Prof Titib Resmi Jadi Pandita Mpu
Pakar Weda Prof Dr I Made Titib PhD, 64, resmi menjadi sulinggih bergelar Ida Pandita Mpu, setelah menjalani upacara dwijati melalui prosesi seda raga (mati raga) pada Sukra Kliwon Tolu, Jumat (21/9) ini.
AMLAPURA, NusaBali
Upacara dwijati tersebut dilaksanakan di kediamannya kawasan Banjar Gede, Desa Pakraman Muncan, Kecamatan Selat, Karangasem. Empat bulan sebelum menyandang gelar Ida Pandita Empu, Prof Made Titib telah bergelar Ida Bawati Made Titib yang disandangnya sejak 26 Mei 2017 lalu. Prosesi ritual seda raga Ida Bawati Made Titib dilaksanakan Jumat dinihari tadi pukul 00.00 Wita, yang bermakna untuk melebur pengaruh sad ripu atau enam musuh dalam diri. Prosesi ini diikuti pula sang istri, Ida Bawati Ketut Sapariani.
Ada tiga sulinggih yang bertindak sebagai guru nabe dalam upacara dwijati Ida Bawati Made Titib. Pertama, Nabe Napak yakni Ida Pandita Mpu Nabe Dukuh Jayati (sulinggih dari Griya Agung Nataran, Banjar Badeg, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Karangasem). Kedua, Nabe Saksi yakni Ida Pandita Mpu Nabe Siwa Putra Parama Daksa Manuaba (dari Griya Bongkasa, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Badung). Ketiga, Nabe Watra yakni Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Putra Pemuteran (dari Griya Penataran, Renon, Denpasar Selatan).
Hanya saja, hingga sang nabe belum memberikan nama resmi kepada Ida Bawati Made Titib (tokoh spritual yang juga guru besar Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar), demikian pula nama griya bagi mantan Rektur IHDN Denpasar tersebut. Sebab, nama gelar dan griya baru akan diberikan setelah serangkaian upacar dwijati selesai. "Selain gelar Ida Pandita Mpu, sang nabe juga akan memberikan nama griya yang merupakan pasraman Ida Pandita Mpu," ungkap Ketua Panitia Upacara Dwijati, I Wayan Darma, saat dikonfirmasi NusaBali, Kamis (21/9).
Wayan Darma menyebutkan, prosesi upacara dwijati Prof Made Titib diawali dengan ritual mohon tirtha ke Pura Tri Kahyangan Desa, Pura Sad Kahyangan Lempuyang, Pura Sad Kahyangan Besakih, dan yang lainnya pada Radite Kliwon Tolu, Minggu (17/9) lalu. Dilanjut dengan upacara pacaruan rsi gana pada Soma Umanis Tolu, Senin (18/9). Puncaknya, prosesi ritual seda raga pada Sukra Pon Tolu, Jumat dinihari. Ritual seda raga diawali dengan pamuspaan di pura merajan, Kamis malam sekitar pukul 19.00 Wita.
Sementara, Ketua Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) Kabupaten Ka-rangasem, I Gede Pawana, meluruskan mengenai batalnya upacara diksa pariksa yang sebelumnya diagendakan Ida Bawati Made Titib pada Anggara Paing Tolu, Selasa (19/9). Menurut Gede Pawana, awalnya, ada penyerahan berkas ke PHDI Karangasem, Minggu (10/9) lalu. Kala itu, pihak PHDI menyatakan berkas sudah lengkap.
Ternyata, kata Pawana, PHDI Karangasem mengundurkan jadwal ritual diksa pariksa menjadi Minggu (17/9). Ternyata, jadwal diksa pariksa kembali diundur menjadi hari Selasa. Anehnya, upacara diksa pariksa pada akhirnya batal digelar hari Selasa, karena saat itu PHDI Karangasem menyebutkan persyaratannya belum lengkap lantaran sang calon sulinggih sempat tersangkut kasus hukum.
"Kami sangat menyayangkan pernyataan PHDI Karangasem, sebelumnya bilang persyaratan lengkap, mendadak dibilang tidak lengkap. Itu namanya nitya wacana (ingkar janji)," sesal Pawana, Kamis kemarin. Padahal, lanjut Pawana, semasih jadi calon sulinggih, Prof Titib telah mendapatkan surat berkelakuan baik dan sehat lahir bathin. Meski tanpa didahului prosesi diksa pariksa, upacara dwijati Prof Titib tetap dilaksanakan.
Prof Made Titib dan istrinya, Ni Ketut Sapariani, sebelumnya resmi menyandang gelar Ida Bawati setelah melalui prosesi pawintenan munggah di kediamannya di Banjar Gede, Desa Pakraman Muncan, Kecamatan Selat, 26 Mei 2017 malam.
Rangkaian upacara pawintenan munggah kala itu dipimpin empat sulinggih sekaligus, yakni Ida Mpu Reka Jaya Reka Nanda (dari Griya Banjar, Renon, Denpasar Selatan), Ida Pandita Mpu Nabe Dukuh Jayati (dari Gria Agung, Banjar Badeg, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Karangasem), Ida Pandita Mpu Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa (dari Griya Penataran, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansedmal, Badung), dan Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Putra Pemuteran (dari Griya Penataran, Renon, Denpasar Selatan). *k16
Upacara dwijati tersebut dilaksanakan di kediamannya kawasan Banjar Gede, Desa Pakraman Muncan, Kecamatan Selat, Karangasem. Empat bulan sebelum menyandang gelar Ida Pandita Empu, Prof Made Titib telah bergelar Ida Bawati Made Titib yang disandangnya sejak 26 Mei 2017 lalu. Prosesi ritual seda raga Ida Bawati Made Titib dilaksanakan Jumat dinihari tadi pukul 00.00 Wita, yang bermakna untuk melebur pengaruh sad ripu atau enam musuh dalam diri. Prosesi ini diikuti pula sang istri, Ida Bawati Ketut Sapariani.
Ada tiga sulinggih yang bertindak sebagai guru nabe dalam upacara dwijati Ida Bawati Made Titib. Pertama, Nabe Napak yakni Ida Pandita Mpu Nabe Dukuh Jayati (sulinggih dari Griya Agung Nataran, Banjar Badeg, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Karangasem). Kedua, Nabe Saksi yakni Ida Pandita Mpu Nabe Siwa Putra Parama Daksa Manuaba (dari Griya Bongkasa, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Badung). Ketiga, Nabe Watra yakni Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Putra Pemuteran (dari Griya Penataran, Renon, Denpasar Selatan).
Hanya saja, hingga sang nabe belum memberikan nama resmi kepada Ida Bawati Made Titib (tokoh spritual yang juga guru besar Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar), demikian pula nama griya bagi mantan Rektur IHDN Denpasar tersebut. Sebab, nama gelar dan griya baru akan diberikan setelah serangkaian upacar dwijati selesai. "Selain gelar Ida Pandita Mpu, sang nabe juga akan memberikan nama griya yang merupakan pasraman Ida Pandita Mpu," ungkap Ketua Panitia Upacara Dwijati, I Wayan Darma, saat dikonfirmasi NusaBali, Kamis (21/9).
Wayan Darma menyebutkan, prosesi upacara dwijati Prof Made Titib diawali dengan ritual mohon tirtha ke Pura Tri Kahyangan Desa, Pura Sad Kahyangan Lempuyang, Pura Sad Kahyangan Besakih, dan yang lainnya pada Radite Kliwon Tolu, Minggu (17/9) lalu. Dilanjut dengan upacara pacaruan rsi gana pada Soma Umanis Tolu, Senin (18/9). Puncaknya, prosesi ritual seda raga pada Sukra Pon Tolu, Jumat dinihari. Ritual seda raga diawali dengan pamuspaan di pura merajan, Kamis malam sekitar pukul 19.00 Wita.
Sementara, Ketua Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) Kabupaten Ka-rangasem, I Gede Pawana, meluruskan mengenai batalnya upacara diksa pariksa yang sebelumnya diagendakan Ida Bawati Made Titib pada Anggara Paing Tolu, Selasa (19/9). Menurut Gede Pawana, awalnya, ada penyerahan berkas ke PHDI Karangasem, Minggu (10/9) lalu. Kala itu, pihak PHDI menyatakan berkas sudah lengkap.
Ternyata, kata Pawana, PHDI Karangasem mengundurkan jadwal ritual diksa pariksa menjadi Minggu (17/9). Ternyata, jadwal diksa pariksa kembali diundur menjadi hari Selasa. Anehnya, upacara diksa pariksa pada akhirnya batal digelar hari Selasa, karena saat itu PHDI Karangasem menyebutkan persyaratannya belum lengkap lantaran sang calon sulinggih sempat tersangkut kasus hukum.
"Kami sangat menyayangkan pernyataan PHDI Karangasem, sebelumnya bilang persyaratan lengkap, mendadak dibilang tidak lengkap. Itu namanya nitya wacana (ingkar janji)," sesal Pawana, Kamis kemarin. Padahal, lanjut Pawana, semasih jadi calon sulinggih, Prof Titib telah mendapatkan surat berkelakuan baik dan sehat lahir bathin. Meski tanpa didahului prosesi diksa pariksa, upacara dwijati Prof Titib tetap dilaksanakan.
Prof Made Titib dan istrinya, Ni Ketut Sapariani, sebelumnya resmi menyandang gelar Ida Bawati setelah melalui prosesi pawintenan munggah di kediamannya di Banjar Gede, Desa Pakraman Muncan, Kecamatan Selat, 26 Mei 2017 malam.
Rangkaian upacara pawintenan munggah kala itu dipimpin empat sulinggih sekaligus, yakni Ida Mpu Reka Jaya Reka Nanda (dari Griya Banjar, Renon, Denpasar Selatan), Ida Pandita Mpu Nabe Dukuh Jayati (dari Gria Agung, Banjar Badeg, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Karangasem), Ida Pandita Mpu Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa (dari Griya Penataran, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansedmal, Badung), dan Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Putra Pemuteran (dari Griya Penataran, Renon, Denpasar Selatan). *k16
Komentar