Setnov Terima Jam Tangan Rp 1,8 M
FBI menyebut pemberian itu dari Johannes Marliem
JAKARTA, NusaBali
Bukti demi bukti terus dikumpulkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjerat kembali Ketua DPR Setya Novanto menjadi tersangka proyek e-KTP.
Salah satu bukti itu datang dari agen FBI Jonathan Holden yang menyatakan Johannes Marliem, yang tewas Agustus lalu, pernah memberi jam tangan senilai Rp 1,8 miliar kepada Ketua DPR Setya Novanto.
Ditanya soal pernyataan Jonathan Holden, KPK mengaku telah mengantongi sejumlah bukti dari FBI.Walau demikian, lembaga antirasuah ini tidak menyebut apa saja bukti tersebut. Yang pasti, ada bukti yang menunjukkan aliran dana ke sejumlah pejabat di Indonesia.
"Namun yang pasti, ada bukti-bukti yang menunjukkan indikasi aliran dana pada sejumlah pejabat di Indonesia yang sedang diproses juga di peradilan di Amerika Serikat. Dan KPK juga berkoordinasi dengan otoritas di negara lain untuk pengumpulan bukti kasus e-KTP ini," ungkap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (5/10) seperti dilansir detik.
Febri kembali menegaskan komitmen KPK terus menuntaskan kasus dugaan korupsi e-KTP. Namun dia tak bicara lebih jauh soal informasi adanya pemberian jam itu.
Dilansir dari wehoville.com, Rabu (4/10/2017), dalam dokumen gugatan terkait Johannes Marliem, agen khusus FBI Jonathan Holden menyatakan Marliem mengakui memberikan sejumlah uang dan benda lain kepada pejabat di Indonesia terkait lelang e-KTP pada 2011. Keterangan itu didapatkan Holden dari pemeriksaan terhadap Marliem pada Agustus 2017.
Marliem, menurut pengakuan Agen Holden, mengungkap soal pemberian jam tangan Richard Mille kepada Novanto senilai USD 135 ribu (sekitar Rp 1,8 miliar). Jam tangan tersebut diberi Marliem di Beverly Hills.
Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, membantah keterangan agen khusus FBI Jonathan Holden yang menyebut Johannes Marliem memberikan jam tangan Richard Mille senilai USD 135 ribu (sekitar Rp 1,8 miliar) kepada Setya Novanto.
"Itu berita yang bersifat untuk penghasutan dan sesuatu tidak masuk akal. Selama saya sama beliau (Setya Novanto), saya belum pernah lihat beliau pakai jam tangan Richard Mille. Malah saya punya dan itu bukan barang yang istimewa. Saya rasa hampir semua anggota Dewan punya. Harganya memang mahal, tapi itu menurut orang tertentu, kan," ujar pengacara Fredrich, Rabu (4/10/2017).
Sekadar mengingatkan Johannes Marliem adalah Direktur Biomorf Lone LLC Amerika Serikat. Perusahaan ini lah, yang menurut KPK, mengelola automated finger print identification system (AFIS) merk L-1 pada proyek e-KTP.
Sprindik Baru
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sendiri memastikan KPK akan kembali menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru untuk Setya Novanto. Namun, untuk saat ini, pihaknya masih pelajari putusan praperadilan.
"Intinya adalah itu tidak boleh berhenti. Itu harus lanjut karena kami digaji untuk itu," kata Saut di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 5 Oktober 2017 seperti dilansir vivanews.
Saut mengatakan, KPK tak ingin tergesa-gesa untuk kembali menetapkan Ketua DPR RI itu sebagai tersangka. Menurut dia, KPK masih mengkaji putusan praperadilan yang membatalkan penetapan tersangka Novanto.
"Tapi harus kalem, harus pelan, harus prudent, kemudian kami mengevaluasi lagi di mana lubang-lubangnya harus kami tutup. Kelemahan-kelemahan harus kami tutup," kata Saut.
Di sisi lain, Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi mendesak Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) memanggil hakim Cepi Iskandar untuk mempelajari putusan yang memenangkan praperadilan Setnov. Keputusan mengabulkan gugatan Novanto itu dinilai penuh kejanggalan.
"Kami berharap Bawas MA segera memanggil hakim Cepi. Jika memang ada pelanggaran kami minta Bawas MA menindak hakim Cepi," ujar perwakilan koalisi Kurnia Ramadhana usai melaporkan hakim Cepi di kantor Bawas MA, Jakarta, Kamis (5/10).
Kurnia mengatakan, sejumlah kejanggalan tersebut di antaranya adalah sikap hakim Cepi yang menolak memutar rekaman suara Novanto yang diajukan KPK selaku pihak termohon. Padahal, menurut KPK, rekaman itu adalah salah satu bukti kuat yang menunjukkan keterlibatan Novanto dalam kasus korupsi proyek e-KTP. *
Komentar