Cipta Puisi, Menggali Rasa Sastra dalam Diri
Mengarang akan sulit bila sang penulis terikat dengan pikiran dan hati
DENPASAR, NusaBali
Olah rasa merupakan kunci dalam proses penciptaan dan membaca puisi. Hal itu ditekankan oleh narasumber AA Sagung Mas Ruscita Dewi dalam Workshop Cipta Puisi Tingkat SMP dan SMA/SMK yang menjadi bagian dari kegiatan Bali Mandara Nawanatya II tahun 2017, belum lama ini di ruang Mini Sinema 21 Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Denpasar.
Menurut Mas Ruscita, selama ini banyak anak-anak remaja melupakan rasa sastra dalam diri ketika proses menciptakan puisi. Berbekal itu Mas Ruscita mencoba berbagi pengalaman cara menggali rasa sastra dalam diri. “Workshop ini bermaksud untuk menggali rasa sastra dalam diri. Jadi dalam proses penciptaan puisi tidak sekedar olah pikiran saja. Justru yang diperlukan adalah olah rasa sastra dalam diri,” ungkapnya.
Mas Ruscita menerangkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses mencipta puisi. Diantaranya yang perlu dipahami adalah puisi sebernarnya adalah bagian dari proses mengarang. “Nah mengarang yang bagus adalah mengarang yang menggabungkan non fiksi dengan fakta. Begitu juga puisi,” jelasnya.
Bagi Mas Ruscita, mengarang akan sulit bila sang penulis terikat dengan pikiran dan hati. “Sebab hati kita cenderung malas. Sementara pikiran kita cenderung membuat alasan untuk malas. Jadi langkah awal dalam mencipta puisi adalah mengikis rasa malas dalam hati,” imbuh Mas Ruscita.
Langkah berikutnya, menurut Mas Ruscita adalah menggali tema yang spesial. Tema spesial maksudnya pilihan kata yang tidak biasa. Misalnya dengan menggabungkan benda mati dengan pikiran atau perilaku makhluk hidup. Penggabungan ini akan menjadi kata menjadi hidup.
Sementara narasumber workshop lainnya, Ngurah Arya Dimas Hendriatno mengatakan, kemudahan ini menguntungkan sekaligus merugikan dalam proses penciptaan puisi. Tak heran di era 2000 an ini banyak penyair lahir dan banyak penyair yang mati atau tenggelam. Baginya, dalam proses penciptaan puisi tidak hanya dapat dilakukan dengan cara instan misalnya melalui googling, tetapi perlu penajaman kepekaan diri terhadap lingkungan sekitar.
“Karena kita serba instans. Mau menulis tentang pantai Sanur kita tinggal googling, sudah dapat foto pantai Sanur. Itu bisa saja, tetapi dengan kita hadir ke Pantai Sanur maka akan lebih menguntungkan. Sebab kita akan dapat meyerap rasa yang ada di Pantai Sanur,” kata Arya Dimas.
Kabid Kesenian dan Tenaga Kebudayaan Provinsi Bali, Ni Wayan Sulastriani mengatakan tujuan workshop ini untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter. “Menanamkan pendidikan karakter dapat dilakukan melalui seni budaya. Termasuk dalam puisi merupakan bagian dalam pendidikan karakter. Karena dalam puisi ada kreativitas dan mengolah rasa dan budi bagi remaja yang tertarik di bidang puisi,” tandas Sulastriani. *in
Menurut Mas Ruscita, selama ini banyak anak-anak remaja melupakan rasa sastra dalam diri ketika proses menciptakan puisi. Berbekal itu Mas Ruscita mencoba berbagi pengalaman cara menggali rasa sastra dalam diri. “Workshop ini bermaksud untuk menggali rasa sastra dalam diri. Jadi dalam proses penciptaan puisi tidak sekedar olah pikiran saja. Justru yang diperlukan adalah olah rasa sastra dalam diri,” ungkapnya.
Mas Ruscita menerangkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses mencipta puisi. Diantaranya yang perlu dipahami adalah puisi sebernarnya adalah bagian dari proses mengarang. “Nah mengarang yang bagus adalah mengarang yang menggabungkan non fiksi dengan fakta. Begitu juga puisi,” jelasnya.
Bagi Mas Ruscita, mengarang akan sulit bila sang penulis terikat dengan pikiran dan hati. “Sebab hati kita cenderung malas. Sementara pikiran kita cenderung membuat alasan untuk malas. Jadi langkah awal dalam mencipta puisi adalah mengikis rasa malas dalam hati,” imbuh Mas Ruscita.
Langkah berikutnya, menurut Mas Ruscita adalah menggali tema yang spesial. Tema spesial maksudnya pilihan kata yang tidak biasa. Misalnya dengan menggabungkan benda mati dengan pikiran atau perilaku makhluk hidup. Penggabungan ini akan menjadi kata menjadi hidup.
Sementara narasumber workshop lainnya, Ngurah Arya Dimas Hendriatno mengatakan, kemudahan ini menguntungkan sekaligus merugikan dalam proses penciptaan puisi. Tak heran di era 2000 an ini banyak penyair lahir dan banyak penyair yang mati atau tenggelam. Baginya, dalam proses penciptaan puisi tidak hanya dapat dilakukan dengan cara instan misalnya melalui googling, tetapi perlu penajaman kepekaan diri terhadap lingkungan sekitar.
“Karena kita serba instans. Mau menulis tentang pantai Sanur kita tinggal googling, sudah dapat foto pantai Sanur. Itu bisa saja, tetapi dengan kita hadir ke Pantai Sanur maka akan lebih menguntungkan. Sebab kita akan dapat meyerap rasa yang ada di Pantai Sanur,” kata Arya Dimas.
Kabid Kesenian dan Tenaga Kebudayaan Provinsi Bali, Ni Wayan Sulastriani mengatakan tujuan workshop ini untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter. “Menanamkan pendidikan karakter dapat dilakukan melalui seni budaya. Termasuk dalam puisi merupakan bagian dalam pendidikan karakter. Karena dalam puisi ada kreativitas dan mengolah rasa dan budi bagi remaja yang tertarik di bidang puisi,” tandas Sulastriani. *in
Komentar