Masih Kurang Rasa Cak
“Pementasan kedua sekolah tadi (SMA Dwijendra dan SMKN 4 Bangli, red) terkesan wah, terutama SMA Dwijendra. Tetapi masih terasa kurang rasa cak. Baru sekitar 30 persen kilitan caknya. Ini mengurangi nuansa cak”
DENPASAR, NusaBali
Parade cak modern dalam Gelaran Seni Akhir Pekan (GSAP) memberikan warna baru dari kesenian cak. Pada satu sisi, parade ini ingin mengembalikan unsur-unsur cak dalam kesenian cak yang selama ini bisa dibilang terabaikan. Pada sisi lain, cak ternyata bisa dikembangkan dengan mengambil cerita lain selain Ramayana, termasuk cerita rakyat Bali.
Pada GSAP Bali Mandara Nawanatya, Sabtu (23/9) malam lalu, tampil SMA Dwijendra dan SMKN 4 Bangli. Penampilan kedua sekolah itu, terutama SMA Dwijendra terkesan wah tetapi rasa cak nya masih kurang. Padahal potensi penarinya bagus. Pengamat seni, Dr I Nyoman Astita MA dan kurator Bali Mandara Nawanatya II, AA Sagung Mas Ruscita Dewi melihat hal itu.
“Pementasan kedua sekolah tadi (SMA Dwijendra dan SMKN 4 Bangli, red) terkesan wah, terutama SMA Dwijendra. Tetapi masih terasa kurang rasa cak. Baru sekitar 30 persen kilitan caknya. Ini mengurangi nuansa cak,” jelas Astita.
SMA Dwijendra, menurut Astita, lebih glamour dengan banyak properti, juga pakai gamelan. Jadi nuansa caknya kecil. Bahkan kesannya kalau sendratari juga nanggung. “Terus terang saja penggunaan ruang tidak efektif. Kan terlalu banyak orang sehingga walaupun ada tari atau ada apa, kita nggak terasa menikmatinya,” katanya.
Sementara menurut Mas Ruscita, penampilan SMA Dwijendra terlalu wah dan lebih cocok untuk pementasan kreativitas seni pelajar semata. “Bukan pementasan di tematik cak ini. Rasa cak nya kurang. Begitu juga SMKN 4 Bangli juga masih kurang besar porsi cak nya,” tegas Mas Ruscita.
Sedangkan pementasan cak dari SMKN 4 Bangli, menampilkan lakon ‘Cupak Dadi Ratu’. Lakon ini menceritakan tentang sosok I Gede Cupak yang sudah menjadi raja di jagat Obag Wesi, karena telah tewasnya raksasa Benaru. Selang beberapa lama jagad Obag Wesi kembali diganggu oleh Paksi Agung buatan raja Obag Wesi yang tujuannya untuk menguji kesaktian I Gede Cupak.
Cupak pun menyanggupinya, walaupun ia benar-benar takut untuk melawan Paksi Agung tersebut. Cupak pun berangkat didampingi punakawan setianya, Banaspati dan Tua Daya. Mereka bertiga sebenarnya ragu-ragu dapat mengalahkan Paksi Agung. Itulah latarbelakang alur cerita pementasan cak modern yang ditampilkan SMAKN 4 Bangli.
Menurut Astita, SMKN 4 Bangli jika mau menonjolkan cupaknya, mestinya cupak itu ditata dengan cak. Jangan cak itu sebagai background. “Ini kan kesannya prembon cupak sementara caknya hanya latar belakang dan terkesan tempelan. Padahal yang perlu digarap cak nya itu sendiri,” kritik Astita.
Padahal baik Mas Ruscita dan Astita berharap penampil dalam Bali Mandara Nawanatya dapat mengembangkan cak dalam pementasan di bulan September ini. “Tetapi kalau kita lihat partisipasi mereka itu ya kita salut juga. Cuma memang harus ada yang ditekankan pada cak. Kita kan inginkan cak yang dikembangkan. Tetapi cak itu tetap yang dominan. Bukan ditinggalkan karakter cak itu,” pinta Astita. *in
1
Komentar