Bupati Interogasi Penerima SK Bodong
Ada dua kemungkinan yang bisa menjerat pemalsu SK mutasi tersebut. Pertama, pidana umum terkait pemalsuan tanda tangan. Kedua, pidana khusus kalau ada gratifikasi.
MANGUPURA, NusaBali
Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta memanggil langasung penerima Surat Keputusan (SK) mutasi bodong pada Rabu (20/9). Mereka diinterogasi seputar darimana memperoleh SK tersebut, padahal bupati sendiri tak mengeluarkan SK seperti yang beredar.
Menurut salah seorang sumber, mereka yang diinterogasi di ruang rapat bupati berlangsung tertutup. Semua telepon genggam disita tidak boleh dibawa masuk. “Bapak bupati cukup keras memperingati. Kalau memberikan keterangan palsu akan ditindak keras, akan diproses secara hukum,” kata sumber tersebut, kemarin.
Masih kata sumber tadi, penerima SK mutasi bodong yang berjumlah 10 orang dimintai penjelasan satu per satu. Uniknya, ada keterangan berbeda, beberapa menyebut menerima SK tersebut dari salah satu oknum PNS, namun ada pula yang mengaku mendapat dari seorang wanita bermasker bernama Ayu. SK mutasi bodong diberikan di kawasan Lumintang Denpasar di luar jam kerja.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten I Gede Wijaya saat dikonfirmasi, Kamis (21/9), tak banyak memberikan komentar. Namun demikian, dia membenarkan pemanggilan ke-10 orang PNS yang memperoleh SK mutasi bodong langsung oleh Bupati Giri Prasta. “Ya benar, bapak bupati telah memanggil,” ungkap Wijaya. Pemanggilan tersebut, dengan tujuan meminta keterangan langsung dari PNS yang bersangkutan, mengenai proses hingga SK mutasi tersebut bisa diterima. Sayangnya birokrat asal Kerobokan, Kuta Utara itu tak bersedia memberikan keterangan lebih lanjut dengan alasan kewenangan kini ada di tangan bupati.
Disinggung mengenai sanksi, mantan Kabag Humas dan Protokol Setda Badung ini mengatakan, tetap menunggu instruksi bupati. Namun demikian, sebelumnya Kabag Hukum Setda Badung Komang Budi Argawa menilai ada dua kemungkinan yang bisa menjerat pemalsu SK mutasi tersebut. Pertama pidana umum terkait pemalsuan tanda tangan. Kedua pidana khusus kalau ada gratifikasi. Jika ada oknum PNS terindikasi melakukan hal tersebut, maka sanksi berat mengancam. Dikatakan salah satu sanksi terberat diberhentikan secara tidak hormat dan diberhentikan dengan hormat tanpa permintaan.
“Kalau sanksi, bisa kena sanksi Undang-Undang Kepegawaian dan kriminal sesuai UU Tindak Pidana Korupsi. Jadi APH (Aparat Penegak Hukum) bisa langsung menyelidiki, karena disini ada pemalsuan tanda tangan,” kata Budi Argawa. Untuk pemalsuan SK ini, lanjut dia, termasuk pemalsuan akta otentik yang ancaman hukumannya maksimal 2 tahun penjara. Sanksi bisa dijerat kepada penerima, pemberi ataupun pembuat sesuai UU Tindak Pidana Korupsi.
Seperti diketahui, sampai saat ini sudah ada 10 SK yang diduga kuat abal-abal beredar di sejumlah instansi di lingkungan Pemkab Badung. Dugaan adanya pemalsuan SK mutasi di Lingkungan Pemkab Badung turut disesalkan kalangan dewan dan meminta agar oknum pembuat SK diusut sampai tuntas, karena dinilai merupakan tindak pidana. *asa
Menurut salah seorang sumber, mereka yang diinterogasi di ruang rapat bupati berlangsung tertutup. Semua telepon genggam disita tidak boleh dibawa masuk. “Bapak bupati cukup keras memperingati. Kalau memberikan keterangan palsu akan ditindak keras, akan diproses secara hukum,” kata sumber tersebut, kemarin.
Masih kata sumber tadi, penerima SK mutasi bodong yang berjumlah 10 orang dimintai penjelasan satu per satu. Uniknya, ada keterangan berbeda, beberapa menyebut menerima SK tersebut dari salah satu oknum PNS, namun ada pula yang mengaku mendapat dari seorang wanita bermasker bernama Ayu. SK mutasi bodong diberikan di kawasan Lumintang Denpasar di luar jam kerja.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten I Gede Wijaya saat dikonfirmasi, Kamis (21/9), tak banyak memberikan komentar. Namun demikian, dia membenarkan pemanggilan ke-10 orang PNS yang memperoleh SK mutasi bodong langsung oleh Bupati Giri Prasta. “Ya benar, bapak bupati telah memanggil,” ungkap Wijaya. Pemanggilan tersebut, dengan tujuan meminta keterangan langsung dari PNS yang bersangkutan, mengenai proses hingga SK mutasi tersebut bisa diterima. Sayangnya birokrat asal Kerobokan, Kuta Utara itu tak bersedia memberikan keterangan lebih lanjut dengan alasan kewenangan kini ada di tangan bupati.
Disinggung mengenai sanksi, mantan Kabag Humas dan Protokol Setda Badung ini mengatakan, tetap menunggu instruksi bupati. Namun demikian, sebelumnya Kabag Hukum Setda Badung Komang Budi Argawa menilai ada dua kemungkinan yang bisa menjerat pemalsu SK mutasi tersebut. Pertama pidana umum terkait pemalsuan tanda tangan. Kedua pidana khusus kalau ada gratifikasi. Jika ada oknum PNS terindikasi melakukan hal tersebut, maka sanksi berat mengancam. Dikatakan salah satu sanksi terberat diberhentikan secara tidak hormat dan diberhentikan dengan hormat tanpa permintaan.
“Kalau sanksi, bisa kena sanksi Undang-Undang Kepegawaian dan kriminal sesuai UU Tindak Pidana Korupsi. Jadi APH (Aparat Penegak Hukum) bisa langsung menyelidiki, karena disini ada pemalsuan tanda tangan,” kata Budi Argawa. Untuk pemalsuan SK ini, lanjut dia, termasuk pemalsuan akta otentik yang ancaman hukumannya maksimal 2 tahun penjara. Sanksi bisa dijerat kepada penerima, pemberi ataupun pembuat sesuai UU Tindak Pidana Korupsi.
Seperti diketahui, sampai saat ini sudah ada 10 SK yang diduga kuat abal-abal beredar di sejumlah instansi di lingkungan Pemkab Badung. Dugaan adanya pemalsuan SK mutasi di Lingkungan Pemkab Badung turut disesalkan kalangan dewan dan meminta agar oknum pembuat SK diusut sampai tuntas, karena dinilai merupakan tindak pidana. *asa
Komentar