Pertumbuhan Ekonomi Melambat, BPR Terimbas
Pertumbuhan ekonomi yang dinilai melambat, mau tidak mau berimbas pada sektor jasa keuangan.
DENPASAR, NusaBali
Terutama kalangan bank-bank perkreditan rakyat (BPR). Indikasinya, membesarnya angka NPL (non performing loan) atau kredit bermasalah di kalangan BPR.
Untuk saat ini angka NPL sudah di atas 5 persen. “Kondisi ini perlu dicarikan solusi,sehingga tidak menjadi bola salju,”kata Ketua Perhimpunan BPR Indonesia (Porbarindo) I Made Amitaba mengatakan hal itu Minggu (17/9).
Dikatakan Amitaba, perlambatan pertumbuhan ekonomi menyebabkan melesunya dunia usaha. “Kondisi (perekonomian) nasabah menurun, sehingga kurang mampu membayar sedikit,” ungkap Amitaba, yang merupakan Direktur BPR Kanti. Inilah menurut Amitaba menjadi salah satu penyebabnya meningkatnya NPL, khususnya di kalangan BPR belakangan ini.
Angka NPL ini belum mencemaskan. Namun mesti harus ada solusi, sehingga persoalan tersebut tidak kian membesar. Dikatakan Amitaba, regulasi yang memungkinan BPR lebih lincah geraknya menjadi salah satu solusi terhadap persoalan yang dihadapi kalangan BPR.
“BPR jangan sampai menjadi miniatur bank umum. Kalau itu sampai terjadi habislah BPR,” tandasnya.
Melesunya perekonomian kata Amitaba, juga berimbas pada permohonan kredit. Permintaan kredit bank juga mengalami penurunan, karena prospek usaha yang masih lemah. Di pihak lain juga terjadi take over, perpindahan nasabah dari BPR ke bank umum. Walau prosentase take over ini tidak begitu besar, namun secara akumulatif merupakan persoalan-persoalan yang dihadapi BPR. Sementara di pihak lain, BPR tentu harus eksis.
“Makanya perlu ada regulasi,yang mengatur batasan- batasan di sektor mana bank umum bisa masuk dan di sektor mana BPR,” kata Amitaba.
Ditegaskan, regulasi tersebut tidak bermaksud untuk proteksi terhadap BPR, karena dalam konteks persaingan proteksi adalah hal yang tabu. Namun kata Amitaba, untuk memberi ruang gerak agar BPR bisa lebih lincah.”Di negara maju pun regulasi tetap ada,” kata Amitaba.
Namun tidak meminta kepada Pemerintah selaku regulator, Porbarindo juga menuntut anggotanya. Anggota Porbarindo, diminta selalu meningkatkan kompetensi SDM, terutama dalam hal teknologi informasi (IT). Caranya lewat house training- house training di tiap BPR.
“Di Porbarindo kita juga melaksanakan,” lanjut Amitaba. Namun dengan pelatihan dan peningkatan kompetensi di masing-masing BPR, jumlah SDM yang ditraining dapat lebih banyak. Anggota Porbarindo Bali saat ini 138 BPR. *K17
Untuk saat ini angka NPL sudah di atas 5 persen. “Kondisi ini perlu dicarikan solusi,sehingga tidak menjadi bola salju,”kata Ketua Perhimpunan BPR Indonesia (Porbarindo) I Made Amitaba mengatakan hal itu Minggu (17/9).
Dikatakan Amitaba, perlambatan pertumbuhan ekonomi menyebabkan melesunya dunia usaha. “Kondisi (perekonomian) nasabah menurun, sehingga kurang mampu membayar sedikit,” ungkap Amitaba, yang merupakan Direktur BPR Kanti. Inilah menurut Amitaba menjadi salah satu penyebabnya meningkatnya NPL, khususnya di kalangan BPR belakangan ini.
Angka NPL ini belum mencemaskan. Namun mesti harus ada solusi, sehingga persoalan tersebut tidak kian membesar. Dikatakan Amitaba, regulasi yang memungkinan BPR lebih lincah geraknya menjadi salah satu solusi terhadap persoalan yang dihadapi kalangan BPR.
“BPR jangan sampai menjadi miniatur bank umum. Kalau itu sampai terjadi habislah BPR,” tandasnya.
Melesunya perekonomian kata Amitaba, juga berimbas pada permohonan kredit. Permintaan kredit bank juga mengalami penurunan, karena prospek usaha yang masih lemah. Di pihak lain juga terjadi take over, perpindahan nasabah dari BPR ke bank umum. Walau prosentase take over ini tidak begitu besar, namun secara akumulatif merupakan persoalan-persoalan yang dihadapi BPR. Sementara di pihak lain, BPR tentu harus eksis.
“Makanya perlu ada regulasi,yang mengatur batasan- batasan di sektor mana bank umum bisa masuk dan di sektor mana BPR,” kata Amitaba.
Ditegaskan, regulasi tersebut tidak bermaksud untuk proteksi terhadap BPR, karena dalam konteks persaingan proteksi adalah hal yang tabu. Namun kata Amitaba, untuk memberi ruang gerak agar BPR bisa lebih lincah.”Di negara maju pun regulasi tetap ada,” kata Amitaba.
Namun tidak meminta kepada Pemerintah selaku regulator, Porbarindo juga menuntut anggotanya. Anggota Porbarindo, diminta selalu meningkatkan kompetensi SDM, terutama dalam hal teknologi informasi (IT). Caranya lewat house training- house training di tiap BPR.
“Di Porbarindo kita juga melaksanakan,” lanjut Amitaba. Namun dengan pelatihan dan peningkatan kompetensi di masing-masing BPR, jumlah SDM yang ditraining dapat lebih banyak. Anggota Porbarindo Bali saat ini 138 BPR. *K17
1
Komentar