Ratusan Krama Tanjung Benoa Geruduk Polda Bali
Jalan Depan Mapolda Ditutup 3,5 Jam, Minta Bendesa Dibebaskan
DENPASAR, NusaBali
Sekitar 500 krama Desa Adat Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung mendatangi Mapolda Bali di Jalan WR Supratman, Denpasar pada, Selasa (26/9). Kedatangan massa ini untuk meminta pembebasan anggota DPRD Badung yang juga Bendesa Tanjung Benoa, I Made Wijaya alias Yonda, 47 yang ditahan dalam kasus dugaan reklamasi liar dan pembabatan hutan di Pantai Barat, Tanjung Benoa.
Aksi massa yang menggunakan pakaian adat madya ini sampai harus menutup akses Jalan WR Supratman di depan Mapolda Bali selama 3,5 jam mulai pukul 09.00 Wita hingga pukul 12.30 Wita. Awalnya, massa berorasi meminta pembebasan Made Wijaya yang ditahan sejak, Senin (25/9) malam kemarin. Massa berdalih penahanan terhadap Made Wijaya yang juga anggota Fraksi Gerindra DPRD Badung ini tidak perlu dilakukan karena selama ini selalu kooperatif dengan pihak kepolisian.
Selain itu warga masih memerlukan Bendesa karena banyak upacara adat yang harus digelar dengan kehadiran Bendesa. “Kami ingin Bendesa kami dibebaskan. Kami siap pasang badan dan jadi penjamin,” tegas salah seorang warga yang berorasi. Selanjutnya, sekitar delapan perwakilan krama Tanjung Benoa yang dikomando Wakil Bendesa, I Made Sugiana dan Ketua LPM, Kadek Duarsa diterima Direskrimsus Polda Bali, Kombes Kenedy dan Wadireskrimsus, AKBP Ruddy Setiawan.
Dalam pertemuan tersebut, Kombes Kenedy mengatakan penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan. Apalagi rencananya pada, Selasa siang akan dilakukan pelimpahan tahap II, yaitu pelimpahan tersangka dan barang bukti ke Kejati Bali. Namun karena ada halangan, pelimpahan ditunda sampai, Rabu (27/9). “Saya sudah jelaskan ke perwakilan massa kalau penahanan ini untuk memperlancar penyidikan. Supaya tersangka tidak kabur, tidak menghilangkan barang bukti dan tidak mengulangi perbuatannya,” jelas Kombes Kenedy yang mengaku sudah menerima surat penagguhan dari kuasa hukum Wijaya.
Setelah pertemuan tersebut, perwakilan massa dipertemukan dengan Bendesa Tanjung Benoa, Made Wijaya di ruang Dir Tahti, AKBP Made Suyasa. Saat pertemuan antara perwakilan massa dan Yonda yang menggunakan baju tahanan warga oranye, hadir Ketua DPRD Badung, I Putu Parwata. Ditemui terpisah, Parwata mengatakan dalam pertemuan tersebut, dirinya menyampaikan kepada Yonda agar mengikuti proses hukum yang sedang berjalan. “Saya sampaikan agar menghormati dan mengikuti proses hukum yang sedang berjalan,” tegas politis PDIP ini.
Ditanya terkait bantuan hukum yang diberikan kepada Yonda sebagai anggota dewan, Parwata mengatakan tidak ada. “Yonda sudah memiliki tim kuasa hukum sendiri sehingga kami tidak berikan lagi bantuan hukum,” beber Parwata yang juga sempat menemui ratusan krama Tanjung Benoa yang menunggu di luar pagar Mapolda Bali. Massa akhirnya meninggalkan Polda Bali sekitar pukul 12.30 Wita.
Kuasa hukum Yonda, Agus Nahak dkk yang ditemui mengatakan penahanan yang dilakukan pihak kepolisian seharusnya tidak dilakukan. Pasalnya sejak penyelidikan, Made Wijaya selalu kooperatif dan datang setiap kali dipanggil. “Beliau juga sebagai Bendesa Tanjung Benoa dan Anggota Dewan Badung, bisa kami pastikan beliau tidak akan melarikan diri,” tegasnya.
Agus mengatakan sampai saat ini kliennya juga tidak pernah mau menandatangani surat penahanan yang diajukan penyidik. Terkait surat penagguhan penahanan, pengacara asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ini mengaku sudah mengajukan surat penagguhan penahanan ke Polda Bali. Namun sampai saat ini belum ada jawaban karena rencananya Wijaya akan dilimpahkan ke Kejati Bali.
Seperti diketahui, Made Wijaya dijebloskan ke Rutan Polda Bali pada, Senin malam lalu. Sebelum dijebloskan ke tahanan, Wijaya sempat menjalani pemeriksaan sidik jari, cek kesehatan dan menandatangani pelimpahan tahap I. Nah, saat diminta menandatangani surat penahanan, Wijaya langsung menolak. Sempat terjadi tarik ulur sekitar 10 jam hingga Wijaya mau dijebloskan ke Rutan Polda Bali pada pukul 21.00 Wita.
Kasus ini sendiri berawal dari temuan Forum Peduli Mangrove (FPM) Bali terkait adanya reklamasi liar di pesisir barat pantai Tanjung Benoa. Lantaran kawasan tersebut merupakan lahan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) I Gusti Ngurah Rai, FPM Bali lalu melaporkan kasus tersebut ke Mapolda Bali. *rez
Aksi massa yang menggunakan pakaian adat madya ini sampai harus menutup akses Jalan WR Supratman di depan Mapolda Bali selama 3,5 jam mulai pukul 09.00 Wita hingga pukul 12.30 Wita. Awalnya, massa berorasi meminta pembebasan Made Wijaya yang ditahan sejak, Senin (25/9) malam kemarin. Massa berdalih penahanan terhadap Made Wijaya yang juga anggota Fraksi Gerindra DPRD Badung ini tidak perlu dilakukan karena selama ini selalu kooperatif dengan pihak kepolisian.
Selain itu warga masih memerlukan Bendesa karena banyak upacara adat yang harus digelar dengan kehadiran Bendesa. “Kami ingin Bendesa kami dibebaskan. Kami siap pasang badan dan jadi penjamin,” tegas salah seorang warga yang berorasi. Selanjutnya, sekitar delapan perwakilan krama Tanjung Benoa yang dikomando Wakil Bendesa, I Made Sugiana dan Ketua LPM, Kadek Duarsa diterima Direskrimsus Polda Bali, Kombes Kenedy dan Wadireskrimsus, AKBP Ruddy Setiawan.
Dalam pertemuan tersebut, Kombes Kenedy mengatakan penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan. Apalagi rencananya pada, Selasa siang akan dilakukan pelimpahan tahap II, yaitu pelimpahan tersangka dan barang bukti ke Kejati Bali. Namun karena ada halangan, pelimpahan ditunda sampai, Rabu (27/9). “Saya sudah jelaskan ke perwakilan massa kalau penahanan ini untuk memperlancar penyidikan. Supaya tersangka tidak kabur, tidak menghilangkan barang bukti dan tidak mengulangi perbuatannya,” jelas Kombes Kenedy yang mengaku sudah menerima surat penagguhan dari kuasa hukum Wijaya.
Setelah pertemuan tersebut, perwakilan massa dipertemukan dengan Bendesa Tanjung Benoa, Made Wijaya di ruang Dir Tahti, AKBP Made Suyasa. Saat pertemuan antara perwakilan massa dan Yonda yang menggunakan baju tahanan warga oranye, hadir Ketua DPRD Badung, I Putu Parwata. Ditemui terpisah, Parwata mengatakan dalam pertemuan tersebut, dirinya menyampaikan kepada Yonda agar mengikuti proses hukum yang sedang berjalan. “Saya sampaikan agar menghormati dan mengikuti proses hukum yang sedang berjalan,” tegas politis PDIP ini.
Ditanya terkait bantuan hukum yang diberikan kepada Yonda sebagai anggota dewan, Parwata mengatakan tidak ada. “Yonda sudah memiliki tim kuasa hukum sendiri sehingga kami tidak berikan lagi bantuan hukum,” beber Parwata yang juga sempat menemui ratusan krama Tanjung Benoa yang menunggu di luar pagar Mapolda Bali. Massa akhirnya meninggalkan Polda Bali sekitar pukul 12.30 Wita.
Kuasa hukum Yonda, Agus Nahak dkk yang ditemui mengatakan penahanan yang dilakukan pihak kepolisian seharusnya tidak dilakukan. Pasalnya sejak penyelidikan, Made Wijaya selalu kooperatif dan datang setiap kali dipanggil. “Beliau juga sebagai Bendesa Tanjung Benoa dan Anggota Dewan Badung, bisa kami pastikan beliau tidak akan melarikan diri,” tegasnya.
Agus mengatakan sampai saat ini kliennya juga tidak pernah mau menandatangani surat penahanan yang diajukan penyidik. Terkait surat penagguhan penahanan, pengacara asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ini mengaku sudah mengajukan surat penagguhan penahanan ke Polda Bali. Namun sampai saat ini belum ada jawaban karena rencananya Wijaya akan dilimpahkan ke Kejati Bali.
Seperti diketahui, Made Wijaya dijebloskan ke Rutan Polda Bali pada, Senin malam lalu. Sebelum dijebloskan ke tahanan, Wijaya sempat menjalani pemeriksaan sidik jari, cek kesehatan dan menandatangani pelimpahan tahap I. Nah, saat diminta menandatangani surat penahanan, Wijaya langsung menolak. Sempat terjadi tarik ulur sekitar 10 jam hingga Wijaya mau dijebloskan ke Rutan Polda Bali pada pukul 21.00 Wita.
Kasus ini sendiri berawal dari temuan Forum Peduli Mangrove (FPM) Bali terkait adanya reklamasi liar di pesisir barat pantai Tanjung Benoa. Lantaran kawasan tersebut merupakan lahan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) I Gusti Ngurah Rai, FPM Bali lalu melaporkan kasus tersebut ke Mapolda Bali. *rez
Komentar