Bali Utara Terbentur Akses dan Atraksi
Sedikitnya 4.000 wisatawan asing tiap bulannya memilih habiskan waktu berliburnya di Pulau Lombok.
Ribuan Wisatawan Pilih ke Lombok
SINGARAJA, NusaBali
Mereka ini enggan kunjungi destinasi lain di Bali seperti Bali Utara (Buleleng) karena masalah akses dan atraksi budaya. “Buat apa misalnya harus ke Bali Utara, dengan jarak tempuh sampai 2,5 jam dan atraksi budaya yang tidak beda jauh dengan daerah lain. Sedangkan kalau ke Lombok mereka bisa tempuh dengan waktu 30-50 menit. Ini yang harus kita pikirkan bersama,” ungkap Ketua PHRI Bali Tjokorda Artha Ardana Sukawati yang akrab disapa Cok Ace, dalam Forum Discusion Group (FGD) yang digagas PHRI Buleleng, Kamis (14/9) siang di Hotel Aneka Lovina, Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng.
FGD dalam rangka merumuskan persoalan dan menemukan solusi yang tepat di bidang pariwisata Bali Utara, menghadirkan seluruh stake holder, mulai dari pelaku pariwisata, akademisi, organisasi perangkat daerah (OPD) terkait di Pemkab Buleleng, pemerhati pariwisata, dan dari kalangan Majelis Desa Pakraman (MDP).
Cok Ace dalam FGD itu mengatakan, ada empat komponen yang harus diperhatikan dalam pengembangan pariwisata mulai dari destinasi, aksesbilitas, amenities, dan networking. Destinasi menyangkut daya tarik wisata, baik alam, budaya maupun buatan manusia seperti festival atau pentas seni. Sedangkan aksesbilitas mengenai kemudahan dalam mencapai tempat tujuan wisata, Amenities menyangkut fasilitas untuk memperoleh kesenangan, dalam hal ini dapat berbentuk akomodasi, kebersihan dan keramahtamahan. Dan terakhir Networking mengenai jaringan kerjasama yang berkaitan dengan produk yang ditawarkan baik lokal, nasional maupun internasional. “Buleleng baru siap soal Amenitiesnya dimana hotel-hotel sudah banyak terbangun. Nah soal atraksinya, ini masih perlu kualitasnya ditingkatkan. Sekarang ini kita masih sedang cari-cari bentuk, apa yang perlu kita breanding sehingga wisatawan itu tertarik datang ke Buleleng, karena atraksi itu hanya ada di Buleleng. Akses memang perlu diperbaiki untuk mempersingkat jarak tempuh, kemudia
n networking, promosinya harus terpadu,” jelasnya.
Masih kata Cok Ace, dirinya sangat setuju dengan pola pembagian PHR yang dilakukan oleh Pemkab Badung. Karena Pemkab Badung akan membuat grand design untuk pengembangan pariwisata ke depan. Selama ini dengan masa tinggal yang pendek dari wisatawan asing di Bali, karena memilih Lombok juga dirasakan oleh Badung. Wisatawan asing yang tadinya bisa tinggal seminggu justru hanya tinggal 2-3 hari, sisanya memilih destinasi lain. “Badung juga dirugikan dengan masa tinggal yang berkurang. Saya rasa apa yang dilakukan oleh Badung dalam pembagian PHR itu sangat baik, sehingga Badung bisa memaksimalkan PHR yang diberikan kepada kabuapten lainnya, karena disisi lain Badung juga nanti bisa diuntungkan,” kata matan Bupati Gianyar ini.
Sementara Ketua PHRI Buleleng Dewa Ketut Suardipa mengatakan, Buleleng punya potensi yang luas biasa yang tersebar di empat kawasan, Timur (Air Sanih), Tengah (Lovina), Barat (Batu Ampar), dan Selatan (Pancasari dan Munduk), hanya saja masih ada persoalan-persoalan yang perlu dicarikan solusi bersama dengan OPD terkait. Salah satu persoalan yang disebutkan yakni atraksi yang unik dimiliki oleh Buleleng seperti Sapi Gerumbungan, namun atraksi itu tidak maksimal ditampilkan.
Suardipa berharap, dana PHRI bisa disalurkan untuk memaksimalkan atraksi-atraksi unik yang ada di Buleleng. “Misalnya Sapi Gerumbungan, selama ini ditampilkan dalam waktu tertentu. Kita berahap dengan dana PHRI, antraksi Sapi Gerumbungan itu bisa ditampilkan dengan jadwal rutin, misalnya setiap hari Sabtu. Sehingga wisatawan tahu, hari itu akan ada atraksi Sapi Gerumbungan,” jelas pengusaha rumah makan ini.
Suardipa berharap, dari FDG aka nada keputusan sebagai solusi dalam mengangkat dan meningkatkan pariwisata Bali Utara. *k19
Komentar