Mendag: Kondisi Masih Baik
“Dalam dagang itu tidak statis, tidak bisa statis dia berdagang. Misalnya di tempat situ sepi, di tempat lain buka. Yang buka itu yang ramai, jadi yang sepi itu tutup”
Banyak Toko Ritel Tutup
JAKARTA, NusaBali
Industri ritel modern dinilai tengah mengalami kelesuan. Hal itu tercermin dari beberapa perusahaan ritel yang tutup gerai, lihat saja 7-Eleven dan Matahari.
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mengatakan penutupan sejumlah gerai tersebut masih dinilai wajar. Sebab, masih ada beberapa toko ritel yang buka dan beroperasi.
"(Kondisi) Baik. Kan ada yang tutup ada yang buka, jangan dilihat hanya yang tutup, yang tutup tentu ada alasannya. Saya punya gerai saya tutup misalnya, tapi saya buka di tempat lain. Tetapi yang diberitakan hanya yang tutup. Yang buka tidak diberitakan," kata Enggar di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (18/9), dilansir detikFinance.
Menurutnya, penutupan yang dilakukan merupakan bentuk efisiensi dari masing-masih pusat perbelanjaan. Sebab, dalam bisnis berdagang, keadaan akan terus mengalami perubahan. “Dalam dagang itu tidak statis, tidak bisa statis dia berdagang. Misalnya di tempat situ sepi, di tempat lain buka. Yang buka itu yang ramai, jadi yang sepi itu tutup," katanya.
Lebih lanjut dia menilai, kondisi tersebut tak berhubungan dengan masalah daya beli. Sebab menurutnya, daya beli masyarakat justru mengalami kenaikan.
Dirinya menyatakan keadaan pasar ritel saat ini masih dalam kondisi yang baik. Sebab kata kata Enggar, kinerja keuangan dari masing-masing pasar ritel modern yang menutup gerainya tersebut masih positif.
"Lihat saja dia dari yang sudah public listing company, bagaimana kinerjanya, bagaimana rugi labanya, bagaimana dia revenue peningkatannya, year on year-nya lebih baik. Ada satu yg turun karena melakukan efisiensi tapi laba bersihnya meningkat. Jadi kalau kita lihat dari sisi itu, tidak ada soal," jelasnya.
Oleh sebab itu dia meyakini daya beli masyarakat sama sekali tak berpengaruh terhadap tutupnya sejumlah pasar ritel modern. "Enggak ada keterkaitannya (daya beli). Kalau sekarang terjadi pergeseran, lokasinya juga bergeser, maka itu sangat wajar. Kalau kita lihat sekarang dari sisi properti, pernah kah kita berpikir kalau di Sudirman itu jadi prime location? Pernah enggak? Enggak pernah. Semua orientasinya di Hayam Wuruk dan Gajah Mada, kemudian bergeser ke Thamrin, dari Thamrin bergeser ke Sudirman, SCBD," terangnya.
"Bukan karena daya beli. Sekali lagi tolong dilihat, yang year on year-nya, tingkat revenue-nya dari masing-masing perusahaan itu naik atau turun? Enggak ada yang turun, jadi enggak ada urusan sama daya beli," tukasnya. *
JAKARTA, NusaBali
Industri ritel modern dinilai tengah mengalami kelesuan. Hal itu tercermin dari beberapa perusahaan ritel yang tutup gerai, lihat saja 7-Eleven dan Matahari.
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mengatakan penutupan sejumlah gerai tersebut masih dinilai wajar. Sebab, masih ada beberapa toko ritel yang buka dan beroperasi.
"(Kondisi) Baik. Kan ada yang tutup ada yang buka, jangan dilihat hanya yang tutup, yang tutup tentu ada alasannya. Saya punya gerai saya tutup misalnya, tapi saya buka di tempat lain. Tetapi yang diberitakan hanya yang tutup. Yang buka tidak diberitakan," kata Enggar di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (18/9), dilansir detikFinance.
Menurutnya, penutupan yang dilakukan merupakan bentuk efisiensi dari masing-masih pusat perbelanjaan. Sebab, dalam bisnis berdagang, keadaan akan terus mengalami perubahan. “Dalam dagang itu tidak statis, tidak bisa statis dia berdagang. Misalnya di tempat situ sepi, di tempat lain buka. Yang buka itu yang ramai, jadi yang sepi itu tutup," katanya.
Lebih lanjut dia menilai, kondisi tersebut tak berhubungan dengan masalah daya beli. Sebab menurutnya, daya beli masyarakat justru mengalami kenaikan.
Dirinya menyatakan keadaan pasar ritel saat ini masih dalam kondisi yang baik. Sebab kata kata Enggar, kinerja keuangan dari masing-masing pasar ritel modern yang menutup gerainya tersebut masih positif.
"Lihat saja dia dari yang sudah public listing company, bagaimana kinerjanya, bagaimana rugi labanya, bagaimana dia revenue peningkatannya, year on year-nya lebih baik. Ada satu yg turun karena melakukan efisiensi tapi laba bersihnya meningkat. Jadi kalau kita lihat dari sisi itu, tidak ada soal," jelasnya.
Oleh sebab itu dia meyakini daya beli masyarakat sama sekali tak berpengaruh terhadap tutupnya sejumlah pasar ritel modern. "Enggak ada keterkaitannya (daya beli). Kalau sekarang terjadi pergeseran, lokasinya juga bergeser, maka itu sangat wajar. Kalau kita lihat sekarang dari sisi properti, pernah kah kita berpikir kalau di Sudirman itu jadi prime location? Pernah enggak? Enggak pernah. Semua orientasinya di Hayam Wuruk dan Gajah Mada, kemudian bergeser ke Thamrin, dari Thamrin bergeser ke Sudirman, SCBD," terangnya.
"Bukan karena daya beli. Sekali lagi tolong dilihat, yang year on year-nya, tingkat revenue-nya dari masing-masing perusahaan itu naik atau turun? Enggak ada yang turun, jadi enggak ada urusan sama daya beli," tukasnya. *
Komentar