Mantan Dagang Nasi Padang Jadi Presiden Singapura
Halimah Yacob Juga Nobatkan Diri Jadi Presiden Wanita Pertama di Negeri Jiran
SINGAPURA, NusaBali
Halimah Yacob, 63, mengukir sejarah sebagai Presiden Wanita Pertama di Singapura. Mantan dagang nasi padang ini terpilih menjadi Presiden Singapura 2017-2023 tanpa melalui pemungutan suara, setelah dua kandidat lainnya dinyatakan tidak lolos seleksi sebagai Calon Presiden (Capres), Senin (11/9).
Dari tiga kandidat yang mengikuti uji kelayakan, hanya Halimah Yacob yang diloloskan oleh Komite Pemilihan Presiden Singapura. Sedangkan dua kandidat lainnya, sebagaimana dilaporkan The Straits Times, dinyatakan gagal memenuhi kriteria, yakni Farid Khan dan Salleh Marican. Karena menjadi satu-satunya kandidat yang dapat berlaga, maka Halimah Yacob dipastikan menang dengan walkover di hari nominasi, Rabu (13/9) ini. Hari ini pula, Halimah akan dilantik sebagai Presiden ke-8 Negeri Jiran.
Persyaratan untuk menjadi Calon Presiden (Capres) Singapura, memang tidaklah mudah, karena ada segudang kriteria yang harus dipenuhi. Syarat-syarat itu, antara lain, berstatus warga negara Singapura, berusia 45 tahun ke atas, terdaftar sebagai pemilih aktif, tinggal di Singapura tidak kurang dari 10 tahun, dan bukan anggota partai politik mana pun saat mencalonkan diri.
Khusus untuk pejabat publik seperti Halimah, harus memenuhi syarat salah satunya telah menjabat di sejumlah posisi penting politik selama sekurang-kurangnya 3 tahun. Halimah sendiri sudah menjabat Ketua DPR Singapura selama 4 tahun, periode 2013-2017. Di parlemen, Halimah juga mengukir sejarah sebagai Wanita Muslim Pertama yang jadi Ketua DPR Singapura.
Sedangkan untuk kandidat Capres dari kalangan swasta, seperti Farid Khan, harus memiliki shareholders equity (aset) sekurang-kurangnya 500 juta dolar Singapura. Syarat inilah yang gagal dipenuhi Farid Khan dan juga Salleh Marican, karena shareholders equity perusahaan yang mereka pimpin tidak mencapai angka yang disyaratkan.
Untuk Pilpres Singapura 2017 ini, sebagaimana dikutip kompas.com, hanya warga Melayu yang dapat mencalonkan diri. Amandemen konstitusi ini dilakukan setahun lalu, untuk memastikan keterwakilan setiap suku di kursi Presiden. Penduduk Singapura sendiri terdiri dari empat etnis: China, Melayu, India, dan Others (lain-lain). Saat ini, penduduk Singapura didominasi 74 persen komunitas China, disusul 13 persen komunitas Melayu, 9 persen komunitas India, dan 3,2 persen Others.
Haliman menjadi orang Melayu kedua yang terpilih sebagai Presiden Singapura, setelah Yusof Ishak (Presiden pertama Singapura) periode 1965-1970. Sedangkan Presiden Singapura sebelumnya (2011-2017) yang digantikan Halimah, yakni Tony Tan Keng Yam, berasal dari komunitas China.
Seorang Presiden di Singapura biasanya dipilih dalam pemilihan umum secara nasional. Namun, Pilpres Singapura tahun ini berbeda, karena khusus diperuntukkan bagi komunitas Melayu, sesuai dengan aturan yang terpampang dalam Konstitusi Singapura. Sebuah pemilihan Presiden bisa diperuntukkan khusus bagi salah satu komunitas di Singapura, jika tidak ada seorang pun dari komunitas tersebut yang menjabat Presiden dalam lima masa jabatan terakhir.
Posisi Presiden Singapura adalah seremonial, namun jauh lebih kuat dari Presiden seremonial di negara lain. Meski sebagai simbol, Presiden Singapura mempunyai hak veto terhadap simpanan keuangan negara dan anggaran negara, penunjukan pejabat publik seperti Ketua Mahkamah Agung (MA), Jaksa Agung, Panglima Angkatan Bersenjata, dan Kepala Staf Tiga Angkatan. Presiden Singapura juga dapat memveto RUU yang diajukan parlemen.
Berdasarkan Konstitusi, seorang Presiden Singapura memiliki peran seremonial dan peran komunitas. Peran seremonialnya adalah menjadi kepala negara yang merupakan figur simbolis mewakili Singapura dalam serangkaian acara kenegaraan, juga dalam berbagai kegiatan di luar negeri. Sedangkan peran komunitasnya adalah menggunakan pengaruhnya untuk mendukung kegiatan amal maupun isu-isu sosial.
Perjalanan karier Halimah Yacob hingga tembus kursi Presiden Singapura, terbilang panjang dan berliku. Istri dari pengusaha Mohammed Abdullah Alhabshee ini di masa kecil pernah jualan nasi padang. Bermula ketika ayahnya meninggal saat Halima berusia 8 tahun. Halimah dan ibunya kemudian menempati satu petak kamar di sebuah apartemen kawasan Jalan Hindu Singapura. Halimah kecil harus bangun sebelum matahari terbit. Sebelum berangkat sekolah, dia membantu ibunya berjualan nasi padang di sebuah gerobak dorong di kawasan Shenton Way.
Masa-masa ketika sekolah di Singapore Chinese Girls 'School dan Tanjong Katong Girls', juga sangat menegangkan bagi Halimah. Terkadang, Halimah harus mengerjakan tugas di sela mengelap meja dan mencuci piring. Tak jarang, dia harus nunggak bayar biaya sekolah. "Saya juga tidak masuk sekolah untuk waktu lama dan akhirnya saya harus dipanggil ke kantor kepala sekolah dan diberitahu, 'Nak, jika kamu tetap tidak masuk sekolah, saya harus mengeluarkanmu dari sekolah'. Itu ultimatum terakhir," kenag Halimah sebagaimana dikutip detikcom, Selasa kemarin.
Meski demikian, semangat Halimah untuk meneruskan pendidikan tidak kendur. Selepas SMA, dia mendaftarkan ke Fakultas Hukum Universitas Singapura. Lagi-lagi dia tak tahu dari mana biaya kuliahnya nanti. Tapi, karena kecerdasannya membuat Halimah mendapatkan beasiswa dari Islamic Religious Council of Singapore sebesar 1.000 dolar Singapura. Kakaknya yang saat itu juga sudah bekerja, juga membantu Halimah 50 dolar Singapura per bulan. Walhasil, Halimah bisa menyelesai-kan kuliah pada 1978, kemudian bergabung dengan National Trades Union Congress (NTUC) sebagai divisi hukum.
Pada 1999-2001, Halimah tercatat sebagai orang Singapura pertama yang duduk di ILO (lembaga buruh internasional). Tahun 2001, Halimah terjun ke dunia politik dan terpilih sebagai anggota parlemen Singapura dari Partai Aksi Rakyat (People's Action Party/PAP). Pada 2013, Halimah menjadi perempuan pertama yang menjabat Ketua Parlemen (Group Representation Constituency) Singapura. Per 11 September 2017, Halimah kembali ukir sejarah sebagai Presiden Wanita Pertama di Singapura. *
Dari tiga kandidat yang mengikuti uji kelayakan, hanya Halimah Yacob yang diloloskan oleh Komite Pemilihan Presiden Singapura. Sedangkan dua kandidat lainnya, sebagaimana dilaporkan The Straits Times, dinyatakan gagal memenuhi kriteria, yakni Farid Khan dan Salleh Marican. Karena menjadi satu-satunya kandidat yang dapat berlaga, maka Halimah Yacob dipastikan menang dengan walkover di hari nominasi, Rabu (13/9) ini. Hari ini pula, Halimah akan dilantik sebagai Presiden ke-8 Negeri Jiran.
Persyaratan untuk menjadi Calon Presiden (Capres) Singapura, memang tidaklah mudah, karena ada segudang kriteria yang harus dipenuhi. Syarat-syarat itu, antara lain, berstatus warga negara Singapura, berusia 45 tahun ke atas, terdaftar sebagai pemilih aktif, tinggal di Singapura tidak kurang dari 10 tahun, dan bukan anggota partai politik mana pun saat mencalonkan diri.
Khusus untuk pejabat publik seperti Halimah, harus memenuhi syarat salah satunya telah menjabat di sejumlah posisi penting politik selama sekurang-kurangnya 3 tahun. Halimah sendiri sudah menjabat Ketua DPR Singapura selama 4 tahun, periode 2013-2017. Di parlemen, Halimah juga mengukir sejarah sebagai Wanita Muslim Pertama yang jadi Ketua DPR Singapura.
Sedangkan untuk kandidat Capres dari kalangan swasta, seperti Farid Khan, harus memiliki shareholders equity (aset) sekurang-kurangnya 500 juta dolar Singapura. Syarat inilah yang gagal dipenuhi Farid Khan dan juga Salleh Marican, karena shareholders equity perusahaan yang mereka pimpin tidak mencapai angka yang disyaratkan.
Untuk Pilpres Singapura 2017 ini, sebagaimana dikutip kompas.com, hanya warga Melayu yang dapat mencalonkan diri. Amandemen konstitusi ini dilakukan setahun lalu, untuk memastikan keterwakilan setiap suku di kursi Presiden. Penduduk Singapura sendiri terdiri dari empat etnis: China, Melayu, India, dan Others (lain-lain). Saat ini, penduduk Singapura didominasi 74 persen komunitas China, disusul 13 persen komunitas Melayu, 9 persen komunitas India, dan 3,2 persen Others.
Haliman menjadi orang Melayu kedua yang terpilih sebagai Presiden Singapura, setelah Yusof Ishak (Presiden pertama Singapura) periode 1965-1970. Sedangkan Presiden Singapura sebelumnya (2011-2017) yang digantikan Halimah, yakni Tony Tan Keng Yam, berasal dari komunitas China.
Seorang Presiden di Singapura biasanya dipilih dalam pemilihan umum secara nasional. Namun, Pilpres Singapura tahun ini berbeda, karena khusus diperuntukkan bagi komunitas Melayu, sesuai dengan aturan yang terpampang dalam Konstitusi Singapura. Sebuah pemilihan Presiden bisa diperuntukkan khusus bagi salah satu komunitas di Singapura, jika tidak ada seorang pun dari komunitas tersebut yang menjabat Presiden dalam lima masa jabatan terakhir.
Posisi Presiden Singapura adalah seremonial, namun jauh lebih kuat dari Presiden seremonial di negara lain. Meski sebagai simbol, Presiden Singapura mempunyai hak veto terhadap simpanan keuangan negara dan anggaran negara, penunjukan pejabat publik seperti Ketua Mahkamah Agung (MA), Jaksa Agung, Panglima Angkatan Bersenjata, dan Kepala Staf Tiga Angkatan. Presiden Singapura juga dapat memveto RUU yang diajukan parlemen.
Berdasarkan Konstitusi, seorang Presiden Singapura memiliki peran seremonial dan peran komunitas. Peran seremonialnya adalah menjadi kepala negara yang merupakan figur simbolis mewakili Singapura dalam serangkaian acara kenegaraan, juga dalam berbagai kegiatan di luar negeri. Sedangkan peran komunitasnya adalah menggunakan pengaruhnya untuk mendukung kegiatan amal maupun isu-isu sosial.
Perjalanan karier Halimah Yacob hingga tembus kursi Presiden Singapura, terbilang panjang dan berliku. Istri dari pengusaha Mohammed Abdullah Alhabshee ini di masa kecil pernah jualan nasi padang. Bermula ketika ayahnya meninggal saat Halima berusia 8 tahun. Halimah dan ibunya kemudian menempati satu petak kamar di sebuah apartemen kawasan Jalan Hindu Singapura. Halimah kecil harus bangun sebelum matahari terbit. Sebelum berangkat sekolah, dia membantu ibunya berjualan nasi padang di sebuah gerobak dorong di kawasan Shenton Way.
Masa-masa ketika sekolah di Singapore Chinese Girls 'School dan Tanjong Katong Girls', juga sangat menegangkan bagi Halimah. Terkadang, Halimah harus mengerjakan tugas di sela mengelap meja dan mencuci piring. Tak jarang, dia harus nunggak bayar biaya sekolah. "Saya juga tidak masuk sekolah untuk waktu lama dan akhirnya saya harus dipanggil ke kantor kepala sekolah dan diberitahu, 'Nak, jika kamu tetap tidak masuk sekolah, saya harus mengeluarkanmu dari sekolah'. Itu ultimatum terakhir," kenag Halimah sebagaimana dikutip detikcom, Selasa kemarin.
Meski demikian, semangat Halimah untuk meneruskan pendidikan tidak kendur. Selepas SMA, dia mendaftarkan ke Fakultas Hukum Universitas Singapura. Lagi-lagi dia tak tahu dari mana biaya kuliahnya nanti. Tapi, karena kecerdasannya membuat Halimah mendapatkan beasiswa dari Islamic Religious Council of Singapore sebesar 1.000 dolar Singapura. Kakaknya yang saat itu juga sudah bekerja, juga membantu Halimah 50 dolar Singapura per bulan. Walhasil, Halimah bisa menyelesai-kan kuliah pada 1978, kemudian bergabung dengan National Trades Union Congress (NTUC) sebagai divisi hukum.
Pada 1999-2001, Halimah tercatat sebagai orang Singapura pertama yang duduk di ILO (lembaga buruh internasional). Tahun 2001, Halimah terjun ke dunia politik dan terpilih sebagai anggota parlemen Singapura dari Partai Aksi Rakyat (People's Action Party/PAP). Pada 2013, Halimah menjadi perempuan pertama yang menjabat Ketua Parlemen (Group Representation Constituency) Singapura. Per 11 September 2017, Halimah kembali ukir sejarah sebagai Presiden Wanita Pertama di Singapura. *
Komentar