkat ke luar negeri sebagai terapis spa. Keberangkatan pertama ke Turki tahun 2013. Ketika itu, Wayan Sriani berangkat secara legal. Selama bekerja di Turki sampai tahun 2014, almarhum utin mengirimkan uang ke Bali. “Kiriman uangnya bisa melunasi utang-utang keluarga,” cerita Putra.

Dikisahkan, Wayan Sriani sempat pulang ke Bali tahun 2014. Namun, setelah beberapa bulan di rumah, almarhum kembali berangkat untuk kedua kalinya ke luar negeri. Kali ini, dia berangkat sebagai terapis spa ke Nigeria. Menurut Putra, saat keberangkatan kedua ini, Wayan Sriani pindah agen dan belakangan diketahui bahwa cara yang ditempuh adalah illegal.

“Sekitar tiga minggu lalu, almarhum sempat video call ke rumah. Katanya, dia sudah 5 bulan tidak digaji. Padahal, dia sudah kangen rumah dan ingin pulang. Katanya mau nunggu keluar gaji, lantas pulang,” tutur Putra. *nvi

Komentar