Lulusan Paket B, Ciptakan Pompa Kincir Air Tanpa Listrik
Berkat pompa kincir air ciptaan Wayan Budiana, 262 KK warga di Desa Bukian, Kecamatan Payangan, Gianyar kini bisa menikmati air bersih yang mengalir ke rumah-rumah
Wayan Budiana, Jawara Nasional Lomba Teknologi Tepat Guna 2017
GIANYAR, NusaBali
Prestasi mengagumkan dibukukan I Wayan Budiana, 34, pria inovatif asal Banjar Lebah A, Desa Bukian, Kecamatan Payangan, Gianyar. Bayangkan, pria yang hanya lulusan Kejar Paket B ini tampil sebagai juara dalam Lomba Teknologi Tepat Guna (TTG) Nasional 2017. Wayan Budiana berjaya berkat hasil karyanya berupa pompa kincir air tanpa listrik, yang mampu mengalirkan air ke 262 kepala keluarga (KK).
Lomba TTG Nasional 2017 yang mengantarkan Wayan Budiana sebagai jawara ini diselenggarakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) serangkaian Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional XIX di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Rabu (27/9). Penghargaan untuk Wayan Budiana diserahkan langsung Menteri Desa PDDT, Eko Putro Sandjojo, kepada Gubernur Bali yang diwakili oleh Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pro-vinsi Bali, Ketut Lihadnyana. Wayan Budiana juga hadir bersama Ketua Kelompok Cipta Karya Desa Bukian, Kecamatan Payangan, I Made Nganu.
Dalam Lomba TTG Nasional 2017 itu, Wayan Budiana tampil sebagai jawara dengan mengalahkan delegasi lainnya dari 34 provinsi se-Indonesia. Budiana mengaku tak pernah mengira akan menjadi pemenang dalam lomba tingkat nasional ini. Sebab, tujuan awal diciptakan pompa kincir air tanpa listrik hanya untuk memudahkan warga di desanya mendapatkan air bersih layak konsumsi.
“Sumber mata air di Desa Bukian sebenarnya sangat melimpah, tapi untuk mendapatkannya sangat sulit. Warga harus jalan jauh hingga turun ke jurang untuk ambil air. Belum lagi ketika naik membawa air, sangatlah berat,” ujar Budiana saat ditemui NusaBali di kediaman di Desa Bukian, Minggu (1/10) lalu.
Budiana mengisahkan, ide pembuatan pompa kincir air tanpa listrik ini tercetus sejak tahun 2004. Ketika itu, pria kelahiran 25 Januari 1983 yang cuma lulusan Kejar Paket B (setingkat SMP) ini menyimak tayangan di salah satu stasiun TV. Saat itu pula, Budiana yang hanya bekerja sebagai buruh serabutan langsung berimajinasi. Dalam benaknya, dia memikirkan untuk mempermudah warga sedesa mendapatkan air bersih.
Namun sayang, keterbatasan ilmu pengetahuan membuat Budiana hanya bisa mencorat-coret rancangan seadanya. Budiana yang memang hobi memperbaiki beragam jenis peralatan pun membuat rancangan sebuah kincir air. Di sela waktu luangnya, sesekali dia coba rancangan kincir angin itu. “Awalnya, hanya berbahan bambu dan barang bekas,” kenang Budiana yang masuk keluarga miskin.
Barulah sekitar tahun 2008, Budiana didorong oleh warga di desanya untuk mencoba pompa kincir air buatannya. Kemudian, Budiana bersama 10 rekannya yang tergabung dalam Kelompok Cipta Karya Desa Bukian mulai merakit sebuah pompa kincir air tanpa listrik. Pompa rancangan Budiana ini pun mulai diujicobakan. Dia memanfaatkan aliran air Sungai Wos sebagai daya dorong alami. Sementara air dari sumber air ‘Belahan Paras’ dialirkan secara gravitasi, untuk selanjutnya dipompa ke saluran pipa vertikal dengan ketinggian 100 meter. Selanjutnya, air bersih yang sudah dipompa dialirkan sepanjang 1.148 meter menuju bak penampungan (reservoar).
Kekuatan pompa air ini mencapai 50 liter per menit atau hampir 1 liter per detik. Nah, dari reservoar berkapasitas 40,32 kubik itulah air bersih kemudian dialirkan ke rumah-rumah 262 KK di Desa Bukian. “Tapi, waktu itu pengolahannya belum maksimal. Debit airnya masih kecil dan saya rasa masih banyak kekurangan. Kami pun terus melakukan perbaikan, hingga akhirnya tahun 2010 bisa digunakan,” jelas Budiana.
Seiring berjalannya waktu, bahan baku pompa yang awalnya berupa bambu mulai diganti, diperbaiki, dan disempurnakan. “Semuanya dikerjakan secara gotong royong,” cerita Budiana. Meski dominan dari keluarga miskin, Kelompok Cipta Karya Desa Bukian yang dikoordinasikan Budiana terbukti bisa memberikan solusi untuk warga sedesa. Segala biaya pun disumbangkan secara gotong royong.
Saat ini, ada 4 pompa kincir angin tanpa listrik buatan Budiana cs yang sudah terpasang. Tiga (3) unit di antaranya terpasang di Desa Bukian, sementara satunya lagi di Desa Buahan, Kecamatan Payangan. Untuk pembuatan satu unit pompa kincir angin tanpa listrik, menghabiskan biaya sekitar Rp 15 juta.
Budiana mengisahkan, setelah beroprasinya pompa kincir air tanpa listrik buatannya, warga Desa Bukian kini tidak lagi harus menek jurang tuun pangkung hanya untuk mengambil air. “Sekarang di setiap rumah sudah dipasangi keran. Tinggal kecor, langsung mengalir. Bahkan tidak saja untuk air minum, tapi bisa juga dimanfaatkan untuk laundry, ternak babi, dan usaha rumah tangga lain,” jelas Budiana sembari menyebut ke depannya, pengolahan air bersih akan disinergikan dengan BUMDes.
Menurut Budiana, sebenarnya dia bersama Kelompok Cipta Karya Desa Bukian berupaya memproduksi lebih banyak lagi perealatan pompa kincir air tanpa listrik ini, untuk memenuhi pesanan konsumen. Namun, karena biayanya lumayan besar, Budiana cs terkendala dalam hal produksi. Selain itu, mereka juga belum memiliki bengkel mandiri sebagai tempat pengerjaan.
“Selama ini, tempat las masih minjam, belum punya tempat khusus. Kami juga terkendala permodalan. Sementara permintaan alat ini cukup banyak, dari luar desa bahkan dari lintas kabupaten,” terang ayah satu anak dari pernikahannya dengan Ni Putu Ari Sapta Pratiwi ini.
Saat ini, Budiana mengaku masih menunggu kepastian Hak Paten atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas pompa kincir angin tanpa listrik ciptaannya. “Dari Pemkab Gianyar sudah janji bantu urus urus hak paten alat ini. Mudah-mudahan cepat keluar, sehingga kami bisa produksi lebih banyak,” papar alumni SDN 1 Bukian ini.
Budiana sendiri tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang sudah mengantarkannya mencapai juara I lomba TTG Nasional 2017. Budiana menyebutkan, pompa kincir air tanpa listrik buatannya bisa go nasional melalui usulan pihak Desa Bukian, yang bersemangat mengikuti lomba mulai tingkat Kabupaten Gianyar.
Ketika lomba tingkat kabupaten, alat pompa kincir angin ciptaan Budiana cs berhasil mengalahkan karya teknologi perwakilan 4 kecamatan lainnya. Ketika lomba tingkat provinsi mewakili Gianyar, alat pompa kincir angin ini kembali menjadi juara dengan men galahkan karya teknologi dari 7 kabupaten lainnya. Ini berlanjut di tingkat nasional, ketika alat ciptaan Budiana kembali menjadi yang terbaik de-ngan menyisihkan karya teknologi dari 34 provinsi lainnya.
Sementara itu, Kepala Desa (Perbekel) Bukian, I Made Juniarta, mengungkapkan keberadaan pompa kincir air tanpa listrik buatan Wayan Budiana sangat membantu perekonomian warganya. “Teknologi pom pa kincir angin tanpa listrik ini sekaligus menjadi salah satu cara mengentaskan kemiskinan di desa kami,” ujar Perbekel Made Juniarta yang ditemui NusaBali secara terpisah.
Made Juniarta mengakui warganya semula amat sulit mengakses air bersih, karena Desa Bukian berada di dataran tinggi. “Sempat dulu pakai pompa listrik, tapi biaya pemeliharaannya tinggi. Sempat juga pakai kincir tradisional, namun hasilnya tidak maksimal. Nah, pompa ciptaan Wayan Budiana inilah yang paling tepat guna di desa kami,” katanya.
Menurut Juniarta, warga sekampung yang mengginakan pompa kincir air tanpa listrik ini hanya dikenakan biaya pemeliharaan sebesar Rp 200.000 per bulan. “Karena yang memanfaatkannya sebanyak 262 KK, tinggal dibagi saja. Jadi, per KK kena iuran bahkan di bawah Rp 1.000 per bulan,” sebut Juniarta. *nvi
GIANYAR, NusaBali
Prestasi mengagumkan dibukukan I Wayan Budiana, 34, pria inovatif asal Banjar Lebah A, Desa Bukian, Kecamatan Payangan, Gianyar. Bayangkan, pria yang hanya lulusan Kejar Paket B ini tampil sebagai juara dalam Lomba Teknologi Tepat Guna (TTG) Nasional 2017. Wayan Budiana berjaya berkat hasil karyanya berupa pompa kincir air tanpa listrik, yang mampu mengalirkan air ke 262 kepala keluarga (KK).
Lomba TTG Nasional 2017 yang mengantarkan Wayan Budiana sebagai jawara ini diselenggarakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) serangkaian Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional XIX di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Rabu (27/9). Penghargaan untuk Wayan Budiana diserahkan langsung Menteri Desa PDDT, Eko Putro Sandjojo, kepada Gubernur Bali yang diwakili oleh Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pro-vinsi Bali, Ketut Lihadnyana. Wayan Budiana juga hadir bersama Ketua Kelompok Cipta Karya Desa Bukian, Kecamatan Payangan, I Made Nganu.
Dalam Lomba TTG Nasional 2017 itu, Wayan Budiana tampil sebagai jawara dengan mengalahkan delegasi lainnya dari 34 provinsi se-Indonesia. Budiana mengaku tak pernah mengira akan menjadi pemenang dalam lomba tingkat nasional ini. Sebab, tujuan awal diciptakan pompa kincir air tanpa listrik hanya untuk memudahkan warga di desanya mendapatkan air bersih layak konsumsi.
“Sumber mata air di Desa Bukian sebenarnya sangat melimpah, tapi untuk mendapatkannya sangat sulit. Warga harus jalan jauh hingga turun ke jurang untuk ambil air. Belum lagi ketika naik membawa air, sangatlah berat,” ujar Budiana saat ditemui NusaBali di kediaman di Desa Bukian, Minggu (1/10) lalu.
Budiana mengisahkan, ide pembuatan pompa kincir air tanpa listrik ini tercetus sejak tahun 2004. Ketika itu, pria kelahiran 25 Januari 1983 yang cuma lulusan Kejar Paket B (setingkat SMP) ini menyimak tayangan di salah satu stasiun TV. Saat itu pula, Budiana yang hanya bekerja sebagai buruh serabutan langsung berimajinasi. Dalam benaknya, dia memikirkan untuk mempermudah warga sedesa mendapatkan air bersih.
Namun sayang, keterbatasan ilmu pengetahuan membuat Budiana hanya bisa mencorat-coret rancangan seadanya. Budiana yang memang hobi memperbaiki beragam jenis peralatan pun membuat rancangan sebuah kincir air. Di sela waktu luangnya, sesekali dia coba rancangan kincir angin itu. “Awalnya, hanya berbahan bambu dan barang bekas,” kenang Budiana yang masuk keluarga miskin.
Barulah sekitar tahun 2008, Budiana didorong oleh warga di desanya untuk mencoba pompa kincir air buatannya. Kemudian, Budiana bersama 10 rekannya yang tergabung dalam Kelompok Cipta Karya Desa Bukian mulai merakit sebuah pompa kincir air tanpa listrik. Pompa rancangan Budiana ini pun mulai diujicobakan. Dia memanfaatkan aliran air Sungai Wos sebagai daya dorong alami. Sementara air dari sumber air ‘Belahan Paras’ dialirkan secara gravitasi, untuk selanjutnya dipompa ke saluran pipa vertikal dengan ketinggian 100 meter. Selanjutnya, air bersih yang sudah dipompa dialirkan sepanjang 1.148 meter menuju bak penampungan (reservoar).
Kekuatan pompa air ini mencapai 50 liter per menit atau hampir 1 liter per detik. Nah, dari reservoar berkapasitas 40,32 kubik itulah air bersih kemudian dialirkan ke rumah-rumah 262 KK di Desa Bukian. “Tapi, waktu itu pengolahannya belum maksimal. Debit airnya masih kecil dan saya rasa masih banyak kekurangan. Kami pun terus melakukan perbaikan, hingga akhirnya tahun 2010 bisa digunakan,” jelas Budiana.
Seiring berjalannya waktu, bahan baku pompa yang awalnya berupa bambu mulai diganti, diperbaiki, dan disempurnakan. “Semuanya dikerjakan secara gotong royong,” cerita Budiana. Meski dominan dari keluarga miskin, Kelompok Cipta Karya Desa Bukian yang dikoordinasikan Budiana terbukti bisa memberikan solusi untuk warga sedesa. Segala biaya pun disumbangkan secara gotong royong.
Saat ini, ada 4 pompa kincir angin tanpa listrik buatan Budiana cs yang sudah terpasang. Tiga (3) unit di antaranya terpasang di Desa Bukian, sementara satunya lagi di Desa Buahan, Kecamatan Payangan. Untuk pembuatan satu unit pompa kincir angin tanpa listrik, menghabiskan biaya sekitar Rp 15 juta.
Budiana mengisahkan, setelah beroprasinya pompa kincir air tanpa listrik buatannya, warga Desa Bukian kini tidak lagi harus menek jurang tuun pangkung hanya untuk mengambil air. “Sekarang di setiap rumah sudah dipasangi keran. Tinggal kecor, langsung mengalir. Bahkan tidak saja untuk air minum, tapi bisa juga dimanfaatkan untuk laundry, ternak babi, dan usaha rumah tangga lain,” jelas Budiana sembari menyebut ke depannya, pengolahan air bersih akan disinergikan dengan BUMDes.
Menurut Budiana, sebenarnya dia bersama Kelompok Cipta Karya Desa Bukian berupaya memproduksi lebih banyak lagi perealatan pompa kincir air tanpa listrik ini, untuk memenuhi pesanan konsumen. Namun, karena biayanya lumayan besar, Budiana cs terkendala dalam hal produksi. Selain itu, mereka juga belum memiliki bengkel mandiri sebagai tempat pengerjaan.
“Selama ini, tempat las masih minjam, belum punya tempat khusus. Kami juga terkendala permodalan. Sementara permintaan alat ini cukup banyak, dari luar desa bahkan dari lintas kabupaten,” terang ayah satu anak dari pernikahannya dengan Ni Putu Ari Sapta Pratiwi ini.
Saat ini, Budiana mengaku masih menunggu kepastian Hak Paten atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas pompa kincir angin tanpa listrik ciptaannya. “Dari Pemkab Gianyar sudah janji bantu urus urus hak paten alat ini. Mudah-mudahan cepat keluar, sehingga kami bisa produksi lebih banyak,” papar alumni SDN 1 Bukian ini.
Budiana sendiri tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang sudah mengantarkannya mencapai juara I lomba TTG Nasional 2017. Budiana menyebutkan, pompa kincir air tanpa listrik buatannya bisa go nasional melalui usulan pihak Desa Bukian, yang bersemangat mengikuti lomba mulai tingkat Kabupaten Gianyar.
Ketika lomba tingkat kabupaten, alat pompa kincir angin ciptaan Budiana cs berhasil mengalahkan karya teknologi perwakilan 4 kecamatan lainnya. Ketika lomba tingkat provinsi mewakili Gianyar, alat pompa kincir angin ini kembali menjadi juara dengan men galahkan karya teknologi dari 7 kabupaten lainnya. Ini berlanjut di tingkat nasional, ketika alat ciptaan Budiana kembali menjadi yang terbaik de-ngan menyisihkan karya teknologi dari 34 provinsi lainnya.
Sementara itu, Kepala Desa (Perbekel) Bukian, I Made Juniarta, mengungkapkan keberadaan pompa kincir air tanpa listrik buatan Wayan Budiana sangat membantu perekonomian warganya. “Teknologi pom pa kincir angin tanpa listrik ini sekaligus menjadi salah satu cara mengentaskan kemiskinan di desa kami,” ujar Perbekel Made Juniarta yang ditemui NusaBali secara terpisah.
Made Juniarta mengakui warganya semula amat sulit mengakses air bersih, karena Desa Bukian berada di dataran tinggi. “Sempat dulu pakai pompa listrik, tapi biaya pemeliharaannya tinggi. Sempat juga pakai kincir tradisional, namun hasilnya tidak maksimal. Nah, pompa ciptaan Wayan Budiana inilah yang paling tepat guna di desa kami,” katanya.
Menurut Juniarta, warga sekampung yang mengginakan pompa kincir air tanpa listrik ini hanya dikenakan biaya pemeliharaan sebesar Rp 200.000 per bulan. “Karena yang memanfaatkannya sebanyak 262 KK, tinggal dibagi saja. Jadi, per KK kena iuran bahkan di bawah Rp 1.000 per bulan,” sebut Juniarta. *nvi
1
Komentar